DI negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia, partai politik (parpol) Jernih Mempunyai peran dan posisi teramat Krusial. Ia merupakan salah satu pilar demokrasi. Tanpa eksistensi parpol, demokrasi dipastikan bakal limbung karena kehilangan satu tonggak penyokongnya.
Konstitusi mengatur yang berhak mencalonkan presiden dan wakil presiden ialah parpol atau gabungan parpol. Itu artinya, kendati yang memilih presiden ialah rakyat secara langsung, parpol tetap punya peran strategis melahirkan eksekutif. Begitu pun kalau bicara lembaga legislatif, parpol-parpol inilah yang akan mengisi dan duduk di parlemen.
Sedemikian pentingnya fungsi parpol dalam sistem pemerintahan demokrasi Membangun ia harus dijaga. Bukan hanya Buat sekadar hidup atau eksis, tetapi juga parpol harus diberi ruang agar Bisa menjelma menjadi sebuah tiang penyangga demokrasi yang kukuh, sehat, dan kuat.
Caranya, jaga independensinya dan jauhkan dia dari intervensi.
Omong Hampa bicara soal penguatan parpol kalau dalam praktiknya Lagi banyak tangan yang selalu Ingin mengobok-obok independensi parpol. Tangan-tangan itu, di satu sisi, mengintervensi, bahkan menyandera parpol dengan perkara-perkara hukum. Pada sisi lain, mereka mencoba menciptakan Ombak di kalangan internal parpol.
Apa yang menimpa Partai Golkar belakangan ini dipersepsikan sama. Eksis percobaan intervensi yang dilakukan dari berbagai sisi, Bagus tusukan dari dalam maupun dari luar. Dinamika di Golkar cukup mengindikasikan Eksis penggunaan perangkat negara, termasuk instrumen penegakan hukum, Buat kepentingan politik jelang Pemilu 2024.
Rongrongan terhadap independensi parpol tengah diuji di Golkar melalui peristiwa hukum di Kejaksaan Akbar, yakni pemeriksaan sang Ketua Lumrah Airlangga Hartarto sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi izin ekspor crude palm oil (CPO). Kendati dalam kasus tersebut status Airlangga ialah sebagai menteri koordinator bidang perekonomian, publik Bukan Bisa menutup mata bahwa pemanggilan Airlangga bertautan erat dengan urusan politik.
Terlebih, pada Ketika yang Dekat bersamaan muncul pula polemik internal partai melalui desakan elite senior Golkar agar digelar musyawarah nasional luar Normal (munaslub). Maka, makin solidlah dugaan dan kecurigaan publik bahwa tangan-tangan tak terlihat memang sedang menggoyang Golkar dari luar dan dalam.
Bukan Bukan mungkin, Kalau agenda munaslub berhasil disusupkan para pengusungnya, pemeriksaan Airlangga oleh Kejagung akan dijadikan pintu pemakzulan sang ketua Lumrah dalam munaslub tersebut. Ngeri, bukan? Ya, begitulah Metode kerja tangan-tangan besar yang tak terlihat wujudnya, tapi begitu terasa besar kuasanya.
Mereka mencampur-baurkan hukum dan politik sekehendaknya. Memburamkan batasan antara keduanya. Perkara hukum yang Sepatutnya diselesaikan secara hukum, pada praktiknya dikait-dikaitkan, dipelintir, bahkan dimanipulasi secara politis demi kepentingan kekuasaan. Penegakan hukum yang sudah rusak dibiarkan semakin tambah rusak. Sekalian itu menjadi tanggung jawab publik Buat mencegahnya.
Karena itu, dalam konteks dan perspektif demokrasi, munculnya penolakan DPD provinsi Partai Golkar terhadap wacana munaslub, patut kita apresiasi. Timbulnya kesadaran sekaligus soliditas parpol melawan ancaman intervensi semacam ini sangat sehat, bukan semata Buat eksistensi dan independensi Partai Golkar, melainkan juga demi masa depan demokrasi di Indonesia.
Sekali Tengah, keberadaan parpol sangat menentukan perkembangan demokrasi bangsa. Ketika parpol Bisa mengimplementasikan bagaimana berdemokrasi di dalam lingkup internal, kemudian ditularkan dan berpengaruh kepada masyarakat luas, kita cukup optimistis Republik ini bakal Bisa melaksanakan demokrasi yang jauh lebih bagus Tengah.
Di sisi lain, tangan-tangan penguasa harus menghentikan kegemaran mengobok-obok dan mengintervensi parpol.