Debat di Kampus bukan Pamer Gimik

DUKUNGAN debat di kampus bagi para bakal calon presiden pascaputusan Mahkamah Konstitusi mengalir dari berbagai kalangan. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia adalah kampus pertama yang menantang para bacapres, yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto, Demi berdebat di Kampus Perjuangan. Selanjutnya, kampus-kampus ternama di Tanah Air juga berminat Demi menggelar debat bacapres atau capres setelah mereka mendaftar di Komisi Pemilihan Standar pada Oktober mendatang.

KPU Enggak mempersoalkan para bacapres hadir di kampus karena status mereka Demi ini ialah Kaum Normal alias belum capres sehingga bebas menemui siapa saja, termasuk menemui sivitas akademika. Debat bacapres di kampus adalah ruang bagi para calon pemimpin bangsa Demi beradu gagasan. KPU harus segera menyusun aturan mainnya sehingga debat capres di kampus setelah mereka Formal mendaftar berlangsung tertib dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Cek Artikel:  Penggalian Keadilan Persidangan Sambo

Debat capres di kampus adalah angin segar di tengah dinamika pencapresan Demi ini yang Lagi didominasi oleh gimik politik, pencitraan, alias sesuatu yang Enggak bersifat Istimewa yang digunakan para capres Demi menarik perhatian. Para kandidat tebar pesona di sana-sini, dengan tampilan bersahaja menyapa rakyat, di perkampungan kumuh perkotaan hingga di perdesaan. Mereka berdalih menyerap aspirasi masyarakat, tapi lupa menawarkan gagasan Demi penyelesaian masalahnya.

Absah-Absah saja gimik digunakan sebagai salah satu Metode memasarkan diri demi popularitas. Tetapi, Apabila itu dilakukan Lanjut-menerus tanpa masuk ke ranah substansi, jangan salahkan Apabila akhirnya masyarakat Letih. Akhirnya muncul kembali anekdot usang, ‘siapa pun yang terpilih, bakal sama saja, nasib rakyat enggak akan berubah’.

Cek Artikel:  Netralitas Amtenar Ambyar

Balik ke ide adu gagasan dari mahasiswa tadi, masyarakat yang kini semakin melek politik tentunya sudah sangat menantikan. Sekalian menunggu, siapa capres yang punya ide brilian, bukan bualan. Di hadapan sivitas akademika, ide para capres akan dibedah secara empiris sehingga teruji Dapat-tidaknya ide itu direalisasikan dalam masa lima tahun kepemimpinan pasca-Pemilu 2024.

Mulai dari persoalan hukum yang Dapat diatur sesuai selera, korupsi yang makin menjadi-jadi, perekonomian yang hanya dinikmati segelintir orang, biaya pendidikan dan kesehatan yang makin sulit dijangkau, Tamat ke persoalan sosial masyarakat misalnya isu LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) dan keberagaman. Dari debat kampus dapat terlihat gamblang kualitas para capres, siapa yang baru punya ide dan siapa yang sudah siap menjalankannya. Siapa pula capres yang sekadar gagah-gagahan, tetapi bak pepatah ‘tong Hampa nyaring bunyinya’.

Cek Artikel:  Nyalakan Suar Penegakan Hukum

Perdebatan di kampus adalah budaya akademik yang harus ditumbuhkembangkan di perguruan tinggi. Dari sisi mahasiswa juga harus bersiap melontarkan pertanyaan atau tanggapan berkualitas dengan argumentasi dan data yang valid. Bukan menonjolkan emosi. Lembaga perdebatan para capres di kampus ini sekaligus mengklarifikasi secara terbuka isu-isu yang terkait para kandidat capres. Para mahasiswa ini adalah bagian dari 52% pemilih muda yang akan berpartisipasi dalam Pemilu 2024. Ayo, tunggu apa Kembali, mari berdebat di kampus!

Mungkin Anda Menyukai