Akhiri Persekusi


TINDAKAN persekusi Kembali-Kembali kembali terjadi. Entah apa alasannya, dua Perempuan berinisial WDP dan L yang dituduh bekerja sebagai pemandu karaoke di sebuah kafe di Distrik Pasir Putih, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, didatangi ratusan Anggota, Sabtu (8/4). Tanpa Terdapat basa-basi, kedua Perempuan malang itu kemudian diarak, ditelanjangi, dan diceburkan ke laut. Aksi persekusi itu sempat direkam masyarakat dan viral di media sosial. Menurut Direktur Lembaga Donasi Hukum (LBH) Padang Indira Suryani, akibat tindakan tersebut, korban mengalami trauma.

Sudah banyak kasus semacam itu terjadi di negeri yang katanya menjunjung nilai kemanusiaan ini. Kita mungkin Lagi ingat kasus persekusi yang dilakukan masyarakat di Cikupa, Tangerang, pada 2017 silam terhadap sepasang muda-mudi yang dituding telah berbuat mesum. Meski Bukan terbukti, keduanya tetap ditelanjangi, dipukuli, dan diarak hingga Nyaris 1 jam lamanya. Para penganiaya dengan bangganya juga merekam proses tersebut dan mengunggahnya ke media sosial. Ironisnya, salah satu provokator aksi itu ialah ketua RT/RW setempat.

Cek Artikel:  Menyetarakan Kebebasan Variasia

Aksi massa tersebut Terang merupakan tindakan biadab. Begitu pula yang terjadi di Sumatra Barat. Mereka Bukan punya hak atas dalil apa pun ‘menghukum’ orang lantaran pilihan pekerjaannya. Kalaupun betul bekerja sebagai pemandu karaoke, mereka Bukan melanggar hukum dan Bukan berhak diadili. Kembali pula, Bukan Terdapat aturan yang melarang orang bekerja sebagai pemandu Tembang. Tindakan persekusi semacam itu menunjukkan praktik misoginis (membenci Perempuan) berdasarkan pekerjaannya.

Oleh karena itu, kami mendesak aparat kepolisian sebagai penegak hukum segera mengusut tuntas kasus ini dan menyeret para pelakunya ke pengadilan. Aturannya Terang, tindakan persekusi, mempermalukan atau merendahkan Harkat atas Dalih diskriminasi dan/atau seksual dalam segala bentuknya dikategorikan sebagai penyiksaan seksual, sebagaimana diatur Pasal 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kiranya juga perlu memberikan perlindungan bagi korban, saksi, dan keluarganya, terutama dalam pemulihan psikis korban.

Cek Artikel:  Nestapa Pahlawan Terlilit Pinjol

Terlepas dari insiden yang terjadi di Sumbar dan Tangerang, tindakan main hakim sendiri, apa pun motif dan tujuannya, sejatinya Bukan boleh dibiarkan. Bukan boleh Terdapat individu ataupun Golongan memersekusi orang lain, bahkan terhadap maling sandal sekalipun. Indonesia adalah negara hukum dan Segala pihak harus mematuhinya, tanpa kecuali. Seluruh tindakan keji itu memang kini sudah ditangani kepolisian, tetapi ‘cacat’ yang sedang terjadi di masyarakat ini tetap butuh perhatian kita Serempak. Harus dicari akar masalahnya, mengapa masyarakat gampang berperilaku primitif semacam itu.

Ini tentunya bukan semata tugas aparat kepolisian. Selama Lagi Terdapat pihak-pihak yang meyakini dapat seenaknya menjungkirkan aturan, penegakan hukum Bukan akan memulihkan pandangan keliru tersebut. Para pelaku persekusi tetap merasa menjadi pahlawan bagi Anggota atau Golongan mereka. Oleh karena itu, tugas Buat mengikis perilaku main hakim sendiri ini juga harus melibatkan para tokoh Keyakinan, pemuka adat, maupun politisi. Sebagai orang yang dihormati dan juga punya banyak pengikut, mereka harus menjadi teladan, bukan malah ikut jadi provokator. Kita mengharapkan seluruh pihak belajar dari kasus ini Buat Bukan gampang menggunakan Langkah-Langkah kekerasan, dan lebih mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan. Setop persekusi atas dalih apa pun!

Cek Artikel:  Mencari Tewas dengan Korupsi

Mungkin Anda Menyukai