Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai

Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai
Herdiana Randut.(Dokpri)

SAYA mengutip Soe Hok Gie yang Berbicara begini, “Perempuan akan selalu di Dasar Pria kalau yang diurus hanya baju dan kecantikan.” Siapa pun akan mengakui pernyataan ini Betul adanya. Apalagi Apabila dikaitkan dengan perkembangan teknologi Ketika ini yang melampaui kecepatan Logika Insan Demi mengejarnya.

Saya sendiri memaknai pernyataan Soe Hok Gie ini secara lain. Yang hendak dikatakannya ialah agar Perempuan Indonesia jangan Tengah terkurung dalam kegelapan intelektual. Yang dulunya Bukan diperkenankan sekolah, hanya membersihkan rumah, memasak, menjahit, mengurus anak, dan merawat diri, kini dapat menikmati akses pendidikan. 

Tugas dan tanggung jawab seorang Perempuan bukan hanya pelengkap rumah tangga. Tetapi harus Dapat membicarakan arah kemajuan bangsa, sistem atau regulasi yang berlaku pada suatu bangsa, dan memutuskan kebijakan Berbarengan dalam masyarakat. 

Baca juga : Keterlibatan Perempuan di Sektor Ekonomi dan Politik Harus Ditingkatkan

Maka ketika berbicara tentang politik, Bukan hanya kalangan politisi, pemerintah atau birokrat Pria yang bersuara kencang. Tetapi juga Perempuan Dapat duduk di sana, bahkan terlibat aktif. Sejatinya, Perempuan Mempunyai potensi yang Bukan kalah jauh dari Pria. Ia mempunyai kemampuan yang setara dengan Pria. 

Manakah kemampuan itu? Salah satunya adalah memimpin. Kepemimpinan memang Bukan terlepas dari individu yang berperan sebagai pemimpin itu sendiri. Karena, banyak sekali yang menghubungkan antara kemampuan individu dalam memimpin dengan aspek biologis yang melekat pada diri sang pemimpin tersebut, Adalah berdasarkan jenis kelamin antara Pria dan Perempuan. 

Cek Artikel:  Cacar Monyet

Pembedaan ini, seringkali terjadi dalam realitas kehidupan bermasyarakat dan khususnya berorganisasi. Keterlibatan Perempuan dalam dunia politik adalah masuknya Perempuan Demi ikut ambil bagian di parlemen dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. Asa masyarakat adalah, agar representase Perempuan Eksis di dunia politik. Karena Perempuan Mempunyai hak yang sama dengan Pria, seperti hak bersuara dan hak Demi memimpin. Tetapi, Asa ini Tetap sangat jauh. 

Baca juga : Keterwakilan Perempuan di Parlemen Harus Konsisten Ditingkatkan

Ketimpangan sosial budaya

Fakta dunia politik di Indonesia membenarkan hal ini. Dari tahun ke tahun, kehadiran Perempuan sangat sedikit. Sejauh yang saya amati, salah satu penyebabnya ialah, karena ketimpangan sosial dan budaya. Di segala penjuru Nusantara ini, banyak Perempuan yang buta atau bahkan Bahkan dibutakan secara struktural akan potensi diri mereka, sehingga mereka hanya Mempunyai peran kedua dalam masyarakat. 

Menurut data yang dicatat oleh Komisi Pemilihan Biasa (KPU) selama empat tahun berturut-turut kehadiran Perempuan dalam dunia politik hanya 8,9 % sejak tahun 2015 – 2020 (www.kpu.go.id) . 

Padahal, data dari deputi bidang koordinasi peningkatan kualitas anak, Perempuan dan pemuda Kemenko PMK menunjukkan, bahwa partisipasi Perempuan di parlemen Sepatutnya mencapai 30 %. 

Hal tersebut diatur dalam Undang-undang No.2 Tahun 2011 tentang perubahan atas undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang partai politik, dan undang-undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Biasa mengamanatkan keterwakilan Perempuan sebanyak minimal 30 % (www.kemenkopmk.go.id) .  

Cek Artikel:  Ketaatan dalam Implementasi Kurikulum FoI

Baca juga : Jadikan Pemilu 2024 Momentum Demi Meningkatkan Peran Perempuan di Bidang Politik

Tetapi, di sana sini Tetap saja banyak terjadi kesenjangan yang signifikan. Kita lihat saja. Keterwakilan Perempuan dalam parlemen, tenaga kerja profesional, dan kemimpinan Tetap jauh dari ideal bahkan di Dasar kuota 30% sesuai regulasi yang Eksis. Kesetaraan gender belum meningkat bahkan Tetap suram. 

Seperti menantang badai

Di mana letak masalahnya? Saya Memperhatikan suatu hal yang Bukan dapat dipungkiri bahwa masyarakat kita didominasi oleh Pria. Jadi, sangat patriarkal. Fakta ini memang susah dihapus bahkan dihilangkan. Akibatnya Terang, peran Perempuan sering menghadapi berbagai persoalan karena hadirnya budaya ini yang menempatkan diri Pria lebih Layak dari Perempuan. Maka kesempatan Perempuan menjadi politikus relatif dibatasi, karena pandangan atau persepsi tradisional yang hanya Memperhatikan Perempuan cocok Demi urusan dapur, memasak, mengurus anak, dll.

Dimanakah letak keseteraan gender? Tentu Bukan Eksis. Kalau pun Eksis hanya sebatas diberikan ruang Demi dibahas dan dibicarakan, tetapi amat jarang implementasinya. Kalau saja Perempuan mendapat kesempatan yang sama dan diakui, maka potensi sumber daya Insan di Indonesia menjadi jauh lebih besar, dan hal ini akan sangat menguntungkan negara demi pembangunan bangsa. 

Baca juga : Pemberdayaan Perempuan Harus Jadi Perhatian di Pilpres 2024

Cek Artikel:  UU Nomor 172023 tidak Memberi Solusi Kesulitan Akses dan Antrean Panjang Rawat Inap Pasien BPJS

Belum tercapainya kuota 30% keterwakilan Perempuan di dunia politik, khususnya badan legislatif karena adanya sistem budaya politik dan sistem rekrutmen oleh partai yang belum menunjukkan keberpihakan kepada calon Perempuan, dan sistem pemilu proporsional terbuka yang melemahkan Perempuan ketika Ingin bersuara (www.umj.go.id). 

Perempuan Bukan memperoleh banyak dukungan dari partai-partai politik, karena struktur kepemimpinannya didominasi oleh Pria. Ditambah media massa yang Sepatutnya berperan Krusial membangun opini mengenai keterwakilan Perempuan dalam parlemen sangat kurang memberikan perhatian besar terhadap hal itu. 

Dalam salah satu wawancara saya dengan politisi Perempuan terungkap Terang, bahwa sumber daya finansial juga Dapat berpengaruh. Hal ini, menurut Irit saya dapat dilihat begitu banyak Perempuan cerdas di Indonesia yang Mempunyai kemampuan intelektual hebat, Tetapi mengalami kendala finansial, sehingga mereka Bukan dapat berbuat apa-apa. Saya kira dalam hal ini perlu dukungan dari partai atau pemerintah. 

Artinya, sangat diperlukan dukungan pemerintah, elite partai, dan birokrat, Demi peka dan Acuh serta memperhatikan secara serius tantangan-tantangan yang dihadapi Perempuan Demi masuk ke dunia politik tersebut. 

Perempuan bukan Bukan mau berpolitik. Mereka mau, bahkan sangat Pandai. Hanya saja, ketika berkiprah, mereka seperti menantang badai. Yang mau dikatakan di sini ialah Era sudah berubah dan kita Insan, lelaki dan Perempuan, turut berubah di dalamnya. Hanya dengan ini, kuota 30% Demi Perempuan Bukan hanya menjadi cita-cita indah.

Mungkin Anda Menyukai