SIAL nian nasib Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Ia menjadi tempatnya salah Apabila ditemukan persoalan terkait obat dan makanan. Masyarakat hanya mengetahui bahwa pengawasan obat dan makanan merupakan tanggung jawab dari Badan POM.
Masyarakat belum mengetahui bahwa Tak Seluruh pengawasan obat dan makanan menjadi tanggung jawab Badan POM. Pihak lain yang mestinya ikut bertanggung jawab, antara lain Dinas Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Industri, dan Kementerian Perdagangan.
Sejak 3 Oktober 2017, Ketika memberikan sambutan pada acara Pencanangan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat, Presiden Joko Widodo menegaskan tugas Demi melindungi rakyat dari penyalahgunaan obat Tak Pandai hanya dibebankan semuanya pada Badan POM.
“Jangan menganggap enteng, remeh, yang berkaitan dengan obat ilegal dan penyalahgunaan obat. Jadi, kita Ingin agar Badan POM diperkuat. Dengan apa? Dengan undang-undang agar pengawasannya lebih Pandai intensif dan yang diberikan rekomendasi betul-betul menjalankan rekomendasinya,” kata Presiden.
Dengan demikian, Apabila ditelaah lebih lauh Tengah, jujur dikatakan bahwa pangkal Seluruh kesalahan terkait obat dan makanan ialah DPR dan pemerintah. Kedua lembaga itu gagal menghadirkan undang-undang yang bermutu dan dapat dilaksanakan Demi kepentingan memperkuat Badan POM dalam rangka pengawasan obat dan makanan.
DPR melalui usul inisiatifnya sudah mencoba menginisiasi Kelahiran Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan. RUU POM Formal menjadi RUU inisiatif DPR pada rapat paripurna 25 Juli 2019.
RUU POM itu pernah dibahas di rapat Badan Legislasi pada 3 Juli 2019. Pada Ketika rapat itu terungkap bahwa pada Ketika ini industri farmasi, industri makanan, dan industri kosmetik sudah berjalan dengan nilai total omzet Pandai mencapai Rp400 triliun. Tetapi, dalam pelaksanaannya Lagi banyak ditemukan produk atau juga bentuk perdagangan yang sifatnya ilegal dan Tak terawasi dengan Betul.
“Setelah kami menelusuri, Rupanya Eksis beberapa hal yang Membikin fungsi badan, yang disebut sebagai Badan Pengawas Obat dan Makanan ini Tak kuat karena dibentuk oleh perpres pada tahun 1971,” urai Personil DPR Dede Yusuf selaku salah satu pengusul RUU POM.
RUU POM itu sesungguhnya sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional pada 2015 Tamat 2019 dan telah menjadi rancangan undang-undang prioritas sejak 2018 sesuai usulan Komisi IX DPR RI sebagai komisi yang membidangi mengenai kesehatan.
Dalam rangka penyusunan naskah akademik dan RUU Badan POM, Komisi IX DPR telah menugaskan Badan Keahlian DPR RI Demi melakukan penelitian dan penyusunan awal. Badan Keahlian telah melaporkan hasil kerjanya kepada Komisi IX DPR pada 13 November 2017. Dalam laporannya, Badan Keahlian menyampaikan naskah akademik dan draf RUU yang terdiri atas 19 BAB dan 108 pasal.
Naskah akademik menyebutkan secara rinci lima peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan, di antaranya UU 5/1997 tentang Psikotropika, UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU 35/2009 tentang Narkotika, UU 36/2009 tentang Kesehatan, dan UU 18/2012 tentang Pangan.
“Tamat Ketika ini, peraturan perundang-undangan yang Eksis belum Pandai menjadi payung hukum yang kuat bagi Penyelenggaraan pengawasan obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan. Dengan demikian, pengaturan Tertentu dan komprehensif tentang pengawasan obat dan makanan sangat diperlukan Demi memberikan perlindungan yang lebih Bagus terhadap kesehatan masyarakat dari risiko obat dan makanan yang Tak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan,” demikian naskah akademik.
Urgensi regulasi Tertentu pengawasan obat dan makanan semakin mendesak karena berdasarkan data Badan POM, lebih dari 96% industri farmasi Indonesia, menggunakan bahan baku obat dari luar negeri.
Undang-Undang Kesehatan memang mencantumkan sistem pengawasan obat dan makanan dilakukan dari suatu produk sebelum diedarkan Tamat produk tersebut beredar di tengah masyarakat. Akan tetapi, pengawasannya Tak berjalan efektif karena Tak seluruh fungsi pengawasan produk obat, obat tradisional, kosmetika, pangan dan suplemen pangan di Dasar tugas dan kewenangan Badan POM.
Begitu juga terkait kewenangan langsung dalam memberikan Hukuman administratif Apabila ditemukan pelanggaran. Kewenangan memberikan Hukuman administratif kepada sarana pelayanan kesehatan ialah pemerintah daerah berdasarkan rekomendasi Badan POM. Sayangnya, rekomendasi Badan POM hanya dijalankan 14%.
RUU POM gagal disahkan oleh DPR periode 2014-2019 sehingga masuk ke Grup RUU carry over pada DPR periode 2019-2024. RUU POM masuk dalam RUU prioritas pada 2022, tapi hingga kini belum menjadi prioritas Demi dibahas.
Ketiadaan undang-undang itulah salah satu pangkal lemahnya pengawasan terhadap sirup obat yang diduga mengandung cemaran etilen glikol dan dietilen glikol yang merenggut nyawa anak-anak.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 sangat Terang. Presiden menginstruksikan sejumlah menteri, kepala daerah, dan Badan POM Demi mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing Demi melakukan peningkatan efektivitas dan penguatan pengawasan obat dan makanan. Instruksi tertanggal 10 Maret 2017 itu belum sepenuhnya dijalankan akibatnya Badan POM menjadi tempatnya salah.