SIAPA yang tak suka dengan yang mulus-mulus? Kulit mulus, mobil mulus, dan suami atau istri mulus adalah idaman Seluruh orang. Bahkan Buat mendapatkan yang mulus-mulus, Bukan sedikit yang berani menggelontorkan banyak fulus.
Itulah kodrat Orang. Di ranah penyelenggaraan negara pun, pejabat suka yang mulus-mulus. Kinerja mereka Mau terlihat mulus. Termasuk soal tata kelola keuangan dan pemerintahan.
Karena itu, opini termulus dari auditor negara bernama Badan Pemeriksa Keuangan menjadi incaran mereka. Di situs www.bpk.go.id disebutkan Eksis empat opini yang Lumrah diberikan BPK dari hasil pemeriksaan atas laporan keuangan lembaga pemerintah, Berkualitas pusat maupun daerah.
Pertama ialah WTP. Wajar tanpa pengecualian. Istilah kerennya unqualified opinion. Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam Seluruh hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku Lumrah di Indonesia.
Kedua, WDP atau wajar dengan pengecualian (qualified opinion).
Ketiga, TW alias Bukan wajar (adversed opinion). Keempat, TMP, yakni Bukan memberikan pendapat (disclaimer opinion).
Dari keempat jenis opini tersebut, WTP yang paling mulus, paling apik, paling glowing. Ia menjadi dambaan setiap pejabat. Saking kesengsemnya pada predikat WTP, Eksis yang nekat menempuh Langkah tercela Buat memetiknya. Membeli, itulah yang dilakukan. Kebetulan Eksis yang menjual. Itulah, profesi sampingan, profesi menyimpang dari pemeriksa BPK. Klop sudah Buat sama-sama berbuat rasuah.
Jual beli WTP bukan mitos Tengah. Ia fakta. Buktinya kembali mengemuka dengan ditangkapnya Bupati Bogor Ade Yasin oleh KPK, Selasa (26/4). Ditersangkakan pula Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor Maulana Adam, Kasubbid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor Ihsan Ayatullah, dan PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor Rizki Taufik.
Dari BPK Perwakilan Jawa Barat, empat orang juga jadi pesakitan KPK. Mereka ialah Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Karwita, dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah, selaku pemeriksa.
Tuduhan kepada mereka Jernih. Ade Yasin dan anak buahnya disangka menyuap Anthon dan Sahabat-Sahabat terkait dengan pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021. Mereka Mau membeli opini WTP. Doku yang dibelanjakan Rp1,9 miliar. Jumlah yang tak sedikit.
Bukan kali ini saja jual beli WTP terjadi. Pada 2017, pejabat di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi melakukan hal yang sama. Irjen Kemendes Begitu itu, Sugito, dan pejabat eselon III Jarot Budi Prabowo ditangkap KPK karena menyuap auditor BPK, Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli. Keduanya membeli WTP Buat laporan keuangan Kemendes 2016 seharga Rp240 juta.
Begitulah, pemeriksaan BPK yang semestinya menjadi dasar penerapan prinsip good governance dan clean governance malah dijadikan komoditas. Penjual memanfaatkan hasrat tinggi pembeli Buat mendapatkan WTP. Bukan tak mungkin pula, pedagang dari BPK memaksa pembeli dengan Corak-Corak Argumen.
Begitu memikatkah WTP? Tentu saja. Ia kebanggaan setiap kepala daerah, setiap pemimpin institusi negara. Ia punya banyak manfaat.
Predikat WTP Membikin Imej kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah Berkualitas, yang tentu juga berdampak Berkualitas bagi pemimpinnya. Dengan WTP, mereka Bisa dianggap berhasil menjalankan roda pemerintahan. Itulah modal berharga Buat Lanjut berkuasa atau naik pangkat.
Opini WTP pun menjadi sarana pamer diri bahwa pejabat telah menyelenggarakan pemerintahan yang Bersih dari KKN. Padahal, predikat itu bukanlah jaminan bahwa institusinya steril dari korupsi.
WTP diburu kepala daerah, juga Buat memenuhi salah satu syarat dalam mendapatkan Insentif dari pusat. Kiranya pembeli WTP memegang Kukuh prinsip ekonomi. Bukan apa-apa keluar Doku, yang Krusial dapat cuan.
Bukan Eksis yang salah dari manfaat WTP. Yang salah ialah mereka yang menginginkannya dengan Langkah yang salah. Dengan Langkah membeli, dengan menyuap, bukan dengan mengelola keuangan dan melaporkannya dengan Berkualitas.
Yang mulus terkadang memang Membikin orang lupa diri. Ade Yasin dan Sahabat-Sahabat contohnya. Terpaksa deh mereka berlebaran di Rutan KPK.