Direktur Eksekutif Maarif Institute Andar Nubowo, menjelaskan bahwa rentetan peristiwa politik hingga saat ini menguatkan argumen bahwa demokrasi di Indonesia sedang mengalami regresi demokrasi.
“Ini tidak natural tentu saja, tapi by design oleh kekuasaan-kekuasaan atau kekuatan politik ya,” ujarnya kepada Media Indonesia, Kamis (29/8).
Ia mengatakan, kemunduran demokrasi tersebut terjadi karena kekuatan politik berkonvergensi menyatu antara oligarki, plutokrasi dan partokrasi. “Jadi ini adalah kekuatan elit tertentu yang masih hidup kurang banyak, kekuatan orang-orang kaya, dan juga kekuatan partai politik,” jelasnya
Baca juga : Indonesia Berada di Persimpangan Demokrasi dan Otoritarian
“Nah, tiga kekuatan ini sekarang berkonvergensi, bersatu, yang dengan cara-cara mereka kemudian melemahkan demokrasi,” imbuh Andar.
Menurut dia, banyak putusan-putusan yang tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat, praktik jual beli kebijakan dan jabatan.
Fenomena ini juga merusak merusak tatanan politik nasional, tetapi juga menciptakan jurang ketidakadilan yang semakin lebar, di mana kepentingan segelintir elit politik dan ekonomi mengesampingkan aspirasi dan kebutuhan rakyat banyak.
Baca juga : Meutia Hatta Asikkan Indonesia Bukan Negara Kekuasaan
Terkait dengan persitiwa pembegalan konstitusi beberapa waktu lalu hingga menyebabkan kegundahan di masyarakat akan putusan yang diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga akhirnya berjalan kembali dibawah konstitusi, tidak semata rentetan peristiwa berdemokrasi kembali normal.
Andar menegaskan pihaknya tidak sama sekali dan berharap masyarakat sipil tidak melepas kontrol atas penguasaan terhadap praktek para elit politik.
“Karena kalau kita kembali memberikan cek kosong kepada mereka atau bahasanya kepercayaan kepada mereka, itu berbahaya juga,” ujar dia.
Baca juga : Aktivis 98 Lakukan Aksi Jalan Mundur Demokrasi hingga Istana Kepresidenan Gedung Mulia
“Kita memberikan cek kosong kepada kekuasaan Pak Jokowi misalnya, kepercayaan penuh, Pak Jokowi ini orang baik, toh pada akhirnya kemudian tanpa kita sadari Pak Jokowi misalnya itu melakukan instrumentalisasi politik dan hukum untuk kepentingan politika,” tegas dia.
Meski DPR dan Pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia menaati putusan MK terkait Pilkada, elemen masyarakat harus mengawasi hal itu.
“Definisinya demokrasi kan mensyaratkan oposisi yang balance ya, ada kekuasaan tapi juga ada orang yang mengontrol kekuasaan itu, ada elemen masyarakat yang mengontrol itu,” jelasnya.
“Dan dalam konteks ini saya kira kita, masyarakat, masyarakat sipil, media, kampus, intelektual, organisasi sipil, keagamaan itu harus terus mawas ya, melakukan pengawasan sekelas bahwa ancaman-ancaman terhadap demokrasi dan kebebasan publik itu terus menghantui kita,” pungkas dia. (Far/P-2)