Jalan Istikamah Hakim Wahyu

SELAMA 6 jam, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso memimpin jalannya pembacaan putusan Kepada tardakwa mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo atas pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, kemarin. Hakim Wahyu memvonis Wafat Sambo. Vonis hakim itu lebih berat Apabila dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut Lumrah yang sebelumnya menuntut Sambo hukuman seumur hidup. “Menjatuhkan terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana Wafat,” kata Hakim Wahyu sembari mengetuk palu.

Wahyu menjelaskan terdakwa telah terbukti secara Absah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Sambo dinilai melanggar ketentuan Pasal 340 KUHP juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Keberanian Hakim Ketua Wahyu dan Member majelis hakim Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono berlanjut. Penjatuhan vonis yang bersifat ultra petita (di atas tuntutan jaksa) juga dikenai kepada Putri Candrawathi dalam kasus yang sama. “Menjatuhkan pidana penjara terhadap Putri Candrawathi selama 20 tahun,” kata Hakim Wahyu. Vonis Kepada istri Sambo itu lebih tinggi daripada tuntutan jaksa delapan tahun penjara.

Cek Artikel:  Ayo Bicara Utang Kembali

Hakim Wahyu mengambil jalan istikamah sekaligus ijtihad, yakni penetapan hukum yang diyakini kebenarannya meski melampaui tuntutan jaksa. Secara harfiah, ultra petita berasal dari bahasa Latin. Ultra artinya Mengungguli, melampaui, ekstrem sekali. Sementara itu, petita yang artinya permohonan. Ultra petita pada intinya ialah Mengungguli apa yang diminta. Dalam praktiknya, ultra petita Terdapat yang dibolehkan dan Bukan diperbolehkan.

Putusan ultra petita yang dibolehkan dengan syarat putusan pidana tersebut Bukan Mengungguli batas ancaman pidana maksimum ataupun di Rendah ancaman minimum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara itu, putusan ultra petita yang Bukan diperbolehkan ialah putusan yang dijatuhkan hakim di luar pasal yang didakwakan jaksa. Putusan pidana yang dijatuhkan hakim Mengungguli ancaman maksimum atau di Rendah ancaman minimum yang dituangkan dalam pasal undang-undang hukum pidana yang digunakan jaksa dalam dakwaannya.

Cek Artikel:  Senator Uhuy

Vonis Wafat terhadap Sambo dan vonis 20 tahun Kepada Putri Membikin sejumlah kalangan kecele. Pasalnya, majelis hakim PN Jakarta Selatan dinilai Bukan akan berani memberikan putusan hukuman tersebut, terutama Kepada Sambo. Terlebih Tengah, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan Terdapat gerakan ‘Rendah tanah’ yang memengaruhi putusan terhadap Sambo dan Rekan-Rekan.

Selama persidangan, Hakim Wahyu menyedot perhatian publik. Wakil Ketua PN Jakarta Selatan itu kerap memberikan pertanyaan atau pernyataan tajam kepada para terdakwa. Hakim berusia 46 tahun yang selalu tampil mengenakan masker itu sempat kesal kepada terdakwa Kuat Ma’ruf yang diduga kerap berbohong di persidangan. “Kalau Kerabat sudah Membikin keterangan seperti itu di awal (jujur), ceritanya enggak seperti ini, paham? Bukan akan 95 polisi yang akan disidang etik kalau Kerabat bicara seperti itu,” tandas Hakim Wahyu.

Cek Artikel:  Pelanggaran Etik Anwar dan Hasyim

Keberanian Wahyu dan Member majelis hakim patut diacungi jempol setinggi-tingginya. Publik Tetap berharap keberanian mereka dalam memberikan vonis ringan Kepada terdakwa sang eksekutor yang juga ajudan Sambo, Richard Eliezer. Dia sebelumnya dituntut pidana penjara 12 tahun. Eliezer dinilai banyak berperan dalam membuka jalan terang kasus pembunuhan keji tersebut.

Penegakan hukum Bukan berdimensi tunggal. Menurut Gustav Radbruch, penegakan hukum harus memenuhi triad (tritunggal), yakni kepastian hukum (Formal certainty), keadilan (justice), dan kemanfaatan (utility, purposiveness). Vonis Wafat Kepada Sambo Mempunyai banyak Maksud. Langit tak perlu runtuh Kepada menegakkan nyali mengetuk palu keadilan. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai