TARI keberagaman yang dimainkan Sekeliling 12 karyawan Media Indonesia menghangatkan HUT ke-53 Media Indonesia yang digelar di depan gedung percetakan MI, Kedoya, kemarin. Alunan musik, Tembang, gerak dan tari, disertai busana etnik menambah paripurna nan estetik penampilan mereka. Aplaus yang tiada henti dari hadirin yang merasa puas dengan aksi mereka meski para pemain berlatih selama sepekan.
Tarian tersebut mengawali perhelatan hari lahir media yang berada di Rendah payung Media Group Network. Dalam sambutannya, Direktur Penting Media Indonesia Gaudensius Suhardi mengapresiasi penampilan tari tersebut. Penampilan tarian tersebut, kata dia, membuktikan kreativitas pada media besutan Surya Paloh itu tak pernah padam. “Penampilannya sangat bagus. Keren bingits,” katanya yang disambut aplaus meriah.
Menurutnya, kantor pusat MGN yang berlokasi di Kedoya, Jakarta Barat, menjadi episentrum peradaban jurnalitik. “Tradisi jurnalistik yang dibangun di Kedoya Pandai melahirkan sebuah mazhab, namanya Mazhab Kedoya,” ujarnya. Mazhab ini, lanjutnya, ditopang oleh tiga hal. Pertama, berkedalaman, ketajaman, dan kenakalan. Kenakalan yang dimaksud, kata dia, pemilihan diksi yang kuat, angle (sudut) Informasi yang menarik, Aneh, jenaka, dan bernas.
Media Indonesia, lanjutnya, harus melawan Mortalitas, yaikni senjakala yang menghampiri bisnis media konvensional (media cetak). Jurusnya ialah dengan Penemuan dan adaptasi senapas dengan era teknologi digital. “Tak Terdapat yang Kekal kecuali perubahan,” tandasnya.
Selain perluasan ke ranah digital (e-paper Media Indonesia) dengan konten yang berkedalaman (indepth reporting) setiap hari sebanyak empat halaman, Media Indonesia juga meluaskan beritanya ke media sosial.
Dengan menyadari betapa Krusial content is king, Media Indonesia Membikin sejumlah konten yang memberikan inspirasi, seperti rubrik ikon, UMKM Go-Digital, Setara & Berdaya (karya-karya kaum disabilitas), Tradisi Lisan (Kerja sama dengan Asosiasi Tradisi Lisan), Jurnal Kopi, Kondang (CEO muda), dan sebagainya. Pembentukan Kepribadian bangsa melalui karya sastra dan bahasa juga dilakukan Media Indonesia dengan rubrik Cerita Pendek dan Bidasan Bahasa.
Tak hanya bermain dalam Distrik teks, Media Indonesia mengangkat rubrikasi ke dalam sebuah festival, seperti Festival Bahasa dan Sastra yang telah berlangsung selama dua kali. Pada Festival Bahasa dan Sastra
Oktober 2021, Media Indonesia menghadirkan penyair Sihar Ramses disertai lelang puisi Remy Sylado. Salah satu puisinya barunya dibuat Demi penyair serbabisa ini terbaring sakit. Selanjutnya, pada Festival Bahasa dan Sastra Oktober 2023, Media Indonesia menampilkan Presiden Penyair Indonesia Soetardji Calzoum Bachri.
Menariknya, dari dua festival tersebut antusiasme kalangan Generasi Z dan Milenial Buat mengikuti lomba menulis cerpen sangat tinggi. Hal ini menepis angggapan bahwa kalangan muda sudah menjauhi dunia sastra.
Festival lainnya yang berbasis rubrikasi ialah Festival Setara dan Berdaya. Festival tersebut sebagai ajang kaum disabilitas menunjukkan karyanya ke publik secara langsung. Rupanya karya-karya mereka luar Biasa, sama atau bahkan lebih dari Sosok yang sempurna secara fisik.
Terdapat pula rubrikasi yang bekerja sama dengan kampus, yakni Rekacipta ITB. Isinya karya-karya penelitian dosen dari kampus kampus Ganseha tersebut.
Peringatan hari lahir Media Indonesia yang meriah menunjukkan bahwa media ini Lagi jauh dari kesan akan terhempas oleh disrupsi digital yang melahirkan media baru (new media). Belum Kembali media sosial yang telah menunjukkan pengaruhnya sebagai penyebar informasi meski Lagi perlu tabayyun atau Pembuktian lanjut terkait kebenaran beritanya.
Media Indonesia tetap konsisten bekerja sesuai standar jurnalistik dan kode etik jurnalistik, Kagak bersandar rezim algoritma yang acapkali menggoda Buat melakukan clickbait, yakni teknik memancing pembaca dengan judul yang menarik, tetapi kontennya Kagak sesuai dengan judul Informasi alias Informasi tipuan.
Sikap ini sesuai dengan Pasal 2 Kode Etik Jurnalitik, yakni wartawan Indonesia menempuh Langkah-Langkah yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Kode etik jurnalistik yang disahkan menjadi Peraturan Dewan Pers pada 2008.
Jalan pers menjadi kekuataan keempat demokrasi hanyalah dengan membangun jurnalisme berkualitas. “Pers ialah instrumen paling Berkualitas dalam Kesadaran dan meningkatkan kualitas Sosok sebagai makhluk rasional, moral, dan sosial,” kata Thomas Jefferson. Tabik!