Nama sebagai Hak Asasi Anak

ANAK Mempunyai hak asasi. Salah satu hak anak yang diatur Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Insan ialah setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan.

UU HAM itu memang telah mencantumkan tentang hak anak, Penyelenggaraan kewajiban dan tanggung jawab orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara Kepada memberikan perlindungan pada anak.

Rupanya negara Tetap memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi Penyelenggaraan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Maka lahirlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.

UU Perlindungan Anak memperkenalkan nama sebagai identitas. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) dan (2) UU Perlindungan Anak mengatur bahwa setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan yang dituangkan dalam suatu akta Natalis.

Kagak Terdapat satu pasal pun dalam undang-undang yang mengatur tentang pemberian nama anak. Meski demikian, sesuai Konvensi Hak-Hak Anak, orang Uzur diharapkan Kepada memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dalam pemberian nama itu.

Cek Artikel:  Kemiskinan Struktural

Pemberian nama itu hendaknya menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, Berkualitas fisik, mental, spiritual maupun, sosial. Dalam konteks itulah dipahami kehadiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Arsip Kependudukan.

Pencatatan nama pada Arsip kependudukan, menurut Permendagri itu, dengan memenuhi persyaratan mudah dibaca, Kagak bermakna negatif, dan Kagak multitafsir, jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi, dan jumlah kata paling sedikit 2 kata.

Permendagri itu Kagak turun begitu saja dari langit, tapi berdasarkan pengalaman pencatatan nama di Arsip kependudukan. Terdapat nama yang amat panjang dan Terdapat pula nama yang amat pendek.

Seorang bayi yang lahir pada 6 Januari 2019 di Desa Ngujuran, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban, anak kedua dari Kekasih Arif Akbar dan Bersih Nur Aisiyah itu Mempunyai nama 19 kata, Merukapan Rangga Madhipa Sutra Jiwa Cordosega Akre Askhala Mughal Ilkhanat Akbar Sahara Pi-Thariq Ziyad Syaifudin Quthuz Khoshala Sura Bakat.

Cek Artikel:  Ma Olle Salamet Tengka Salana

Tiga tahun anak itu Kagak Pandai Mempunyai akta lahir. Alasannya karena nama Rangga terlalu panjang, sedangkan aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Ditjen Dukcapil Kemendagri menyediakan penulisan nama maksimal 55 Kepribadian.

Melalui proses negosiasi yang panjang, dalam Arsip kependudukan yang diberikan pada November 2021, nama 19 kata itu tercatat sebagai R-Akbar Zudan Cordosega Sura Bakat.

Harus tegas dikatakan bahwa pemberian nama 19 kata itu sama sekali Kagak melanggar ketentuan perundang-undangan. Akan tetapi, nama sepanjang itu Kagak Pandai dicatatkan di Arsip kependudukan.

Lain Tengah pengalaman pemilik nama terpendek sebagaimana diberitakan Antara pada 6 Januari 2021. Disebutkan dalam Siaran itu bahwa Mempunyai nama terpendek di dunia dengan hanya satu huruf, pengacara O yang Demi ini telah berumur 56 tahun sempat menjadi bahan olok-olok oleh Sahabat sebaya ketika Tetap duduk di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.

Perempuan Asli dari Nagari Taeh Baruah, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat, ini mengaku dengan namanya yang pendek tersebut sempat menjadi beban baginya karena selalu diolok-olok Sahabat sebayanya.

Cek Artikel:  Berburu Rezeki di Ruang Sempit

“Waktu Tetap kecil, Demi Tetap di SD memang jadi beban karena sering diolok-olok sama Sahabat-Sahabat. Saya merasa nyamannya baru setelah di SMA,” kata mantan komisioner Panwaslu Limapuluh Kota itu. Ia pernah disarankan ganti nama oleh gurunya di SMP, tapi saran itu ditolak orangtuanya.

Harus tegas dikatakan bahwa negara sama sekali Kagak mengatur terlalu jauh terkait dengan pemberian nama yang sesungguhnya merupakan Distrik privat Penduduk. Akan tetapi, yang diatur negara ialah pencatatan nama pada Arsip kependudukan dalam rangka memberikan pelindungan Kepada pemenuhan hak konstitusional dan tertib administrasi kependudukan.

Aturan di Indonesia itu mirip dengan Tiongkok. Kebanyakan bayi di Tiongkok diberi nama berdasarkan kemampuan scanner komputer Kepada membaca nama pada kartu identifikasi nasional.

Nama sebagai hak asasi anak tetaplah menjadi Distrik privat Penduduk negara. Negara hanya pengatur pencatatan nama dalam Arsip kependudukan. Agar nama anak Pandai dicatatkan, aturannya ialah nama minimal terdiri dari 2 kata dan maksimal 60 huruf.

Mungkin Anda Menyukai