Mitigasi Akibat Perang Iran-Israel

TANPA terjadinya Perang Dunia III pun, menegangnya konflik antara Iran dan Israel saat ini sudah memberi dampak nyata terhadap perekenomian dunia. Dua indikasi buruk yang telah terjadi ialah kenaikan harga minyak mentah dan anjloknya nilai tukar beberapa mata uang.

Pada Senin (15/4) atau dua hari setelah serangan balasan Iran ke Israel, harga minyak mentah Brent naik ke level US$90,29 per barel dari posisi 1 Januari 2024 sebesar US$ 77,4 per barel. Selain itu, harga minyak mentah jenis WTI juga naik ke level US$85,42 per barel, atau lebih tinggi dari posisi pada 1 Januari 2024 sebesar US$71,65/barel.

Buat nilai tukar beberapa negara di kawasan Asia, baht Thailand dan won Korea terdepresiasi sebesar 0,24% (dtd), serta ringgit Malaysia terdepresiasi sebesar 0,24% (dtd) terhadap dolar AS. Terdapatpun nilai tukar rupiah, kemarin sore, ditutup di level Rp16.175 per dolar AS atau melemah 2,07% dari perdagangan sebelumnya.

Memang dalam beberapa waktu ini, dolar AS terus menguat karena bank sentral mereka, The Fed, terus menahan suku bunga tinggi. Akan tetapi, penguatan di awal minggu ini merupakan imbas ketidakstabilan geopolitik dari perang Iran-Israel. Para investor menjauhi mata uang berisiko dan memburu dolar AS yang menjadi mata uang safe haven.

Kini, dunia pun masih diliputi kecemasan karena Israel sesumbar akan membalas serangan Iran, meski tidak ada korban jatuh di pihak mereka. Israel memulai eskalasi konflik ini dengan menyerang konsulat Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April 2024. Serangan itu menewaskan 16 orang, termasuk tujuh personel Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).

Cek Artikel:  Ketikanya Move On Bukan Baperan

Kalau benar konflik berlanjut, bukan saja mata uang dan harga minyak yang bakal mendidih, tetapi juga harga berbagai komoditas yang menggunakan Majuan Suez. Gandum dan berbagai komponen alat-alat produksi dari Eropa sudah pasti meroket.

Terkait dengan dampaknya terhadap Indonesia, berbagai langkah antisipasi harus segera dilakukan pemerintah. Langkah pertama, mencari sumber baru suplai minyak mentah. Hal itu penting karena Selat Hormuz yang menjadi jalur untuk impor minyak mentah kita dari Nigeria, Arab Saudi, Angola, dan Gabon juga rawan terimbas konflik Iran-Israel.

Ketika ini, cadangan minyak mentah dalam negeri kita memang relatif aman, yakni mencapai 30 hari. Meski begitu, sumber impor cadangan tetap penting karena produksi dalam negeri kian tidak dapat diandalkan.

Cek Artikel:  Jalan Panjang Beleid Bedinde

Antisipasi kedua ialah kesiapan perubahan APBN 2024. Ketika ini, seluruh patokan rupiah dan harga minyak mentah di APBN 2024 telah terlampaui, yakni masing-masing Rp15.000 per dolar AS dan ICP US$82 per barel. Ini artinya defisit APBN 2024 yang pada Februari lalu diperkirakan sudah melebar 2,8%, bakal lebih parah lagi.

Sekalian tekanan itu membuat pemerintah harus dapat menekan belanja di sektor yang kurang penting, termasuk menutup kebocoran anggaran. Pemerintah terutama harus bersiap dengan kebijakan subsidi BBM yang tepat. Pengamat memperkirakan gejolak harga minyak itu akan membengkakkan anggaran subsidi BBM sebesar Rp50 triliun hingga Rp110 triliun.

Hal itu jelas akan membuat pukulan berat bagi APBN yang sudah ‘berdarah’ dan membuat kita dalam kondisi defisit fiskal. Di sisi lain, pilihan menaikkan lagi harga BBM nonsubsidi juga bakal berimbas pada inflasi yang terlalu tinggi. Karena itu, pemerintah harus semaksimal mungkin menekan inflasi di sektor lainnya.

Cek Artikel:  Menyetarakan Kebebasan Variasia

Selain memastikan antisipasi dalam negeri, Indonesia juga harus terus aktif mendorong peredaan konflik melalui berbagai jalur diplomasi. Ketika peran PBB makin tidak bertaji dalam mengupayakan perdamaian, maka jalur multilateral lainnya, juga bilateral, harus dimaksimalkan.

Ketika ini, perang Iran-Israel ibarat membawa dunia kembali ke era aliansi militer seperti berpuluh dekade lalu. Negara-negara bukan saja memperhitungkan dua kubu yang berhadapan langsung, melainkan juga aliansi di belakangnya.

Di tengah kondisi itu, peran Indonesia yang selalu berupaya menjadi jembatan berbagai blok justru kian penting. Diplomasi bilateral yang erat, yang selama ini telah dijalin Indonesia dengan banyak negara, merupakan modal berharga untuk menyuarakan perdamaian.

 

Mungkin Anda Menyukai