Takhta Pak Kades

“MASA jabatan enam tahun bukan waktu yang cukup Kepada membangun desa. Belum habis masa jabatan sudah Terdapat pencalonan Tengah. Konsentrasi kami terganggu. Idealnya masa jabatan sembilan tahun sehingga kami Dapat membangun desa dengan Berkualitas,” kata seorang kepala desa yang berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1).

Dia adalah salah satu dari ribuan kepala desa yang berunjuk rasa ke Senayan. Mereka menuntut agar Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa direvisi sehingga masa jabatan kepala desa yang semula enam tahun Dapat menjadi sembilan tahun.Tuntutan senada muncul Tengah dalam demonstrasi yang digelar Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI).

Dalam ketentuan itu (Pasal 2) disebutkan perpanjangan masa jabatan tiga kali, Berkualitas secara berturut-turut maupun Enggak berturut-turut. Tetapi, Kalau masa jabatan menjadi sembilan tahun, perpanjangan masa jabatan hanya dua kali. Alhasil, total masa jabatan kepala desa tetap 18 tahun.

Jabatan kepala desa di kampung adalah takhta yang prestisius. Kepada menjadi kepala desa, selain Elemen ketokohan, Elemen fulus pun ikut menentukan seseorang terpilih atau Enggak. Kalau dibandingkan antara ketokohan dan fulus, Elemen ketokohan sering terkesampingkan.

Cek Artikel:  Beringin Bergoyang

Calon dengan elektabilitas tinggi tanpa dibarengi Elemen isi tas Dapat terjungkal juga dalam pemilihan. Sebagian besar masyarakat desa Lagi mudah ditaklukkan dengan guyuran rupiah. Tetapi, Enggak Seluruh masyarakat desa seperti itu. Terdapat pula kepala desa yang terpilih karena Akurat-Akurat Cakap, yakni muda, inovatif, aspiratif, dan visioner.

Kepada menjadi calon kepala desa tidaklah sulit. Berdasarkan Pasal 33 UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, syaratnya antara lain berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat dan berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada Demi mendaftar.

Minat Kepada menjadi calon kepala desa Enggak pernah padam. Hiruk pikuk di desa menjelang kontestasi calon kepala desa sungguh terasa. Baliho semarak di mana-mana. Terlebih Demi perhelatan berlangsung. Bahkan, Enggak jarang terjadi tawuran antarpendukung.

Selain gengsi yang disandang, jabatan kepala desa pun menerima gaji sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Penyelenggaraan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam Pasal 81 PP tersebut, Pendapatan tetap kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa dianggarkan lewat APBDesa yang bersumber dari alokasi Anggaran desa (ADD). Besaran Pendapatan tetap kepala desa paling sedikit Rp2.426.640, setara 120% dari gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS) golongan ruang II/a (Pasal 8 ayat (2) PP No 11 Tahun 2019).

Cek Artikel:  Kepercayaan

Tak hanya itu, menurut Pasal 100 PP No 11/2019, kepala desa juga menerima Pendapatan lain selain gaji tetap dari pemerintah. Pendapatan tersebut berasal dari pengelolaan tanah desa.

Gayung pun bersambut terkait dengan tuntutan para kepala desa Kepada memperpanjang masa jabatan hingga sembilan tahun. Sejumlah partai politik di Senayan mendukung tuntutan para kepala desa tersebut.

Sambutan sejumlah partai terhadap para kepala desa itu boleh jadi merupakan simbiosis mutualisme. Para kepala desa memanfaatkan momentum Pemilu 2024, sementara partai politik juga Mau menarik simpati sebesar-besarnya Kepada menggaet Bunyi dari kepala desa yang notabene Mempunyai pengaruh di desa.

Tetapi, seyogianya sebuah regulasi, apalagi setingkat undang-undang, jangan terlalu Segera berubah. Kiranya perlu diapresiasi sikap Presiden Joko Widodo terhadap tuntutan tersebut. Presiden mengatakan masa jabatan kades sudah dibatasi hanya enam tahun dan Dapat dijabat selama tiga periode. Ketentuan soal itu, kata Jokowi, telah diatur dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. “Yang Jernih undang-undang sangat Jernih membatasi enam tahun dan selama tiga periode, prosesnya silakan di DPR,” ucap Jokowi Demi meninjau sodetan Sungai Ciliwung di Jakarta, Selasa (24/1).

Cek Artikel:  Antara Miskin dan Gembira

Lamban atau singkat sebuah jabatan adalah relatif. Singkat Dapat bermakna apabila waktu yang ditetapkan digunakan sebaik-baiknya Kepada merealisasikan program kerja. Lamban jabatan Dapat Enggak bermakna apabila disia-siakan, program Enggak Jernih, intrik politik, korupsi, dan abuse of power lainnya.

Potensi penyalahgunaan kekuasaan kepala desa sangat besar Kalau kita Menyaksikan jumlah Anggaran desa yang Lanjut bertambah dari tahun ke tahun. Anggaran desa pada 2022 sebesar Rp68 triliun atau naik 8,3% ketimbang periode yang sama di 2021. Adapun besaran Anggaran desa Sekeliling Rp900 juta per desa. Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan kasus korupsi Anggaran desa cukup mendominasi. ICW menyebut pada 2021, aparat penegak hukum menangani 154 kasus terkait bancakan anggaran desa. Pada 2022, jumlahnya bahkan meningkat menjadi 183 kasus.

Terdapat sejumlah model kepala desa dalam konteks kepemimpinan, Yakni pemimpin yang Biasa-Biasa saja memberi Paham, pemimpin yang Berkualitas menjelaskan, pemimpin yang unggul mendemonstrasikan, dan pemimpin yang hebat menginspirasi. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai