PERJUANGAN Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) beberapa waktu Lampau berbuah hasil. Satu dari empat tuntutan SHI telah direspon oleh pemerintah melalui PP Nomor 44 Tahun 2024 yakni mengatur kenaikan tunjangan jabatan sebesar 40% secara merata.
Juru Bicara SHI Fauzan Arrasyid mengatakan dengan terbitnya PP 44 tahun 2024 Enggak serta merta menjawab dan menyelesaikan persoalan yang sebelumnya telah dituntut para hakim muda ini.
Ia mengungkap, Eksis 3 Argumen, pertama karena PP itu hanya mencakup kenaikan tunjangan jabatan bukan sembilan komponen hak keuangan.
“Komponen tersebut mencakup gaji pokok, fasilitas perumahan, transportasi, jaminan kesehatan, jaminan keamanan, biaya perjalanan dinas, kedudukan protokoler, serta Pendapatan pensiun dan tunjangan lainnya ini belum diatur,” jelasnya Demi konferensi pers melalui aplikasi zoom meeting, Selasa (22/10).
Kedua, Fauzan menambahkan, ketimpangan kesejahteraan Lagi terjadi. Skema kenaikan 40% belum Pandai mengatasi masalah ketidakmerataan bagi hakim tingkat pertama, khususnya di pengadilan kelas II yang berada di berbagai kabupaten/kota.
“Hakim-hakim di tingkat tersebut menghadapi tantangan lebih besar, dan kebijakan Demi ini belum sepenuhnya efektif Kepada mengurangi beban tersebut,” jelasnya.
Lebih lanjut, Argumen ketiga yakni pemerintah perlu memahami secara komprehensif putusan Mahkamah Akbar Nomor 23P HUM/2018.
“Putusan ini Enggak sekadar mengatur pemisahan Kebiasaan gaji pokok dan pensiun hakim dari aparatur sipil negara (ASN), tetapi juga menuntut penetapan nominal yang lebih tinggi,” jelasnya.
“Pemerintah terkesan hanya Pusat perhatian pada pemisahan pengaturan, tanpa memastikan besaran yang sesuai dengan tanggung jawab hakim,” imbuh Fauzan.
Sebelumnya, SHI telah melakukan aksi mogok kerja beberapa waktu Lampau. Adapun aksi tersebut membawa empat tuntutan Primer kepada pemerintah.
Pertama, penyesuaian terhadap seluruh hak keuangan dan fasilitas Hakim yang diatur dalam PP 94 Tahun 2012. Hingga Demi ini, hanya tunjangan jabatan yang mengalami penyesuaian, meskipun nominalnya belum mencerminkan Nomor yang layak sesuai dengan aspirasi para hakim.
Kedua, mendesak pemerintah dan DPR RI Kepada segera membuka kembali pembahasan RUU Jabatan Hakim hingga disahkan menjadi undang-undang.
“Ketiga mendorong penyusunan RUU Contempt of Court guna melindungi kehormatan peradilan dan Hakim dan keempat mendesak peraturan pemerintah tentang jaminan keamanan bagi Hakim dan keluarganya,” pungkas Fauzan. (Far/M-4)