Manajemen Gagap di Pelabuhan Merak

MUDIK bukanlah aktivitas baru bagi masyarakat Indonesia. Sejak dahulu, ritual yang sudah menjadi budaya itu setiap tahun dilakukan demi merayakan Lebaran di kampung halaman tercinta. Hanya pandemi covid-19 yang mampu membuat budaya mudik sempat tertahan.

Karena itu, sesungguhnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk gagal dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan yang bisa terjadi selama musim arus mudik dan balik. Kegagalan tahun sebelumnya semestinya menjadi pelajaran sehingga tak terulang. Sebaliknya, kesuksesan penyelenggaraan sebelumnya harus dilanjutkan dan lebih ditingkatkan.

Tak mudah memang mengelola perjalanan dan pergerakan dari ratusan juta orang yang melakukan perjalanan mudik. Apalagi, tahun ini jumlah pemudik diperkirakan mencapai 193,6 juta orang, meroket daripada jumlah tahun lalu sebanyak 123,8 juta orang. Itu jumlah yang sangat besar karena mencapai 71% dari jumlah penduduk Indonesia.

Akan tetapi, semestinya semua bisa dipersiapkan, dapat disiagakan sejak awal. Dari prediksi jumlah pemudik tersebut sejatinya bisa dirinci menjadi lebih detail perihal moda transportasi apa saja yang digunakan, daerah mana saja yang menjadi tujuan mudik, kapan puncak arus mudik bakal terjadi, dan lain-lain.

Cek Artikel:  Kisah Pilu Sistem Pemilu

Dengan demikian, pemerintah sebagai regulator bisa pula memperkirakan titik mana saja yang jadi biang kemacetan atau faktor apa saja yang menjadi penyebab kemampatan. Kalau itu sudah diketahui, strategi antisipasi dan skenario-skenario jalan keluar pun bisa disiapkan sedari dini.

Maka dari itu, wajar bila publik menjadi gusar mendengar masih saja terjadi kemampatan yang luar biasa akibat antrean ribuan kendaraan di Pelabuhan Merak, Banten, pada arus mudik kali ini. Penumpukan penumpang dan kendaraan yang akan menuju Sumatra itu menyebabkan kemacetan selama berjam-jam yang mengular hingga 10 kilometer di Tol Jakarta-Merak.

Menurut PT ASDP Indonesia Ferry (persero), penyebab penumpukan itu ialah 7.300 mobil pemudik yang nekat datang ke pelabuhan meski mereka belum mengantongi tiket penyeberangan. Sebelumnya, pihak ASDP sudah menginformasikan penjualan tiket feri hanya melalui daring dan untuk keberangkatan 6-7 April 2024, tiket sudah habis terjual.

Cek Artikel:  Napas Panjang Pejuang Lingkungan

Kejadian itu seperti mengulang kacaunya manajemen arus mudik di Pelabuhan Merak pada musim mudik Lebaran 2022. Demi itu, jumlah pemudik juga meluap setelah pada dua tahun sebelumnya mudik sempat dibatasi, bahkan dilarang karena pandemi. Begitu jumlah pemudik melonjak, pemerintah, pengelola pelabuhan, kepolisian, semua tergopoh-gopoh dan terlambat mencari jalan keluar.

Kini kejadian hampir sama terulang. Penumpukan kembali tak terelakkan. Akan tetapi, apakah kemacetan dan penumpukan pemudik di Merak kali ini memang semata disebabkan ketidaktaatan pemudik, seperti yang dilaporkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kepada Presiden Joko Widodo? Atau, lagi-lagi itu terjadi karena ketidakmampuan regulator mengantisipasi lonjakan jumlah pemudik dan kendaraan? Pertanyaan-pertanyaan itu mesti mendapatkan jawaban yang jelas dan tuntas.

Tak adil kalau hanya menyalahkan pemudik, tanpa melihat fakta bahwa di sisi lain pemerintah kelihatan tergagap tak memiliki manajemen alternatif skenario antisipasi. Pun, pihak ASDP yang tidak sigap dengan kemungkinan membeludaknya pemudik.

Cek Artikel:  Dalih Menakutkan dari Jokowi

Mengapa, misalnya, armada kapal tidak ditambah? Mengapa tiket tidak diperbanyak? Atau mengapa kapal tidak bisa meniru cara kereta api yang selalu menyediakan kereta sapu jagat untuk mengangkut pemudik yang belum kebagian tiket? Lumrah jika pertanyaan-pertanyaan itu banyak dilontarkan publik ke pemerintah dan pengelola pelabuhan. Itu bukti saking geramnya mereka menyaksikan kemacetan yang luar biasa.

Di luar soal manajemen arus mudik, Pelabuhan Merak juga selayaknya berbenah cepat. Dengan jumlah perjalanan yang amat tinggi di Merak, tujuh dermaga yang ada memang tidak mampu meng-cover musim-musim padat, seperti liburan dan mudik. Pemerintah juga perlu memikirkan pembangunan pelabuhan baru sebagai alternatif selain Pelabuhan Ciwandan di Cilegon.

Tetapi, untuk jangka pendek, kita mendesak kepada pemerintah dan pengelola agar segera memperbaiki manejemen arus di Merak karena sebentar lagi mereka akan menghadapi tantangan arus balik. Jangan sampai neraka kemacetan pada arus mudik terulang di arus balik. 

Mungkin Anda Menyukai