AKTRIS Ardinia Wirasti mengaku senang Bisa mengeksplorasi emosinya ketika memerankan anak sulung dalam Gambar hidup “Bila Esok Ibu Tiada”. Hal itu dikemukakan Ardinia dan Pengarah adegan Rudy Soedjarwo Demi berbincang dengan Media Indonesia, Jumat (8/11).
“Yang dieksplor sebenarnya banyak sekali ya, karena menariknya di sini, Mas Rudy memberi kami kebebasan penuh Kepada berekspresi,” tutur Ardinia. “Emosinya sederhana, Yakni tentang ‘grief’—atau bagaimana kita hidup dalam duka. Mas Rudy sering bilang, ‘Anda mau buat apa soal emosi ini? Kalau sudah Paham, kasih Paham, dan Diriku akan frame it.’ Dengan begitu, kami Segala ditantang Kepada Betul-Betul menghidupkan Watak.”
Ardinia menambahkan, salah satu elemen yang Membikin aktingnya terasa natural adalah set rumah yang menyerupai rumah keluarga sesungguhnya. “Kami dibebaskan ‘bermain’ di rumah kami, dan eksplorasinya kompleks tapi tetap terasa karismatik,” ungkapnya.
Rudy sebagai Pengarah adegan juga mendukung kedalaman emosi ini dengan proses reading yang intensif. Mereka punya lebih dari sebulan Kepada bongkar pasang adegan—memecah, menyusun ulang, menulis ulang skrip Kepada menemukan dinamika yang pas. “Setiap adegan kami simulasi berkali-kali. Kalau enggak work, ya, rombak Tengah Tamat Betul-Betul membentuk fondasi emosi yang kuat,” Terang Ardinia.
Mengenai emosi yang paling banyak diangkat, Ardinia menjelaskan ekspektasi menjadi fondasi dari rangkaian perasaan yang kompleks dalam Gambar hidup ini.
“Ekspektasi bukan emosi sih sebenarnya, tapi dari situ, muncul berbagai emosi yang memperlihatkan bagaimana para Watak merespon ekspektasi tersebut,” kata Ardinia. Ekspektasi yang tak terpenuhi Bisa membawa penonton masuk dalam situasi yang penuh konflik dan kesedihan.
Di sisi lain, Rudy mengungkapkan harapannya agar Gambar hidup ini Bisa membawa penonton pada rasa kehilangan yang begitu mendalam, bahkan hingga terasa sesak. “Kalau saya sih Mau penonton merasakan duka yang ‘nyesek’. Penyesalan yang bikin sesak. Level sedihnya mungkin Bisa beda-beda tiap penonton, tapi yang saya harapkan adalah munculnya rasa ‘sesak’ itu tadi,” ungkap Rudy.
“Bila Esok Ibu Tiada” Bukan hanya menyajikan drama tentang kehilangan, tetapi juga merangkai spektrum emosi yang kompleks dan dekat dengan kehidupan Konkret. Dengan sentuhan khas Rudy Soedjarwo dan eksplorasi mendalam dari Ardinia Wirasti, Gambar hidup ini diharapkan Bisa menggugah emosi terdalam dari setiap penontonnya. (Z-3)