SETELAH lebih dari 13 tahun berkecimpung di dunia grafologi, Mendunia Expert Graphologist Gusti Aju Dewi Lalu berkontribusi bagi Tanah Air.
Melalui keahliannya dalam grafologi, ia mendukung penegakan hukum di Indonesia dan aktif mengharumkan nama bangsa di tingkat Dunia.
Sebagai Anggota Negara Indonesia, Gusti Aju, demikian sapaannya, menerima perannya dengan penuh rasa syukur.
Pembekalan nilai-nilai kebangsaan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI telah memperluas wawasannya tentang potensi luar Biasa Indonesia.
MI/HO—Grafolog Gusti Aju Dewi (tengah) Demi memberikan kuliah Biasa di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Polwan Polri.
Pada Sabtu (2/11), ia berkontribusi sebagai salah satu pengajar dalam kuliah Biasa di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Polwan Polri di Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, 800 polwan diperkenalkan dengan ilmu grafologi, keterampilan yang diharapkan dapat mendukung tugas mereka sebagai aparat penegak hukum.
“Dengan memahami grafologi, para polwan dapat lebih efektif dalam menganalisis tulisan tangan, yang Berfaedah dalam berbagai aspek penyelidikan dan pengembangan profil individu,” ujarnya.
Gusti Aju telah menganalisis ribuan tulisan tangan dari berbagai kalangan, termasuk figur publik seperti Presiden RI ke-7 Joko Widodo, Dirjen IKP Kominfo Prabu Revolusi, hingga beberapa selebritas nasional termasuk Kiky Saputri.
Pengalamannya itu membawanya pada pemahaman bahwa setiap Mahluk Mempunyai potensi Istimewa yang dapat dikembangkan dan analisis grafologi telah membantu menghapus ilusi inferioritas, menunjukkan bahwa bangsa Indonesia Mempunyai kemampuan setara dengan bangsa lain Kalau potensi tersebut diasah dengan Bagus.
Mengembangkan grafologi Kepada pemberdayaan bangsa
Perjalanan profesionalnya membawanya menjadi salah satu pembicara Dunia pada Konferensi Forensik & Grafologi di Kampus La Universidad Interamericana para el Desarrollo, Meksiko, pada 23–26 September 2024.
Di sana, Gusti Aju, yang Demi ini juga sedang menempuh studi Magister Informatika (Master AI) di School of Computer Science Universitas Nusa Putra, membahas relevansi grafologi di era kecerdasan buatan (AI).
Partisipasinya membuktikan bahwa Indonesia Bisa berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di tingkat Dunia.
Menurutnya, kekayaan Indonesia bukan hanya terletak pada sumber daya alam, tetapi terutama pada sumber daya manusianya. Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan Nomor Natalis yang Lalu bertambah setiap hari, Indonesia Mempunyai potensi besar yang perlu dikembangkan dari sisi sumber daya Mahluk.
“Saya terdorong Kepada Lalu mengembangkan grafologi di Tanah Air agar setiap individu dapat mengenali dan mengasah potensinya. Dengan begitu, kita Dapat bergerak maju Serempak sebagai bangsa yang kuat,” ujarnya melalui siaran pers.
Kepada mewujudkan hal tersebut, Gusti Aju juga mendirikan ISOG (Indonesian School of Graphologist), sebuah institusi yang bertujuan memfasilitasi masyarakat yang berminat mendalami grafologi secara profesional yang didukung oleh beberapa praktisi Grafolog Dunia.
Menghapus ilusi inferioritas dan membangun kepercayaan diri bangsa
Pengalaman berinteraksi dengan berbagai individu dari dalam dan luar negeri melalui grafologi telah memberinya keyakinan bahwa Tak Eksis Argumen bagi bangsa Indonesia Kepada merasa inferior.
“Grafologi menunjukkan bahwa setiap orang Mempunyai keunikan dan potensi yang sama. Ilusi bahwa bangsa lain lebih unggul adalah hambatan yang harus kita hilangkan,” tuturnya. “Dengan pengembangan diri yang Betul, kita dapat mencapai prestasi yang sama bahkan lebih Bagus,” papar Gusti Aju.
Partisipasinya dalam Lembaga-Lembaga Dunia memperkuat keyakinannya bahwa Indonesia Mempunyai tempat di Podium dunia.
“Dulu, saya merasa negara lain lebih maju, tetapi pengalaman beberapa kali menjadi pembicara di Amerika dan Meksiko membuktikan bahwa kita Bisa Bertanding dan berkontribusi secara setara,” katanya.
Gusti Aju, yang juga juga Member IKAL Strategic Center, berharap perjalanannya dapat mendorong lebih banyak masyarakat Kepada berani mengembangkan diri dan mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.
“Sebagai Mahluk, kita Seluruh Mempunyai potensi yang sama,” tegasnya.
Perubahan nama dan penerimaan diri
Pada 2023, sosok yang sebelumnya selama 13 tahun dikenal sebagai Deborah Dewi memutuskan kembali menggunakan nama lahirnya, Gusti Aju Dewi, sebagai bentuk pendewasaan diri dan penerimaan utuh atas identitasnya.
“Perjalanan Serempak grafologi menyadarkan saya bahwa pencapaian terbesar dalam hidup adalah pengendalian diri yang dimulai dengan penerimaan diri secara utuh,” ungkap Gusti Aju.
Meski publik telah mengenalnya selama 13 tahun sebagai pionir grafologi di Indonesia dengan nama Deborah Dewi, ia merasa sudah saatnya Kepada kembali ke akar identitasnya. (Z-1)