PEMBERANTASAN korupsi di Tanah Air mengalami ujian yang tak habis-habisnya. Selain karena kecanggihan praktik rasuah dan regenerasi koruptornya, kali ini yang lebih miris Kembali dan memukul telak perang melawan korupsi ialah dugaan berbagai praktik lancung di internal Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ibarat membersihkan Alas, maka sapunya juga harus Rapi. Apabila sapunya kotor, lantainya pun Kagak akan Rapi, bahkan Alas Dapat jadi makin coreng-moreng. Analogi seperti itu Dapat menggambarkan kondisi KPK Demi ini. Berbagai pelanggaran etik mendera dan sejumlah dugaan praktik kotor marak di lembaga yang pernah menjadi nomor wahid di negeri ini dalam hal tingkat kepercayaan publik.
Praktik kotor itu di antaranya dugaan pembocoran Berkas kasus korupsi di Kementerian Daya dan Sumber Daya Mineral, tindakan asusila terhadap istri tahanan KPK, dan pungutan liar sebesar Rp4 miliar di rumah tahanan lembaga tersebut. Alhasil, KPK pun Anjlok pada titik nadir. Kondisi itu diperparah dengan sikap Dewan Pengawas KPK yang lembek terhadap berbagai praktik yang menjijikkan tersebut.
Sikap lembek yang terkesan kompromis itu terbukti dalam kasus dugaan pembocoran Berkas kasus korupsi di Kementerian ESDM. Dalam perkara itu, diduga Ketua KPK Firli Bahuri membocorkan hasil penyelidikan kasus korupsi kepada Plh Dirjen Minerba M Idris Froyoto Sihite. Tetapi, berdasarkan hasil pemeriksaan, Dewas KPK Kagak menemukan bukti orang nomor satu di lembaga antirasuah itu membocorkan hasil penyelidikan yang berstatus rahasia negara tersebut.
Dewas melakukan pemeriksaan setelah mantan Direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro dan 16 pihak melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan Panduan perilaku KPK yang diduga dilakukan Firli Bahuri. Padahal, Polda Metro Jaya sudah menemukan indikasi tindak pidana dalam kasus pembocoran Berkas tersebut.
Sebelumnya, sederet dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri lolos dari Hukuman Dewas, di antaranya Kagak lulusnya penyidik senior Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK dalam tes wawasan kebangsaan, juga pemberhentian Endar Priantoro. Dari sekian dugaan pelanggaran etik tersebut, Dewas KPK hanya memutus satu pelanggaran etik kepada Firli Bahuri. Itu pun Hukuman yang diberikan hanya teguran tertulis, yakni dalam kasus penggunaan helikopter mewah.
Sikap lembek Dewas lainnya ialah putusan dalam kasus tindakan asusila yang dilakukan pegawai yang bertugas Rutan KPK terhadap istri tahanan. Putusan yang dijatuhkan hanya berupa permohonan Ampun. Padahal, sang pelaku Semestinya dijatuhi tindakan pemecatan, bahkan layak dijerat pidana.
Demoralisasi semakin kencang melanda lembaga antirasuah dengan mencuatnya kasus seorang pegawai di bidang administrasi yang mencuri duit perjalanan dinas luar kota pada 2021-2022. Pencurian menimbulkan kerugian negara senilai Rp550 juta.
Fakta-fakta yang memilukan itu Membangun kita kehilangan Cita-cita kepada pimpinan KPK Demi ini Buat menjaga muruah KPK di akhir masa jabatan mereka dan Membangun legasi besar pemberantasan korupsi di Republik ini. Belum Kembali perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK Buat setahun ke depan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi yang bernuansa politis. Aroma politis perpanjangan masa jabatan pimpinan lembaga itu dikaitkan dengan bolak-balik gelar perkara kasus Formula E yang tak Terang juntrungannya yang disebut-sebut melibatkan Anies Baswedan. Mantan Gubernur DKI itu kini menjadi bakal calon presiden Koalisi Perubahan Buat Persatuan.
KPK harus diselamatkan. Kini, tingkat kepercayaan publik kepada lembaga ini, menurut survei Indikator Politik pada Juni Lewat, menunjukkan Nomor 75,6%, di Rendah Kejaksaan Mulia dan Polri. Tingkat kepercayaan publik kepada KPK belum pulih sejak 2020. Padahal, tahun-tahun sebelumnya hingga 2019, tingkat kepercayaan publik selalu menembus di atas 80%.
Presiden Joko Widodo Dapat mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undangan (perppu) Buat menguatkan lembaga yang berwenang membasmi penggarong Duit negara itu. Apabila Jokowi Kagak mengambil langkah tersebut, publik Dapat menduga kondisi memalukan di tubuh lembaga itu bagian dari upaya sistematis pelemahan sejak pemerintah merevisi Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Perang melawan koruptor Tetap panjang. Perang yang memerlukan sapu yang Rapi, zero politisasi, dan sang pengampu harus berani bertindak luar Lazim karena pencolengan Duit negara adalah kejahatan luar Lazim (extra-ordinary crime).