Sinema Seribu Bayang Purnama Siap Tayang di Akhir 2024

Film Seribu Bayang Purnama Siap Tayang di Akhir 2024
Ilustrasi(Dok Baraka Sinema)

Sinema Seribu Bayang Purnama sudah merampungkan Sekalian proses pengambilan gambar dan Begitu ini masuk ke tahap pasca produksi. Sinema dengan Aliran drama bernuansa romance yang mengangkat kehidupan petani ini disutradarai Yahdi Jamhur dan mendapat alur cerita kuat dari penulis naskah Swastika Nohara. Sinema ini akan tayang pada akhir 2024 mendatang.

Swastika sebelumnya dikenal sebagai penulis naskah Sinema Terang Dari Timur Beta Maluku, Tiga Srikandi, dan Tamat Nanti, Hanna!. Kali ini keduanya berkolaborasi menghasilkan karya Sinema yang belum pernah Eksis sebelumnya dengan menghadirkan problem Konkret kehidupan petani Indonesia.

“Sejak dulu saya sudah aware pada problematika kehidupan petani kita, proses awal Sinema ini berawal dari keterlibatan Baraka Sinema Begitu Membangun konten di daerah Nekus, NTT. Begitu itu, kami Memperhatikan dari dekat apa saja yang harus dilalui petani Buat Dapat memulai produksi, ini Membangun saya tergerak menuangkan itu pada media Sinema,” Jernih Yahdi Jamhur, Pengarah adegan dan founder Baraka Sinema. 

Cek Artikel:  Ungkap Kondisi Kesehatan Cipung, Raffi Ahmad: Doakan Saya Ya, Om dan Tante

Selain mengisahkan kehidupan petani yang dijerat utang tengkulak dan mahalnya harga pupuk, Sinema ini menawarkan solusi yang sudah terbukti berhasil dijalankan sebagian petani. Sehingga Sinema ini Tak semata-mata menghadirkan kisah romantis belaka, tapi juga selaras dengan kehidupan Konkret petani. Sekalian hal tersebut Dapat terangkum apik dalam penulisan naskah cerita dari Swastika Nohara. 

“Kisah dan konteks Sinema ini amat personal bagi saya, karena saya lahir dan besar di desa. Proses pengembangan naskahnya dimulai dengan riset kehidupan petani masa kini dan riset mengenai Metode Nusantara.”

“Saya meyakini situasi sulit dan kompleksitas yang digambarkan dalam Sinema ini mewakili mayoritas petani di Indonesia, sehingga sejak awal mendengar ide dan konsep Sinema ini saya langsung merasa ini adalah Sinema menarik dan Krusial Buat dibuat.“ ujar Swastika Nohara, yang pernah mendapatkan Piala Maya Buat kategori Skenario Terpilih pada 2013 dan 2014 dan meraih nominasi penulis skenario terbaik dalam FFI 2014.

Cek Artikel:  Presiden Jokowi Manfaatkan Libur Lebaran Kolegai Cucu Bermain

Swastika menambahkan Sinema ini Spesial karena settingnya mengambil kehidupan petani yang belum pernah diangkat dalam Sinema Indonesia masa kini. Dengan setting ini dan Sekalian Kepribadian pendukung di dalamnya menghadirkan ungkapan romansa dengan gaya dan Langkah tersendiri.

Hal Krusial pada proses penulisan skenario adalah mengembangkan Kepribadian utamanya. Kepribadian Esensial diperankan Marthino Lio sebagai Putro, pemeran lain adalah Whani Darmawan, Aksara Dena, dan Nugie.

“Sinema ini menurut saya merupakan bentuk afirmasi Konkret dan menjadi jawaban dari pertanyaan yang selama ini saya kumpulkan. Dari segi tema Sinema ini amat berani dengan mengangkat tema pertanian yang jarang diangkat pada sejarah perfilman Indonesia dan hendak menyampaikan pesan sangat bagus bahwa bumi pertiwi ini butuh Langkah pertanian alami agar Maju Dapat menghidupi Negeri,” tambah Nugie yang dikenal sebagai musisi dan aktivis lingkungan hidup.

Cek Artikel:  Bermula dari Hobi, Wish Of Life Bersiap Luncurkan Album Perdana dalam Waktu Dekat

Pengalaman Yahdi Jamhur dalam Membangun Sinema dokumenter selama 30 tahun amat memengaruhi Sinema ini. Sehingga meskipun cerita Sinema ini fiksi, ditulis dan diwujudkan dalam setting serealistis mungkin.

Hal ini memengaruhi pemilihan kostum, Letak, dan seluruh elemen yang dihadirkan. Bahkan Begitu pemilihan Letak, tim produksi mencari ladang jagung yang usia jagungnya sesuai gambaran di skenario.

Ini menjadikan beberapa adegan dalam Sinema ini cukup menantang karena mengharuskan tim selalu siap menghadapi cuaca terik, angin kencang dan debu tebal di Letak.

“Sinema ini berisi pesan bahwa seperti inilah realita kehidupan petani kita dan nyatanya Eksis solusi yang Dapat diterapkan. Petani harus jadi subjek dalam rangkaian upaya pemenuhan pangan nasional.”

“Sudah cukup rasanya sekian puluh tahun petani Indonesia, orang-orang yang bekerja keras memberikan punggungnya dalam sengatan Mentari, diperlakukan secara Tak adil melalui Berbagai Ragam intrik dalam distribusi dan harga pupuk, serta polemik lain. Sekarang saatnya petani Mempunyai kembali hajat hidup mereka seutuhnya,” tutup Yahdi. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai