DEMAM permainan lato-lato melanda Tanah Air dalam beberapa bulan terakhir. Dari kota hingga pelosok desa, anak-anak, remaja, hingga dewasa menyukai permainan ini. Dua buah bola digantung menggunakan tali yang dijepitkan di tangan. Tangan digerakkan naik-turun, dua buah bola dari bahan plastik polimer dibentur-benturkan sehingga menimbulkan bunyi tek-tok-tek-tok.
Pemain lato-lato baru dianggap piawai apabila benturan antarbola tak hanya terjadi di Dasar, tapi Bisa bergerak ke atas pula. Di sini berlaku teori keseimbangan. Kalau pemain tak Bisa menciptakan keseimbangan, benturan bola akan berantakan.
Saking masifnya permainan lato-lato, kini di kampung-kampung bunyi ayam berkokok pun sudah diganti bunyi lato-lato yang dimainkan setelah anak-anak bangun pagi. Di satu sisi, mainan lato-lato sudah Dapat Membangun anak-anak lepas dari gawai, tapi di sisi lain Membangun lingkungan Gaduh. Apalagi di Area padat penduduk, maka dijamin warganya tak Dapat tidur karena terganggu bunyi lato-lato.
Lato-lato pun kini menjadi common enemy (musuh Berbarengan) sejumlah dinas pendidikan kabupaten/kota di Indonesia yang melarang anak-anak membawa mainan itu ke sekolah. Pihak sekolah merazia anak-anak Buat menyita mainan yang harganya berkisar Rp5.000-Rp15.000 itu. Alasannya, lato-lato mengganggu konsentrasi para siswa belajar.
Belum Terang dari mana asal-usul lato-lato. Terdapat yang bilang permainan tradisional Indonesia sejak baheula. Tapi Terdapat pula yang mengatakan permainan tersebut impor dari luar negeri, seperti Amerika Perkumpulan dan Eropa. Di Amerika Perkumpulan, lato-lato sering disebut sebagai Newton’s yo yo ataupun clackers ball, sedangkan masyarakat di Eropa sering menyebutnya sebagai click-clacks, knockers, clackers, clankers, atau ker-bangers.
Dikaitkan dengan masa menjelang Pemilu 2024 di Tanah Air, di Ketika tensi politik semakin membubung, sejumlah politisi memainkan ‘jurus latto-latto’. Tujuan jurus lato-lato berbeda-beda. Terdapat yang bertujuan menggaet koalisi Buat pencalonan presiden/wakil presiden 2024, memecah koalisi, atau membentuk koalisi baru.
Jurus lato-lato pun dilakukan oleh seorang politikus senior dengan menunjukkan kehebatannya dalam Lembaga ulang tahun partai politik. Dalam Lembaga itu, dia menegaskan bahwa dialah king maker. Jangan coba-coba nyelonong sendiri, apalagi membajak kadernya.
Dia pun menyampaikan bahwa dirinyalah yang merekomendasikan tokoh-tokoh yang hadir Buat menjadi ‘orang’ di negeri ini. “Kalau bukan saya, Anda bukan siapa-siapa,” kira-kira demikian simpelnya. Tepuk tangan pun bergemuruh dalam perhelatan selama Nyaris 4 jam tersebut. Sang politikus Perempuan itu pun semringah.
Di sisi lain, jurus lato-lato juga diperagakan oleh politikus yang berlatar belakang bekas narapidana kasus korupsi. Mereka Ingin eksis di dunia politik. Bahkan, sang politikus yang pernah terjerat kasus jual beli jabatan di Kementerian Keyakinan itu pun mendapat tempat terhormat sebagai ketua majelis pertimbangan partai. Jabatan keren dan terhormat sebagai duta antikorupsi disematkan pula kepadanya di partai yang bernuansa religius tersebut. Ajib!
Politisi atau mantan kepala daerah yang menggarong Duit negara pun tergiur jurus lato-lato. Selepas dari hotel prodeo, mereka mencari political position sebagai bakal calon Member Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Buat Pemilu 2024. Pasalnya, menjadi senator sangat mudah karena tak Terdapat persyaratan Waktu Waktu kosong lima tahun selepas keluar dari penjara seperti halnya calon Member DPR RI atau DPRD.
Jaringan Pendidikan Pemilih Buat Rakyat (JPPR) menemukan pendaftar yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi serta Member DPRD provinsi yang Lagi menjabat mendaftarkan diri sebagai calon Member DPD RI di Provinsi Riau, Bengkulu, NTB, dan Maluku Utara.
Lagi dengan gaya permainan latto-latto, sejumlah politisi atau tokoh juga sibuk mencari atau dipinang partai politik Buat mendulang Bunyi. Permainan bunyi seperti lato-lato dalam politik Bisa menciptakan public awareness.
Kalau konsisten bunyinya alias yang disuarakannya, distingtif, juga Mempunyai novelty dan magnitude, mereka akan meraih simpati publik dan akan terbentuk public loyalty. Terlebih di era disrupsi digital, para pemainnya Bisa merekonstruksi realitas semu yang membius publik. Era ini terkadang tak Dapat dibedakan antara voice dan noise.
Dalam konteks politik, jurus lato-lato Bisa membangkitkan politisi yang sudah menjadi ‘kartu Tewas’. Tak mengherankan Kalau Winston Churchill (1874-1965), PM Britania Raya pada Perang Dunia II, mengatakan, “In war, you can only be killed once, but in politics, many times.” Artinya, dalam perang, serdadu Dapat Tewas sekali, tetapi dalam politik, politisi Dapat terbunuh berkali-kali. Maksudnya, selama banyak jurus, politicians never dies. Jurusnya, ya, latto-latto itu Buat mencari keseimbangan baru (new equilibrium), bandul baru dalam jagat politik. Tek-tok-tek-tok…. Tabik!