Gontor

GONTOR ialah nama sebuah desa yang berada di Kecamatan Mlarak, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Namanya menjulang ke seantero negeri sejak tiga bersaudara, yakni KH Ahmad Sahal, KH Zainuddin Fanani, dan KH Imam Zarkasyi, mendirikan pondok pesantren (ponpes) di desa itu.

Ketiganya memberi nama Ponpes Modern Darussalam Kepada lembaga pendidikan berbasis Islam yang didirikan pada 20 September 1926 itu. Tetapi, nama Ponpes Gontor jauh lebih dikenal, melampaui nama Ponpes Modern Darussalam.

Begitulah galibnya. Sejumlah ponpes besar bahkan sengaja mengambil nama Letak berdirinya pondok sebagai Predikat. Ponpes Tebuireng, Jombang, dan Ponpes Lirboyo, Kediri, misalnya.

KH Hasyim Asy’ari sengaja menjadikan Tebuireng, sebuah dusun kecil di Area Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kepada menamai pondok yang ia dirikan. Pun dengan KH Abdul Karim yang menjadikan Desa Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kediri, sebagai nama ponpes yang ia dirikan.

Keterkaitan antara sebuah ponpes dan nama Letak tentu bukan sebuah kebetulan belaka. Terdapat spirit kesadaran sosial dan spiritual dari ponpes itu memberikan kontribusi positif pada lingkungan Sekeliling. Terdapat vibrasi positif yang hendak disemai kehadiran sebuah ponpes di daerah itu.

Cek Artikel:  Teror Sekarung Kobra

Niat Berkualitas yang dikerjakan dengan Berkualitas itu membuahkan hasil. Dari rahim Ponpes Tebuireng, kelak lahir Presiden Abdurrahman Wahid. Dari Ponpes Lirboyo, muncul sejumlah ulama berpengaruh seperti KH Said Aqil Siradj.

Dari Ponpes Gontor, apalagi. Banyak intelektual, ulama, pemimpin ormas, birokrat, hingga sastrawan lahir dari Kawasan candradimuka pionir ponpes modern itu. Terdapat cendekiawan Nurcholish Madjid, mantan Ketua Biasa PBNU KH Hasyim Muzadi, mantan Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, sastrawan Emha Ainun Nadjib, mantan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid, mantan Wakil Menlu AM Fachir, dan Tetap banyak Kembali.

Jadi, kontribusi ponpes itu jauh melampaui niat awal para pendiri yang ‘hanya’ Ingin memberi Definisi positif bagi lingkungan Sekeliling. Sebagian besar santri meyakini capaian itu Tak lepas dari barokahnya para kiai, Berkualitas pendiri pondok maupun para penerusnya.

Kepada itu, ketika muncul Berita dugaan tindak kekerasan oleh santri senior yang berujung pada meninggalnya santri junior di Ponpes Gontor, saya kaget bukan kepalang. Bahkan, Dekat Tak percaya. Kekagetan serupa disampaikan para alumnus Gontor.

Cek Artikel:  Deglobalisasi

Bagi mereka, antara Gontor dan kekerasan itu jauh panggang dari api. Saya mengutip catatan Hariqo Satria, pegiat media sosial yang juga alumnus Gontor lulusan 1999. Di medsosnya, ia menulis bagaimana para santri dididik menjadi kaum intelektual dan Spesialis ilmu yang wajib menjauhi kekerasan, bahkan kekerasan verbal sekalipun.

Santri Gontor itu, tulisnya, jangankan memukul, mem-bully saja sudah diusir dari pondok. Santri yang menghina orang lain secara fisik dan SARA, akan dikeluarkan dari Gontor, apalagi menganiaya hingga hilangnya nyawa. ‘Seluruh Gontorian merasakan kesedihan keluarga almarhum AM’, tulis Hariqo.

Ia mengisahkan sejumlah ajaran yang berisi Pelarangan yang mesti dijauhi para santri. Itu di antaranya ajaran Tak boleh taasub atau fanatik, termasuk fanatik kesukuan. Karena itu, Terdapat Pelarangan agar Tak Terdapat asrama santri Tertentu daerah tertentu. Sekalian merayakan keberagaman.

Dilarang pula fanatik ormas, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Bahkan, dilarang fanatik terhadap Gontor itu sendiri. Santri diminta berjiwa bebas. Santri hanya boleh fanatik terhadap kebenaran dan kepentingan bangsa.

Cek Artikel:  Antara Miskin dan Gembira

Kepada itu, saya sepakat belaka pada pendapat para pemimpin Ponpes Gontor yang menyerahkan secara transparan peristiwa itu kepada proses hukum. Tak Terdapat seinci pun keberatan dari Gontor Kepada menginvestigasi kasus kekerasan. Itu akan menghilangkan setitik Safir dari sebelanga susu.

Langkah itu sekaligus bakal membuktikan bahwa kekerasan Tak akan mendapatkan ruang, apalagi beranak pinak, di lingkungan pesantren. Saya percaya sepenuhnya, Gontor akan Maju melanjutkan misi besar kemuliaan.

Misi itu ialah membentuk generasi unggul menuju terbentuknya khaira ummah (umat terbaik). Mendidik dan mengembangkan generasi mukmin-muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berpikiran bebas, serta berkhidmat kepada masyarakat. Lewat, mengajarkan ilmu pengetahuan Keyakinan dan Biasa secara seimbang, menuju terbentuknya ulama yang intelek.

Misi terakhirnya ialah mewujudkan Anggota negara yang berkepribadian Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Saya ikut berduka atas Mortalitas, sekaligus saya percaya kebaikan tetap akan berumur panjang.

Mungkin Anda Menyukai