KPK Panggil Dirut Pertamina Nicke Widyawati sebagai Saksi Korupsi LNG 2011-2021

Liputanindo.id JAKARTA – Direktur Primer PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam Likuid LNG tahun 2011-2021. Kasus tersebut dengan tersangka mantan dirut Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.

“Hari ini, bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Nicke Widyawati,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (27/10/2023).

Baca Juga:
KPK Buka Kesempatan Periksa Cak Imin di Kasus Korupsi Sistem Perlindungan TKI

Selain Nicke, penyidik KPK juga memanggil dua orang saksi lainnya dalam perkara yang sama, yakni Asisten Spesialis UKP-PPP Akbar Wicaksono dan pegawai SKK Migas Rayendra Sidik.

Cek Artikel:  93 Kaum Cipaku Kota Bogor Diduga Keracunan Makanan

Meski demikian, Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut apakah para saksi telah hadir memenuhi panggilan tim penyidik lembaga antirasuah.

Ali juga belum memberikan informasi mengenai keterangan apa yang akan didalami penyidik dalam pemeriksaan tersebut.

Pada Selasa (19/9/2023) Lampau, KPK mengumumkan Direktur Primer PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan (GKK alias KA) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina tahun 2011-2021.

Perkara dugaan korupsi tersebut diduga berawal Sekeliling tahun 2012. Begitu itu, PT Pertamina Mempunyai rencana pengadaan LNG sebagai alternatif Demi mengatasi defisit gas di Indonesia, seperti dilansir  dari Antara.

Defisit gas di Indonesia diperkirakan terjadi dalam kurun waktu 2009-2040, sehingga diperlukan pengadaan LNG Demi memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia lainnya di Indonesia.

Cek Artikel:  Tinggalkan Banyak PR, ACC 'Tantang' Kapolda Sulsel Baru Tuntaskan Kasus Korupsi yang Mandek

Karen kemudian mengeluarkan kebijakan Demi menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan penyedia LNG di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Perkumpulan.

Karen secara sepihak langsung memutuskan Demi melakukan kontrak perjanjian dengan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh. Karen juga Enggak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.

Selain itu, pelaporan Demi menjadi bahasan di lingkup Rapat Standar Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini Pemerintah, Enggak dilakukan sama sekali. Sehingga, tindakan Karen tersebut Enggak mendapatkan restu dan persetujuan dari Pemerintah Begitu itu.

Buntut keputusan tersebut, kargo LNG Punya PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL menjadi Enggak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi kelebihan pasokan dan Enggak pernah masuk ke Kawasan Indonesia.

Cek Artikel:  Spesialis Psikologi Forensik Ungkap Tersangka 'YA' Kagak Terindikasi Alami Gangguan Jiwa

Kelebihan pasokan tersebut kemudian harus dijual dengan kondisi merugi di pasar Global oleh PT Pertamina Persero.

Perbuatan Karen Agustiawan tersebut menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara Sekeliling 140 juta dolar AS atau Sekeliling Rp2,1 Triliun.

Atas perbuatannya, Karen disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (IRN)

 

Baca Juga:
Ditanya Soal Penangkapan Paksa SYL, Jusuf Kalla: Saya Merasa Prihatin

 

Mungkin Anda Menyukai