PEMERINTAHAN Presiden Prabowo Subianto telah menempatkan ketahanan Kekuatan melalui pemanfaatan Kekuatan Rapi sebagai salah satu prioritas Esensial. Tetapi lambatnya pengembangan dan investasi Kekuatan Rapi di Indonesia dalam lima tahun terakhir jadi tantangan serius.
“Karena itu, percepatan transisi Kekuatan berkeadilan dan pencapaian Sasaran emisi Nihil Rapi (net zero emissions/NZE) Indonesia yang selaras dengan Persetujuan Paris, memerlukan komitmen kebijakan yang lebih kuat serta peningkatan ambisi iklim,” papar Direktur Indonesia Climateworks Centre Guntur Sutiyono seperti dikutip dari keterangan pers, Jumat (25/10).
Menurutnya, Terdapat sembilan rekomendasi transisi Kekuatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Rekomendasi itu antara lain mencakup reformasi subsidi Kekuatan agar Betul sasaran Kepada daerah terisolasi dan pemisahan peran regulator dan operator Kepada meningkatkan efisiensi dan adopsi Kekuatan Rapi.
Selain itu, diperlukan pula komitmen jangka panjang Kepada mencapai emisi Nihil Rapi melalui peningkatan kapasitas Kekuatan terbarukan dan investasi dalam teknologi baru.
“Krusial juga Kepada menerapkan standar lingkungan yang tinggi dalam industri ekstraktif agar pertumbuhan ekonomi Kagak merusak ekosistem, Sembari mempertimbangkan aspek sosial Kepada memastikan transisi Kekuatan yang inklusif dan adil bagi Segala pihak,” kata Guntur.
Rekomendasi itu dibungkus dengan seruan kepada pemerintah Kepada mempertegas komitmen terhadap strategi jangka panjang guna mencapai NZE pada 2060 atau lebih Segera.
Manajer Program Transformasi Sistem Kekuatan IESR Deon Arinaldo mengatakan, pemerintah perlu mengintegrasi strategi pembangunan ekonomi dan Percepatan transisi Kekuatan menuju transisi Kekuatan berkeadilan. Deon juga menyoroti tekad pemerintahan Prabowo-Gibran Kepada mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8%, tetapi draf RPP Kebijakan Kekuatan Nasional menunjukkan Sasaran dan ambisi transisi Kekuatan yang Bahkan turun.
“Padahal Kekuatan, terutama Kekuatan terbarukan, merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” ucapnya.
Direktur Eksekutif IRID Kuki Soejahmoen menyatakan Indonesia perlu menegaskan komitmen iklim dan posisi dalam berkontribusi pada Sasaran dan tujuan Mendunia terkait emisi Nihil Rapi.
“Demi ini Indonesia belum tegas soal kontribusi pada tujuan iklim Mendunia, seperti melipatgandakan hingga tiga kali lipat kapasitas Kekuatan terbarukan dan melipatgandakan kapasitas efisiensi Kekuatan,” ujarnya.
Sementara itu, Filda C Yusgiantoro dari PYC menegaskan fungsi Dewan Kekuatan Nasional (DEN) yang krusial dalam lanskap Kekuatan Indonesia. “DEN sebagai pusat koordinasi perlu memastikan seluruh sektor dan kementerian menjalankan kebijakan Kekuatan yang selaras dengan visi ketahanan Kekuatan nasional secara transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Filda menambahkan reformasi kebijakan dan penguatan kapasitas kelembagaan tingkat daerah juga perlu dilakukan. Reformasi ini harus mencakup peningkatan pemahaman, peraturan yang lebih kuat dalam bentuk dinas Kekuatan Spesifik di tingkat kota/kabupaten atau memperkuat peran Bappeda dengan alokasi sumber daya yang memadai.
Sedangkan Ruddy Gobel dari CPD menyampaikan, Kepada setiap tahap kebijakan transisi Kekuatan perlu menggunakan kerangka transisi Kekuatan berbasis aspek Mahluk sebagai tema Esensial. Hal itu termasuk mengembangkan kebijakan yang melibatkan partisipasi masyarakat lokal.
“Direkomendasikan pula Kepada mengubah kebijakan subsidi Kekuatan, dari subsidi berbasis komoditas jadi subsidi langsung bersasaran Kepada rumah tangga yang miskin dan rentan,” pungkasnya. (E-2)