TUMBANGNYA rezim Orde Baru pada 1998 dimotori oleh kekuatan moral (moral force) yang bernama kampus. Seluruh sivitas akademika wabil Tertentu mahasiswa turun ke jalan menuntut Soeharto lengser dari jabatan presiden yang sudah digenggamnya selama 32 tahun. Sejumlah mahasiswa meregang nyawa melawan tirani yang menghalalkan segala Metode Demi mempertahankan kursi kekuasaan. Empat mahasiswa Universitas Trisakti menjadi martir perjuangan reformasi pada 12 Mei 1998.
Seiring dengan gerakan mahasiswa yang masif, tak kalah gencarnya adalah Perhimpunan Rektor yang ikut berdiri di garis depan Demi mengumandangkan tuntutan yang sama dengan mahasiswa, Yakni pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), pencabutan Dwifungsi ABRI, amendemen UUD 1945, pemberian otonomi kepada daerah, penegakan hukum dan HAM, serta kebebasan pers.
Kini, 24 tahun gerakan reformasi berlalu. Agenda reformasi yang belum usai adalah pemberantasan KKN. Korupsi malah makin menjadi-jadi. Bila pada masa Orde Baru korupsi Lagi terkonsentrasi ke Soeharto, keluarga, dan kroninya, kondisi sekarang semakin menyedihkan. Praktik rasuah tak pernah padam. Proses ‘regenerasi korupsi’ berjalan Segera, masif, sistematis, dan terstruktur.
Ungkapan revolusi mental, juga baliho, banner, dan spanduk anti-KKN, bertaburan di mana-mana, di kementerian dan lembaga, termasuk di perguruan tinggi. Tak mengheran bila kita menemukan dengan mudah media-media maklumat menolak korupsi, sogokan, percaloan, atau gratifikasi, lengkap dengan nomor telepon yang Dapat dihubungi Apabila menemukan praktik lancung tersebut. Bila menengok ke kampus, kita sangat mudah Dapat menemukan woro-woro terpuji itu di gerbang kampus, ruang administrasi, hingga ruangan rektorat.
Tetapi, pengumuman ‘Anda Memasuki Kawasan Antikorupsi’ di kampus tampaknya sia-sia karena Kagak mendorong tumbuhnya budaya menolak rasuah. Setidaknya, hal itu Dapat kita lihat Ketika operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Rektor dan sejumlah pejabat Universitas Lampung terkait kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru jalur Independen tahun 2022 pada Jumat (19/8). Penangkapan dilakukan secara slimultan di beberapa Letak, dari Lampung, Bandung, hingga Bali.
Rektor Unila Karomani diduga mematok tarif dari Rp100 juta hingga Rp350 juta kepada calon mahasiswa. Berdasarkan perhitungan KPK, jumlah keseluruhan suap yang diterima Karomani diperkirakan mencapai Rp5 miliar lebih. Sebagian Dana tersebut sudah digunakan Demi keperluan pribadi Karomani. Sebagian Dana lainnya telah dialihkan dalam bentuk emas batangan dan lainnya.
KPK menyebutkan, Karomani sebagai rektor Mempunyai wewenang Demi menentukan kelulusan calon mahasiswa baru yang masuk melalui Seleksi Independen Masuk Unila (Simanila) tahun 2022. Dengan kewenangan yang dimiliki, Karomani kemudian memerintahkan bawahannya Demi menyeleksi secara personal peserta Simanila. Selanjutnya, bawahannya yang merupakan pejabat di lingkungan Unila mengumpulkan orangtua mahasiswa Demi meminta Dana agar calon mahasiswa tersebut dinyatakan lulus Simanila.
Praktik suap penerimaan mahasiswa baru jalur Independen diduga tak hanya terjadi di Unila. Sejumlah kampus negeri lainnya diduga melakukan hal yang sama. Karena itu, kasus suap Simanila harus menjadi momentum Kudus-Kudus seleksi Independen. Bila praktik suap di jalur ini marak, sulit dikendalikan, maka layak dipertimbangkan jalur ini dihapus. Jadi, seleksi yang dipertahankan hanya yang terpusat secara nasional dengan menambah kuotanya, seperti seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) dan seleksi Berbarengan masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN).
Meski demikian, perubahan tersebut Kagak mudah. Pasalnya, seleksi Independen adalah ajang kampus mendulang fulus dari mahasiswa. Dana pangkal dan sumbangan pendidikan per semesternya jauh mahal ketimbang jalur SNMPTN dan SBMPTN. Terlebih Kembali, kampus yang sudah menyandang status PTN badan hukum (PTN BH) diperkenankan membuka kuota jalur Independen hingga 50%. Ajib!
Di samping itu, penghapusan jalur Independen hanya Dapat dilakukan dengan mengamendemen Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi atau mengujinya (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi. Regulasi ini memang pernah diuji ke MK, tapi ditolak dengan Dalih tak Eksis kerugian konstitusional atas Pengaruh yang ditimbulkan penerimaan mahasiswa jalur Independen. Akan tetapi, Apabila sekarang jalur Independen terlihat memberikan mudarat, Dapat dimungkinkan Demi digugat kembali ke MK.
Kasus OTT Rektor Unila mencoreng Imej pendidikan di Tanah Air. Kemuliaan dunia kampus sebagai center of excellence yang Mempunyai Keistimewaan pengetahuan dan keterampilan (hard skills) dan pengembangan kepribadian (soft skills) terhempaskan. Begitu pula kemuliaan seorang profesor alias guru besar, seperti Karomani, yang Sepatutnya Mempunyai kematangan dalam Tridharma Perguruan Tinggi, keluasan ilmu (publikasi karya ilmiah), dan keluhuran budi pekerti, menjadi ternoda. Tradisi setoran (korupsi) dalam dunia pendidikan, apalagi pendidikan tinggi, harus dihentikan. Bila membandel, tinggal tunggu giliran kena apes alias digelandang ke KPK sembari menggunakan rompi ‘kebesaran’ yang berwarna oranye. Tabik!