BERHIMPUN, berkoalisi hendaknya dilakukan dengan dilandasi tujuan yang Jernih dan bermartabat. Yang dimaksud Jernih dan bermartabat ialah tujuan yang Bukan sekadar sama, tapi juga punya daya ikat kepentingan yang kuat, sehingga setiap Member koalisi Bukan gampang menggadaikan Derajat serta muruah koalisi hanya demi kepentingan yang menguntungkan diri masing-masing Member.
Ketika Bukan punya tujuan dan kemauan yang Jernih, juga Bukan dibarengi dengan proses pencapaian tujuan yang terstruktur, koalisi sebesar apa pun Bukan akan menghasilkan sesuatu yang besar dan bermakna. Luarnya tampak besar, tapi dalamnya Nihil. Koalisi seperti itu pada akhirnya hanya menjual kekuatan kuantitatif, alih-alih menawarkan Keistimewaan substantif.
Dalam konteks politik Demi ini, Teladan paling gamblang dari koalisi tanpa isi itu ialah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, Parta Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sejak awal maksud pembentukannya sudah Bukan Jernih. Mereka seperti sekadar berhimpun tanpa konsep, visi dan alur yang Niscaya Kepada menggapai tujuan besar berkoalisi Adalah meraih kekuasaan.
Kekuatan yang sedianya besar itu pada akhirnya hanya menjadi kendaraan, alat, bahkan boneka Kepada kekuatan yang lain. Bukan hal yang perlu ditutup-tutupi Kembali bahwa sedari dibentuk, KIB seolah menjadi tunggangan Istana yang begitu getol menginginkan pemimpin nasional hasil Pilpres 2024 yang Pandai meneruskan model dan gaya kepemimpinan Demi ini.
Istana sepertinya Ingin memanfaatkan ketiadaan figur calon presiden yang kuat di koalisi tersebut sebagai senjata Kepada ‘mendayagunakan’ KIB dalam Pilpres 2024. Artinya, kepentingan pihak lain Bahkan lebih terasa menjadi fondasi pembentukan KIB ketimbang kepentingan mereka sendiri. Karena itu, sudah Niscaya fondasi koalisi itu Ringkih.
Bangunan dengan fondasi yang Ringkih tentu akan mudah limbung. Penghuninya yang juga oportunis gampang tercerai-berai karena setelah melalui proses politik yang begitu Bergerak. Mereka tak Kembali sejalan karena berbeda pilihan. Perbedaan pilihan itu juga dipicu oleh sikap Istana yang gamang dan cenderung main dua kaki. Kaki yang satu mendukung Ganjar Pranowo, tapi kaki lain mendekati Prabowo Subianto.
Kemenduaan Istana itu tecermin pula pada sikap Member KIB. Diawali oleh PPP yang merapat ke kubu PDI Perjuangan, ikut mendukung Ganjar dengan Asa mereka dapat posisi wakil presiden. Lewat, elite-elite PAN kini juga tengah dihinggapi kebimbangan, menyokong Ganjar atau Prabowo. PAN bahkan tanpa malu-malu berkonsultasi ke Presiden Joko Widodo Kepada meminta arahan soal bacapres.
Golkar lebih bingung Kembali. Karena selain dua pilhan bacapres dari eksternal tadi, sejatinya mereka juga Tetap menyimpan misi Kepada mengusung ketua umumnya, Airlangga Hartarto, sebagai capres dari Partai Beringin itu. Mencalonkan Airlangga adalah amanat Musyawarah Nasional (Munas) Golkar 2019 serta Rapimnas Golkar pada 2021 Lewat.
Pada akhirnya, inilah nasib koalisi boneka yang dibangun tanpa kehendak dan tujuan yang bermartabat. Secara formal KIB mungkin Tetap Terdapat, tetapi sesungguhnya mereka sudah bubar jalan. Ambyar.