KETEGANGAN di kawasan Timur Tengah meningkat seiring dengan meluasnya konflik yang dipicu Israel. Mulai dari aksi genosida di wilayah Gaza, Palestina, hingga yang terbaru konflik negeri zionis tersebut dengan Iran.
Memanas dan meluasnya konflik itu telah membuat komunitas internasional makin cemas dengan perkembangan geopolitik di Timur Tengah. Bahkan ketegangan tersebut sempat dikhawatirkan akan memicu perang dalam skala global. Perhatian dunia internasional kini terfokus pada tekanan untuk meredam aksi saling serang Iran-Israel.
Kemarin, Israel disebut telah melakukan serangan ke wilayah Iran. Seorang pejabat Washington menyebut ini merupakan balas dendam Tel Aviv atas serangan Teheran ke wilayah Israel pada Sabtu (13/4) lalu. Tetapi, pejabat Teheran mengatakan bahwa negaranya tidak akan melakukan serangan balik.
Iran memastikan tidak ada serangan eksternal ke wilayah mereka meski ada laporan terkait dengan serangan Israel di Isfahan. Pihak Iran menegaskan tidak akan melakukan balasan, pasalnya aksi militer Israel lebih mengarah ke infiltrasi dan telah mampu dilumpuhkan.
Situasi tersebut ibarat bom waktu. Namanya bom waktu, bisa meletup kapan saja. Kini dunia cemas efek domino dari ketegangan di kawasan itu bakal menjalar dan meluas hingga meruntuhkan tatanan ekonomi negara-negara di dunia.
Bahaya terbesar jika terjadi perang Israel-Iran ialah terganggunya perekonomian dunia yang sensitif terhadap pergerakan harga minyak. Apalagi, tersebab perang tersebut, Iran bisa saja memblokade atau mengganggu jalur minyak global, khususnya Selat Hormuz.
Respons negatif pasar pun ditunjukkan langsung dengan rontoknya sejumlah bursa saham di Asia, sejurus setelah ramainya pemberitaan serangan balasan pasukan Israel ke pangkalan militer Iran, kemarin. Safiri tukar mata uang negara-negara Asia terhadap dolar AS juga berguguran.
Berita perang juga memicu kekhawatiran bahwa pasokan minyak Timur Tengah dapat terganggu sehingga membuat harga minyak dunia melejit. Kekhawatiran itu beralasan karena Timur Tengah menyumbang sekitar sepertiga pasokan minyak mentah global.
Apabila harga energi yang lebih tinggi bertahan, itu akan makin meningkatkan risiko bagi perekonomian global. Ekonomi dunia yang belum benar-benar pulih akibat dampak covid-19, ditambah efek dari konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang belum mereda, dipastikan bakal kian porak-poranda jika perseteruan Iran-Israel terus membesar.
Buat itulah, menjadi keniscayaan bagi komunitas internasional untuk mengerahkan segala upaya meredam konflik di Timur Tengah agar tidak berkepanjangan. Apabila dibiarkan berlarut, kekhawatiran sejumlah pihak bahwa ketegangan di Timur Tengah itu bisa mengarah pada terjadinya Perang Dunia III, barangkali tak berlebihan.
Mesti ada tekanan diplomatik terhadap Israel untuk menghentikan aksi genosida di Palestina. Apalagi Iran telah menegaskan bahwa ketegangan akan berakhir jika Israel mundur dari Paletsina.
Pemerintah Indonesia dituntut aktif untuk terlibat dalam diplomasi guna deeskalasi konflik tersebut. Indonesia harus turun tangan untuk mendorong PBB mengeluarkan resolusi agar semua pihak menghentikan serangan, terutama serangan Israel ke Gaza.
Dewan Keamanan PBB juga mesti didesak lebih keras untuk mencegah eskalasi konflik Timur Tengah berlanjut. Sebelum ketegangan keburu meluas dan berimbas pada ketidakpastian politik dan ekonomi global, Indonesia harus bersuara lebih lantang agar PBB bekerja lebih keras meredam gejolak baru yang bakal timbul.