Bergidik karena Utang

Terdapat yang berbeda dengan nada pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal utang pemerintah akhir-akhir ini. Kalau biasanya selalu tenang dan sangat optimistis Begitu menjelaskan masalah utang, kali ini Bu Menteri memilih waspada. Utang kita, kata Sri Mulyani, bikin merinding. Membangun bergidik.

Loh, apa pasal? Bukankah rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) menurun? Bukankah pula itu berarti Enggak Terdapat yang patut dirisaukan? Apalagi, kemampuan pemerintah membayar utang juga cukup memadai. Mengapa harus bergidik?

Saya menduga, jumlah utang yang besar dan tingginya ketidakpastian globallah yang Membangun alarm kewaspadaan Bu Menkeu Maju menyala. Rasio utang terhadap PDB memang relatif Terjamin. Tapi, di tengah krisis Dunia termasuk krisis keuangan dunia, merasa Terjamin karena indikator statistik semata bukanlah sikap bijak.

Terdapat beberapa negara yang awalnya Normal-Normal saja, tiba-tiba harus terjerat utang. Mereka gagal bayar, Lewat ambruk. Pakistan, contohnya. Kini, negeri berpenduduk Sekeliling 230 juta jiwa itu di ambang kebangkrutan. Cadangan devisanya menipis, Sekeliling US$4,3 miliar, dan hanya sanggup mengimpor kebutuhannya Demi keperluan tiga minggu ke depan.

Cek Artikel:  Merayakan Gagasan

Financial PostĀ menulis penurunan cadangan devisa tersebut disebabkan pelunasan pinjaman komersial sebesar US$1 miliar kepada dua bank yang berbasis di Uni Emirat Arab. Kini, sudah tiga kali pula lembaga keuangan IMF menyuntikkan utang ke Pakistan. Tapi, itu Enggak menolong juga.

Lewat, bagaimana dengan kita? Indonesia tercatat Mempunyai utang sebanyak Rp7.733,9 triliun per Desember 2022. Utang sebesar itu Mempunyai rasio terhadap PDB sebesar 39,57%. Jumlah utang Indonesia Maju meningkat secara nominal dan rasio utang bila dibandingkan dengan periode November 2022.

Tetapi, Kalau dibandingkan dengan posisi Desember 2021, rasio utang tersebut turun. Rasio utang per Desember 2021 mencapai 40,74%. Meskipun turun, besarnya utang pemerintah ini tetap Membangun bergidik ngeri.

Bahkan, nilai Rp7.733,99 triliun tersebut setara dengan dua kali lipat lebih anggaran belanja negara tahun 2023. Inilah yang Membangun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merinding. Bila Enggak diwaspadai, apalagi di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, kita Bisa terlena. APBN kita Bisa kian ngos-ngosan.

Cek Artikel:  Erosi Koperasi

APBN yang diandalkan menjadi instrumen keuangan negara sudah bekerja luar Normal keras dalam tiga tahun terakhir selama pandemi. Termasuk di dalamnya penggunaan instrumen utang yang akan dibayar kembali. Maka, kini APBN harus kembali disehatkan. Menurunkan defisit APBN ke level normal di Rendah 3% setelah bekerja keras menjadi shock absorberĀ ialah langkah Niscaya.

Untungnya, 70,75% utang pemerintah berdenominasi domestik (bermata Dana rupiah). Ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata Dana asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri.

Secara jumlah, utang yang lebih dari tujuh ribu tujuh ratus triliun rupiah itu Jernih bikin merinding. Tetapi, lebih Berkualitas merinding sekarang Lewat mengambil langkah antisipatif daripada bergidik Begitu situasi sudah Enggak terkendali. Peringatan itu wake up call agar pemerintah kian hati-hati mengelola utang.

Cek Artikel:  Ruang Hampa Tata Kelola

Peningkatan utang, kalaupun harus terjadi, mesti dipastikan dalam batas Terjamin, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal. Apalagi, berbagai risiko yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing (biaya pinjaman seperti Tumbuh dan lainnya), pengetatan likuiditas Dunia, dan dinamika kebijakan moneter negara maju bakal Maju terjadi.

Penurunan rasio pembayaran utang atau debt to service ratio (DSR) tier-1 Indonesia di akhir kuartal III 2022 (dari 17,9% menjadi 16,9%) mestinya Maju jadi momentum. Penurunan itu berarti tanda bahwa pengelolaan utang membaik. Terdapat penurunan utang luar negeri di satu sisi, sekaligus juga Lagi Terdapat berkah dari naiknya harga komoditas yang Membangun transaksi berjalan kita cukup Berkualitas.

Itulah momentum yang mesti Maju dimanfaatkan. Bergidik atas kian membesarnya utang itu amat Absah. Tapi, bergerak Segera menjaga stabilitas utang agar Enggak terjerat terlalu jauh, itu lebih afdal.

Mungkin Anda Menyukai