Derita Gaya Hidup

BANYAK Insan modern yang meyakini bahwa gaya hidup glamor akan menentukan status dan kelas seseorang. Selanjutnya, posisi status dan kelas seseorang dipandang Bisa mendatangkan kebahagiaan.

Di kalangan Insan modern, pencarian Maksud kebahagian itu memang problematik. Ia seperti pencarian tanpa tepi. Sebagian bahkan menyamakan kebahagiaan dengan kesenangan. Pada titik ini, gaya hidup wah menjadi pilihan, apalagi di kalangan sejumlah pejabat.

Padahal, para bijak bestari telah mengingatkan komplikasi yang ditimbulkan dari pola kehidupan hedonis itu. Salah satunya, tatanan kehidupan Insan modern yang hedonis itu dihadapkan dengan idealitas dan realitas semu.

Sebagian orang seperti berada dalam keseimbangan Imitasi. Kepalsuan ini menjebak Insan dan menyeretnya dalam dimensi keringnya nilai spiritual dan Tak Tengah Bisa mencapai tahapan kebahagiaan. Bahkan, kian jauh dari capaian kebahagiaan.

Hanya karena menginginkan kesenangan sesaat, imbasnya juga Bisa ke mana-mana. Tak jarang orang lain Bisa menderita karenanya. Orang lain Bisa menjadi korban penindasan akibat hasrat memenuhi gaya hidup yang Tak terbendung itu.

Cek Artikel:  Pemerintahan Bebek Lumpuh

Kasus penganiayaan atas Crystalino David Ozora oleh Mario Dandy Satrio, anak pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bernama Rafael Alun Trisambodo, ialah fakta Konkret ‘penindasan’ itu. Maka, alih-alih meraih kebahagiaan, sang penganiaya dan keluarganya kini dikepung penderitaan.

Cermat belaka teori William James, seorang perintis psikologi pendidikan dari Amerika Perkumpulan. Pak James mengatakan motif terdasar dari seluruh tindakan Insan hanya satu, yakni the pursuit of happyness. Kalau Eksis pertanyaan mengapa kita beragama, mengapa menikah, mengapa harus bekerja, termasuk mengapa kita harus bernegara, jawabnya hanya satu, yakni demi mengejar kebahagiaan.

Tapi, kebahagiaan itu Terang berbeda dengan kesenangan. Banyak orang mengidentikkan kebahagiaan dengan pleasure, atau kesenangan. Padahal, keduanya berbeda. Kebahagiaan adalah suatu konsep yang Bergerak dan sifatnya kontekstual. Kebahagiaan itu produktif, aktif, menumbuhkan. Kebahagiaan itu Membikin kemanusiaan kita berkembang.

Kebahagiaan itu sesuatu yang Membikin kita menjadi kaya. Bisa melayani dan membahagiakan orang lain, bukan mencelakai atau menganiaya orang lain. Kebahagiaan itu enjoyment alias kesukacitaan.

Cek Artikel:  Despotisme Baru

Adapun kesenangan, bersifat konsumtif dan pasif. Makan, minum, nonton bioskop, punya Jeep Rubicon, itu kesenangan dan sifatnya pasif konsumtif. Dalam hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow, kesenangan itu Lagi di urutan Dasar. Levelnya baru physiological needs atau kebutuhan fisiologis biologis dan safety needsĀ alias kebutuhan akan ketenteraman.

Sementara itu, kebahagiaan levelnya sudah puncak dari segala puncak kebutuhan, yakni self-actualization atau aktualisasi diri. Pada titik ini, orang akan merasa bermakna dan Gembira Kalau Bisa melayani dan Berfaedah bagi banyak orang. Tokoh sufi Imam Al-Ghazali menggambarkan kebahagiaan itu senapas dengan sa’adah, yang bermakna ‘ketiadaan derita’.

Tak mengherankan bila para pendiri bangsa ini memilih jalan berpayah-payah karena mereka Ingin mencapai puncak kebahagiaan Berbarengan rakyatnya. Mengapa Bung Hatta menolak Berbagai Macam-macam fasilitas negara padahal ia wakil presiden, jawabannya Terang: Bung Hatta Tak mau memburu kesenangan dengan bergaya hidup wah karena banyak rakyat Lagi menderita.

Cek Artikel:  Demokrasi tanpa Kontestasi

Menurut Bung Hatta, mimpi dari dibentuknya negara: Saya Ingin membentuk negara di mana Segala orang Gembira di dalamnya. Yang dari Aceh Gembira. Orang Papua Gembira. Orang Tionghoa Gembira. Para petani Gembira. Nelayan pun Gembira. Karena sebagian besar mereka Lagi menderita, maka Tak elok menikmati kesenangan di atas penderitaan.

Kata KH Agus Salim mengutip kata bijak Belanda, leiden is lijden, memimpin itu menderita. Menjadi pejabat itu amanat dan siap berpayah-payah, bukan memupuk fasilitas dan membiarkan keluarganya bergaya hidup laiknya konglomerat.

Andaikata Pancasila bukan sekadar perkataan, melainkan juga perbuatan, Tak akan Eksis kisah Mario menganiaya David. Pula, Tak Eksis pejabat dan keluarganya yang memupuk fasilitas (bahkan meraih fasilitas dengan Metode menyimpang) dengan bergaya hidup mentereng dan bersikap arogan.

Mungkin Anda Menyukai