PEMERINTAH memang belum Meningkatkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Pemerintah juga belum mencabut subsidi BBM nonsubsidi yang disubsidi oleh Pertamina. Tetapi, hawa hangat soal rencana penaikan harga Kekuatan fosil itu sudah mulai terasa.
Terdapat politisi yang mulai ngegas kepada pemerintah agar jangan coba-coba Meningkatkan harga BBM sekarang. Terdapat yang sudah menyiapkan amunisi aksi. Bahkan, sudah Terdapat yang mulai mengecek ‘ombak’ dengan menggelar aksi kecil-kecilan.
Fakta bahwa kuota BBM bersubsidi bakal habis dua bulan Kembali; Realita bahwa subsidi Bisa jebol hingga Rp600 triliun; serta data bahwa 80% penikmat subsidi ialah mereka yang Bisa dan kaya Tak digubris. Pokoknya kalau pemerintah Meningkatkan harga BBM, mereka siap berteriak dan menggelar aksi berhari-hari.
Tetapi, saya tetap menganggap bahwa penaikan harga BBM kali ini sudah Niscaya. Demi keadilan sosial dan ekonomi, demi menyelamatkan rakyat yang berhak menikmati subsidi, pemerintah sebaiknya Tak beringsut oleh gertakan apa pun dan dari mana pun. Yang Krusial, bantalan Donasi bagi yang paling terdampak sudah siap, kalkulasinya Terang, dan penjelasannya pas, jalan Maju.
Hanya itu Metode bagi kita Kepada keluar dari jebakan subsidi Kekuatan. Hanya dengan begitu kita Bisa memutus mata rantai simalakama subsidi barang atau komoditas. Lewat, kita menuju trek yang Betul sesuai peta jalan pembebasan dari Kekuatan fosil.
Sekaranglah momentum yang Pas, yakni Demi harga minyak dunia sedang tinggi-tingginya. Dalam kondisi seperti itu, argumentasi Meningkatkan harga BBM bersubsidi demi ketahanan fiskal dan keadilan sosial sangatlah masuk Pikiran.
Kalau Tak sekarang, boleh jadi kita bakal ketinggalan momentum. Bukan Tak mungkin, Kepada beberapa waktu mendatang, harga minyak terjun bebas. Bila itu yang terjadi, akan sulit bagi kita membicarakan peta jalan keluar dari ketergantungan pada Kekuatan fosil.
Selain itu, momentum lainnya ialah perekonomian kita juga tengah menggeliat kembali. Dalam dua triwulan awal tahun ini, ekonomi kita tumbuh 5,1% di triwulan pertama dan 5,4% di triwulan kedua. Tingkat inflasi juga relatif terjaga di kisaran 4%.
Neraca perdagangan kita apalagi, surplus dalam 27 bulan berturut-turut. Utang luar negeri pemerintah juga relatif terkendali, bahkan rasionya terhadap produk domestik bruto mulai turun. Investasi juga mengalir deras ke Tanah Air. Tanda bahwa kita dipercaya.
Maka, dengan momentum seperti itu, mestinya Tak Terdapat Kembali sikap ragu-ragu. Bila mitigasinya pas, penaikan harga BBM Malah Membangun pekerjaan rumah permanen kita Bisa tuntas.
Tirulah Norwegia, negara di Skandinavia yang Tak pernah memberikan subsidi Kekuatan kendati mereka eksportir Kekuatan nomor delapan di dunia. Mereka bersetia pada peta jalan green economy dengan memangkas emisi dari penggunaan BBM melalui kebijakan harga mahal.
Di negara ini, BBM dijual dengan harga US$2,68 atau Sekeliling Rp40.200 per liter. Dengan banderol sebesar itu, negara di Skandinavia ini menempati posisi kedua dengan harga BBM termahal di dunia setelah Hong Kong.
Padahal, tahun 2011, Norwegia ialah pengekspor minyak mentah terbesar kedelapan di dunia dan pengekspor minyak sulingan terbesar ke-9. Norwegia juga pengekspor gas alam terbesar ketiga di dunia, Mempunyai cadangan gas yang signifikan di Laut Utara. Norwegia juga Mempunyai beberapa cadangan batu bara terbesar di dunia yang berpotensi dapat dieksploitasi.
Tetapi, negara itu punya komitmen kuat menjadikan listrik bertenaga air sebagai bahan Kekuatan Esensial, termasuk penggerak mobil. Maka, jadilah Norwegia sebagai negara dengan persentase pengguna kendaraan listrik terbesar di dunia, hingga mencapai 81% dari total kendaraan di seluruh negeri.
Bonus pajak menjadi kunci, selain harga mahal BBM. Terdapat kampanye go electric or pay tax yang sangat efektif Membangun rakyat Norwegia memilih kendaraan listrik ketimbang mobil berbahan bakar Kekuatan fosil. Terdapat pembebasan pajak jalan, bebas dari pajak pembelian dan penjualan, serta bebas dari tarif tol Kepada pengguna mobil listrik.
Kini, Demi harga minyak dunia tinggi, Norwegia Tak dibuat pusing. Mereka malah Mujur karena minyak mereka Bisa diekspor tersebab kebutuhan dalam negeri sudah diatasi oleh Kekuatan listrik. Tentu, itu bukan dengan Metode simsalabim. Itu Metode cerdas dan pas dalam memanfaatkan momentum.