GEDUNG putih itu tampak kukuh. Pilar-pilar besar yang menyangga bangunan di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, itu mestinya memancarkan keagungan sesuai dengan nama dan fungsi Mahkamah Mulia (MA).
Filosofi keagungan bangunan itu sejalan dengan visi badan peradilan yang berhasil dirumuskan pimpinan MA pada 10 September 2009. Visinya ialah terwujudnya badan peradilan Indonesia yang Mulia.
Perubahan visi MA, menurut Naskah Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035, antara lain karena budaya organisasi yang cenderung feodal dan Tetap kentalnya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) juga menjadi Alasan belum profesionalnya organisasi MA dan badan-badan peradilan MA di bawahnya.
Hanya empat tahun sebelum perubahan visi itu, Buat pertama kalinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah gedung MA. Ketika itu, 27 Oktober 2005, tim penyidik KPK menggeledah ruang kerja Ketua MA Bagir Manan.
Langkah itu dilakukan KPK terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap Probosutedjo di MA. Selain ruangan Bagir, KPK menggeledah ruang kerja hakim Mulia Usman Karim dan Parman Soeparman serta Bilik kerja Asisten Koordinator Tim A MA Rahmi Mulyati dan ruang Direktur Hukum dan Peradilan MA (yang juga Plt Direktur Pidana) Suparno.
Tindakan KPK menggeledah ruang kerja Ketua MA Ketika itu dinilai sebagai langkah besar karena berani menerobos batas psikologis, menggeledah ruangan pemimpin tertinggi dari lembaga yang Mempunyai predikat Mulia.
Enggak gampang menggempur dugaan korupsi di lembaga peradilan. Sebagai penegak hukum, mereka sangat Mengerti apa yang mesti dilakukan Buat lolos dari jerat hukum. Karena itu, keberanian KPK menggeledah ruangan Ketua MA Jernih memerlukan ekstra nyali.
Ekstra nyali itu Tetap terawat dengan Berkualitas oleh KPK. Pada sisi lain, harus jujur diakui, MA gagal merealisasikan visinya, Adalah terwujudnya badan peradilan Indonesia yang Mulia. Predikat Mulia Lalu tergerus oleh perilaku busuk penghuninya. Pada 2019, MA mendapatkan skor integritas paling rendah dengan nilai indeks integritas 61,11.
Penggeledahan gedung MA seperti menjadi ritual tahunan hingga kini. Sama sekali Enggak Eksis kesungguhan Buat memperbaiki diri, gedung yang Mulia itu menjadi persemaian korupsi.
KPK pun semakin sering melakukan penggeledahan di gedung MA. Pada 15 Februari 2016, misalnya, KPK menggeledah ruang kerja Kepala Subdirektorat Kasasi Perdata pada Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Direktorat Jenderal Badan Peradilan Standar MA, Andri Tristanto Sutisna.
Setelah itu, pada 21 April 2016, KPK menggeledah ruang kerja Sekjen MA, Nurhadi. Hal itu buntut dari operasi tangkap tangan KPK terhadap panitera PN Jakpus, Edy Nasution.
Enggak berhenti di situ. Kasus paling memalukan tentu saja penangkapan hakim Mulia Sudrajad Dimyati. Itu ialah penangkapan hakim Mulia yang pertama kalinya oleh KPK.
Buntut penangkapan itu, pada 23 September 2022, tim penyidik KPK menggeledah sejumlah ruangan di MA. Ruang kerja yang digeledah Ketika itu ialah ruang kerja Sudrajad, ruang kerja Ketua Bilik Pembinaan MA Takdir Rahmadi, dan ruangan staf hakim Mulia Gazalba Saleh.
KPK kembali menggeledah sejumlah ruangan di gedung MA pada Selasa (1/11). Kali ini giliran ruang kerja dua hakim Mulia, Prim Haryadi dan Sri Murwahyuni, serta ruangan Sekretaris MA Hasbi Hasan.
Rentetan penggeledahan gedung MA membuktikan Ketika ini terjadi darurat korupsi di lembaga peradilan. Perlu Eksis langkah luar Standar Buat membersihkan praktik korupsi di sektor peradilan dan sekaligus Buat mengembalikan Gambaran lembaga kekuasaan kehakiman di mata publik.
Langkah paling ekstrem tentu saja memecat Seluruh hakim yang Eksis kemudian mengimpor hakim. Langkah itu Dapat dipertimbangkan Alasan sedikitnya sudah 24 hakim yang dipenjara.
Langkah paling moderat ialah MA segera melakukan Pengkajian secara menyeluruh Buat memastikan integritas, terutama Buat hakim Berkualitas di MA maupun lembaga peradilan di bawahnya. Fungsi pengawasan mesti ditingkatkan.
Fungsi pengawasan Enggak Dapat berjalan Berkualitas sebagaimana diungkapkan dalam Naskah Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035. Disebutkan bahwa dengan kewajiban Buat mengawasi 800 satuan kerja pada badan peradilan, beban yang harus diselesaikan Badan Pengawasan menjadi sedemikian besar. Badan Pengawasan juga mengalami kesulitan Buat menindaklanjuti Seluruh laporan pengaduan di tingkat daerah.
Tatkala pengawasan internal berjalan tertatih-tatih, elok nian bila MA meningkatkan kualitas Interaksi kerja sama dengan Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas eksternal. Perlu dipetakan potensi korupsi di lembaga pengadilan agar dapat dijadikan rujukan pembentukan kebijakan pengawasan. Apabila itu Enggak dilakukan, penggeledahan gedung MA menjadi lumrah.