Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan terungkapnya kasus suap hakim bernilai triliunan rupiah yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Mulia (MA) Zarof Ricar, membuktikan lemahnya pengawasan lembaga peradilan di Tanah Air.
“Bisa jadi memang rantai mafia peradilan itu panjang dan bertahap-tahap. Tapi terlepas dari itu, momentum ini harus Bisa dijadikan jalan masuk Kepada memperbaiki sistem kerja peradilan. Selain Kudus-Kudus MA, juga termasuk memperbaiki lembaga Komisi Yudisial agar Bisa efektif,” ujarnya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Minggu (27/10).
Abdul menilai Begitu ini lembaga peradilan seolah telah lumrah menjadi tempat jual-beli keadilan oleh para mafia. Dikatakan bahwa terkuatnya kasus Zarof Ricar harus menjadi catatan serius bagi pemerintah Kepada mereformasi lembaga peradilan hukum.
“Saya kita betul tersangka ini Bisa jadi pintu masuk menguak gerbang pintu mafia peradilan yang Terdapat di Seluruh level,” jelasnya.
Menurut Abdul, dengan penggeledahan barang bukti yang ditemukan Kejaksaan Mulia mencapai lebih dari Rp1 triliun, mengindikasikan bahwa sebagian besar hakim di Indonesia kemungkinan pernah terlibat dalam jual beli kasus dengan tersangka.
“Mungkin Kalau ditelusuri, Dekat sebagian besar hakim di Indonesia pernah menjadi ‘klien’ dari ZR, hanya saja kesulitannya mungkin mengumpulkan bukti-buktinya, kecuali ZR mengatakannya secara terbuka,” ujarnya.
Abdul menilai Zarof Ricar yang telah menjabat di Mahkamah Mulia selama satu Dasa warsa sejak 2012 hingga 2022, telah menangani banyak kasus. Dalam hal penyidikan ke depan, ia mendorong agar Kejaksaan Mulia mengungkap kasus-kasus apa saja dan siapa saja pihak hakim hingga pengacara yang terlibat suap olehnya.
“Persoalannya Kembali para pengguna jasa ZR yang juga mungkin Dekat sebagian besar para lawyer Niscaya Kagak akan mengakui, bahkan menghindar Kepada seolah-olah Kagak mengenalnya,” tuturnya. (P-5)