Mundur di Inggris Ogah di Sini

Terdapat pemandangan kontras antara di Indonesia dan di Inggris, pekan ini. Di Indonesia, Ketua Biasa PSSI Mochamad Iriawan beserta Executive Committee PSSI menolak mundur dari jabatan, kendati desakan Kepada itu amat lantang. Para petinggi PSSI didesak mundur seusai tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang menewaskan 134 orang.

Di Inggris, Menteri Dalam Negeri Suella Braverman mundur dari jabatannya seusai insiden salah kirim e-mail. Ya, hanya gara-gara salah mengirim surat elektronik Krusial tersebut. Braverman mengatakan mundur setelah dia menggunakan e-mail pribadinya Kepada mengirim Berkas Formal kenegaraan kepada rekannya. Dia menyebut itu sebagai ‘pelanggaran teknis’.

Puncaknya, dua hari berselang, Perdana Menteri Inggris Liz Truss juga mengundurkan diri. Truss mundur hanya enam minggu setelah dilantik menjadi PM Inggris. Ia mundur setelah keputusannya membatalkan kebijakan pemotongan pajak yang menyebabkan kehancuran pasar selama krisis biaya hidup yang sudah parah. Truss menyampaikan alasannya mundur lantaran Kagak Bisa menunaikan mandat merealisasikan pemotongan pajak itu.

Truss juga mengatakan mulai menjabat Ketika ketidakstabilan ekonomi yang hebat melanda. Truss mengatakan partainya memberikan mandat kepadanya Kepada menuntaskan permasalahan tersebut. Ia merasa Kagak Bisa Kembali menunaikan mandat itu.

Cek Artikel:  Ramadan Selamanya

Dalam beberapa pekan terakhir, Inggris diterjang badai inflasi superhebat. Nomor inflasi tahunan Inggris pada September meroket hingga mencapai 10,1%, menjadikannya Nomor inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Tingginya inflasi Inggris seiring dengan melonjaknya biaya hidup di negara tersebut yang turut dipicu melambungnya harga Kekuatan sebagai imbas dari perang Rusia-Ukraina. PM Inggris diamanati Kepada membereskan hal itu, tetapi ia merasa gagal. Maka, mundur ialah jalan terbaik yang ia pilih.

Di Indonesia, mundur Dekat selalu menjadi pilihan terakhir. Banyak kalangan yang kalaupun akhirnya mundur, bukan karena kesadaran diri, melainkan dipaksa atas status tersangka atau desakan publik yang sudah amat sangat hebat. Begitu juga Lagi Terdapat yang berusaha berkelit agar Kagak mundur.

Rekomendasi dan desakan Kepada mundur dianggap angin Lewat. Walaupun Argumen Kepada itu sudah dianggap sangat layak. Bahkan pula, desakan itu dipicu hilangnya ratusan nyawa, bukan Kembali perkara sepele seperti salah mengirim e-mail atau perkara Krusial karena merasa gagal menunaikan mandat.

Cek Artikel:  Gatal Kaki Garuk Kepala

Di banyak negara, perkara kecil Bisa memicu pengunduran diri. Di Jerman, misalnya, perdana menteri mundur karena tersangkut skandal kredit rumah berbunga ringan yang didapat dari keluarga pengusaha (mendapat diskon Spesifik ketika membeli rumah). Di negeri ini, pejabat yang mengumpulkan puluhan rumah dari ‘hadiah’ pun Lagi duduk tenang dan Bisa pergi ke kantor memakai mobil dinas dengan Persona tanpa rasa bersalah.

Di negara yang menjunjung tinggi integritas, banyak pejabat memilih mundur sebelum kasusnya meluap sehingga kesalahan mereka Kagak terekspos terlalu banyak. Di negeri ini, mau dikecam dan didesak mundur setiap hari pun, bahkan sudah dibuat bermacam-Macam-macam tagar di media sosial, tetap bergeming.

Maju Lalu pantang mundur rupanya dipahami bukan Kembali pada tempat yang Betul, melainkan di segala tempat dan Berbagai Macam-macam suasana. Kagak Kembali Bisa dibedakan mana tanggung jawab dan mana sikap ndableg. Ketika petinggi PSSI menyebut bahwa Kagak Terdapat satu pun aturan yang mengharuskan mereka mundur, Jernih belaka bahwa soal jabatan sekadar dipandang urusan menjalankan aturan. Soal jabatan dianggap Kagak Terdapat urusannya dengan dimensi moral dan etik.

Cek Artikel:  Kisah para Om

Padahal, keputusan mundur umumnya berhubungan dengan tanggung jawab moral dan etis. Di Jepang, budaya mundur Mempunyai jejak sejarah panjang tentang tanggung jawab moral samurai. Pada masa kejayaan samurai, seorang pendekar Jepang biasanya membawa dua bilah pedang. Satu katana yang panjang, satu Kembali tanto yang berukuran pendek.

Pedang panjang digunakan sebagai senjata Kepada menuntaskan misi, sedangkan pedang pendek digunakan Kepada seppuku atau bunuh diri Apabila gagal melaksanakan tugas. Budaya ini hanya memberi pilihan para samurai Kepada menang. Daripada ditawan atau malu akibat kalah, lebih Berkualitas Tewas.

Budaya harakiri atau memotong perut sendiri memang sudah nyaris hilang di Jepang, tetapi spirit Kepada malu ketika gagal atau melakukan kesalahan tetap tertanam hingga kini. Karena itu, suatu hal yang lumrah di ‘Negeri Mentari Terbit’ itu Apabila pejabat yang gagal menjalankan tugas mengundurkan diri.

Tetapi, Indonesia memang bukan Jepang. PSSI juga bukan pemerintahan Inggris. Jadi, kata Abah Lala: ojo dibanding-bandingke, saing-saingke. Yo, mesti kalah.

Mungkin Anda Menyukai