Nilai Tambah

SAYA harus selalu angkat topi Buat menteri yang satu ini: Bahlil Lahadalia. Sebagai Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, ia tak pernah ngeles Begitu diberi Sasaran tinggi. Adrenalinnya Malah menggelegak Begitu ia diberi tantangan.

Seperti tahun ini, 2023, Begitu dunia diliputi ketidakpastian, ia tertantang Buat membuktikan bahwa Sasaran realisasi investasi Rp1.400 triliun bukan misi mustahil.

Tahun Lewat saja, Begitu ia dibebani Sasaran realisasi investasi Rp1.200 triliun, Bahlil dan jajarannya Bisa merealisasikan Sasaran tersebut. Malah, terlampaui dengan capaian Rp1.207 triliun. Lebih besar Rp7 triliun.

Begitu memberikan Kuliah Standar HUT ke-53 Media Indonesia, ia pun menyebutkan bahwa senjata andalannya ialah memaksimalkan hilirisasi. Baginya, hilirisasi bukan sekadar sanggup meraih nilai tambah, melainkan juga pancingan paling afdal mendatangkan investasi.

 

Dengan hilirisasi, para investor bakal berbondong-bondong karena Terdapat ‘mainan’ baru.

Memang, kesadaran akan hilirisasi di kita agak terlambat. Padahal, kata ini sudah dikenalkan sejak puluhan tahun Lewat. Mirip kata reboisasi, yang oleh generasi seusia saya sudah dikenalkan Begitu kami Tetap sekolah dasar.

Kami kerap diingatkan tentang pentingnya reboisasi. Awalnya, reboisasi bermakna penanaman kembali hutan-hutan yang gundul.

lelet laun, karena kampanye reboisasi di era ’90-an sebatas meriah di meja-meja kelas, diperdebatkan secara sengit di Lembaga-Lembaga seminar, dan jadi bahan pidato di mimbar-mimbar pejabat, Maksud reboisasi pun terpaksa meluas. Menjadi, ‘penanaman kembali hutan-hutan yang digunduli’.

Cek Artikel:  Tonjokan 12

Kini, kampanye hilirisasi juga sangat meriah. Begitu saya mengetikkan kata ‘hilirisasi’ pada kamus bahasa Indonesia daring, saya dituntun membuka kata ‘penghiliran’. Maka, ketika saya ketikkan kata ‘penghiliran’, Maksud yang muncul ialah, ‘proses, Metode, perbuatan Buat melakukan pengolahan bahan baku menjadi barang siap Mengenakan’. Sama dengan reboisasi, hilirisasi atau penghiliran ialah kata kerja. Karena itu, mestinya ya dikerjakan.

Tetapi, saya Tak hendak mengajak Anda berdebat soal kata. Yang Niscaya, penghiliran atau hilirisasi sudah terjadi di lapangan. Sudah berjalan, bahkan melampaui kata-kata. Walk the talk, istilah yang kerap dipakai.

Hilirisasi atau penghiliran bukan sekadar tekad dan kampanye. Hilirisasi sudah dimulai dengan menghentikan ekspor bahan mentah seperti bijih nikel mulai 1 Januari 2020. Hasilnya, ekspor bijih nikel berganti menjadi ekspor utuh besi baja (olahan dari bijih nikel mentah). Nilainya pun Tak main-main.

Begitu bijih nikel diekspor mentah-mentah, nilai yang dihasilkan Sekadar Sekeliling US$3 miliar. Tetapi, begitu ekspor bijih nikel dilarang, nilai ekspor penghiliran nikel pun Dapat mencapai lebih dari US$30 miliar. Terdapat nilai tambah hingga sepuluh kali lipat.

Itu baru dari satu komoditas. Padahal, pemerintah sudah menyusun peta jalan terhadap 41 komoditas yang layak dihilirkan hingga tahun 2040. Maka, Dapat dibayangkan bakal berapa nilai tambah yang dihasilkan. Buat mencapai ke titik itu, maka investasi pun Lalu digenjot.

Cek Artikel:  Judi, Insan Budak Libido

Tak salah mengapa kita ngotot agar bangsa ini bergegas melakukan penghiliran sumber daya alamnya? Padahal, ekspor bahan mentah selama ini menghasilkan devisa yang Tak main-main. Bijih nikel, misalnya, Indonesia menguasai 27% pasokan bijih nikel dunia.

Itu menjadikan Indonesia sebagai eksportir nikel terbesar kedua Buat industri baja negara-negara Uni Eropa. Itu sebabnya, banyak industri logam di Eropa sangat bergantung pada bahan mentah dari Indonesia.

Nilai ekspor bijih nikel Indonesia ke Uni Eropa juga meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Tercatat, ekspor bijih nikel Indonesia naik signifikan sebesar 18% pada kuartal kedua 2019 Kalau dibandingkan dengan periode yang sama di 2017. Sepanjang 2019, nilai ekspor nikel Indonesia mencapai US$1,7 miliar.

Kendati demikian, Indonesia selama puluhan tahun hanya mengekspor nikel mentah. Uangnya pun langsung masuk dalam jangka pendek. Tetapi, Buat jangka panjang, bangsa ini Jernih merugi.

Tanpa hilirisasi, Begitu barang mentah itu sudah habis, kita akan bergeser menjadi konsumen yang harus membeli Kembali bijih nikel yang sudah diolah negara tujuan ekspor itu dengan harga berlipat ganda. Dampaknya, cadangan devisa yang kita dapat dari hasil penjualan bijih nikel itu bakal habis Buat membeli Kembali produk turunan nikel.

Cek Artikel:  Daya Magis ASN Jelang Pemilu

Apalagi, menurut para Ahli, nikel merupakan mineral yang sangat berharga di masa depan karena pesatnya perkembangan kendaraan listrik. Nikel ialah salah satu logam terbesar dalam pembuatan baterai listrik. Ia bahan litium-ion, yang Dapat diibaratkan jantungnya revolusi mobil listrik.

Maka, Buat jangka panjang, penghiliran bahan mentah kita ialah keniscayaan. Ia aset dan Asa cerah masa kini dan masa depan. Dengan mengolah bijih nikel menjadi feronikel, misalnya, harganya dapat meningkat dari US$55 per ton menjadi US$232 per ton, atau memberikan nilai tambah Sekeliling 400%.

Jadi, jangan pesimistis dengan hilirisasi karena ia dijalankan secara berbeda dengan Begitu awal-awal kampanye masif reboisasi. Hilirisasi sudah terjadi. Keputusan berani penghiliran nikel bukannya tanpa risiko. Gugatan keras Uni Eropa yang selama ini amat bergantung pada bijih nikel Indonesia ialah risiko yang Tak main-main atas keputusan berani tersebut.

Tapi, mengapa harus takut risiko. Tak Terdapat jalan yang mudah dan mulus Buat meraih kejayaan bangsa. Seperti kata sejarawan HG Wells. “Apa yang menentukan besar-kecilnya suatu bangsa?” Lantas ia simpulkan sendiri, bahwa, “Anasir terpenting yang menentukan nasib suatu bangsa ialah kualitas dan kuantitas tekadnya.”

Bangsa ini sudah bulat bertekad mengolah hasil buminya sendiri, dan itu Tak akan ditarik kembali. *

 

 

Mungkin Anda Menyukai