Menyelamatkan Pesantren

PESANTREN sedang mendapat sorotan. Sorotan yang sayangnya bernada miring akibat perilaku miring sejumlah pemimpin dan pengasuh pondok.

Kasus miring itu kebanyakan berhubungan dengan kekerasan seksual.

Kasus terkini terjadi di Jombang, Jawa Timur. Locusnya di Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, Desa Losari, Kecamatan Ploso. Pelakunya, anak kiai pemimpin pondok itu. Moch Subchi Azal Tsani ialah namanya. Mas Bechi, begitu dia disapa.

Mas Bechi berurusan dengan hukum karena diduga melakukan pencabulan terhadap santriwatinya. Kasus Bechi sebenarnya sudah Pelan, sejak 2019, sejak dia ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi, perkaranya Lanjut mengemuka, tak lain karena dia membangkang dari kewajiban memenuhi panggilan kepolisian Demi diperiksa.

Selama dua tahun Mas Bechi mangkir. Selama enam bulan dia berstatus DPO, buron, hingga akhirnya menyerahkan diri pada Kamis (7/7) malam. Dia menyerah karena terpaksa, bukan sukarela, karena polisi akhirnya unjuk keberanian menggerebek ponpes Demi membekuknya. Dia takluk pada hukum setelah orang-orang yang selama ini melindunginya, termasuk sang Orang Uzur, akhirnya tak berkutik menghadapi ketegasan aparat.

Kalau Akurat, perilaku Mas Bechi Jernih bertentangan dengan moral dan akhlak, dua hal yang menjadi bagian Istimewa dalam kultur dan pendidikan di pesantren. Perilaku itu terang bertentangan dengan Kebiasaan hukum, sesuatu yang juga menjadi bagian Krusial dalam pembelajaran di pondok. Kita tunggu saja konsekuensi hukum yang bakal dia terima.

Cek Artikel:  RUU Basah di Jalur Segera

Penyimpangan yang dipertontonkan Mas Bechi, juga oleh mereka yang membentenginya, memang tanggung jawab pribadi. Tetapi, mau Bukan mau, suka Bukan suka, ia memercikkan aib, mengotori nama Bagus pesantren.

Ponpes ialah tempat yang mulia, tetapi belakangan kerap menguar noda dari orang-orang yang mengelolanya. Kasus Mas Bechi bukanlah yang pertama. Sebelumnya sering kita baca, kerap kita dengar, perbuatan sesat serupa.

Tetap hangat dalam memori publik bagaimana Herry Irawan terbukti memerkosa 13 santriwatinya. Di PN Bandung, Jawa Barat, dia divonis hukuman seumur hidup di tingkat pertama, Lewat diganjar hukuman Tewas dalam putusan banding.

Tindakan bejat terhadap santri juga terjadi di Banyuwangi, Tasikmalaya, Cilacap, Depok, Lampung, dan di beberapa tempat lainnya.

Bahkan, jauh sebelumnya, selama 2011 sedikitnya 100 santri putra dan putri menjadi korban kebiadaban. Data itu diungkapkan Absah Resources Center Demi Keadilan Jender dan HAM Jawa Tengah. Kejadiannya di Wonogiri, Semarang, Klaten, Batang, Patio, Solo, Temanggung, dan Jepara. Sungguh memprihatinkan.

Para santri yang nyantrik Demi mendapatkan ilmu Religi, pendidikan moral, dan akhlak, Bahkan menjadi korban perilaku sesat. Perilaku yang bertentangan dengan Religi, moral, dan akhlak.

Cek Artikel:  Jokowi dan Kita

Prinsip sami’na wa athona dimanfaatkan oknum-oknum pesantren Demi melampiaskan nafsu bejat mereka. Padahal, tradisi mendengar dan Taat itu hanya Demi kebaikan, bukan keburukan.

Tradisi ngalap berkah atau tabaruk yang Sebaiknya menjadi voluntary action santri Demi menyempurnakan ilmu Religi yang dipelajari juga diselewengkan oleh para penghamba syahwat. Hal ini, misalnya, terjadi di Pamekasan, Madura. Korbannya, dua santri yang Tetap di Rendah umur. Pelakunya, pemilik ponpes.

Sudah begitu parahkah pesantren? Terlalu berlebihan kiranya Konklusi seperti itu. Kekerasan seksual memang terjadi di cukup banyak pesantren, tetapi teramat sedikit kalau dibandingkan dengan jumlah pesantren yang Eksis. Dari data Kementerian Religi, Eksis 26.975 pesantren di Indonesia per Januari 2022. Jawa Barat penyumbang terbanyak, yakni 8.343 pondok atau Sekeliling 30,92% dari total pesantren nasional.

Tetap jauh lebih banyak pengasuh pesantren yang Bagus ketimbang yang jahat. Kasus yang sama pun juga terjadi di institusi pendidikan Religi lain. Tetapi, terlalu naif juga kiranya Kalau kita menyikapi fenomena kasus-kasus kekerasan seksual di pesantren sebagai hukum alam semata. Hukum bahwa Eksis yang Bagus Eksis yang Bukan Bagus. Harus Eksis upaya keras, eskstrakeras, agar aib tak Lanjut mengalir dari pondok.

Cek Artikel:  PPP Terpental setelah 10 Pemilu

Tindakan tegas Kementerian Religi mencabut izin Ponpes Shiddiqiyyah kiranya Akurat dilakukan. Akan tetapi, yang lebih Krusial ialah bagaimana memastikan kekerasan seksual tak Kembali menodai kesucian pesantren. Pengetatan dalam memberikan izin dan pengawasan ketika pondok beroperasi tak Kembali Dapat dikompromikan.

Pesantren bagian Krusial dari sejarah bangsa ini. Ia dilahirkan oleh para tokoh besar, para pejuang, yang dalam perkembangannya melahirkan tokoh-tokoh bangsa hingga sekarang.

Menlu RI 1988-1999 Ali Alatas, Menko Polhukam Mahfud MD, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa ialah sedikit Teladan alumni pesantren yang menjadi orang. Tentu Eksis juga budayawan Cak Nun yang sempat mencecap ilmu di pesantren. Tak ketinggalan penulis novel tenar Ayat Ayat Asmara dan Ketika Asmara Bertasbih, Habiburrahman El Shirazy, dan pengarang Negeri 5 Menara, Ahmad Fuadi.

Pesantren ialah aset besar bangsa dalam membangun peradaban bangsa. Ia harus tetap eksis sebagai ladang persemaian para Pandai pandai yang saleh. Ia harus diselamatkan dari rongrongan para musang berbulu ayam, para serigala berbulu domba.

Mungkin Anda Menyukai