Tulang Punggung Ekonomi

JANGAN risau dengan yang kecil, jangan pula Lalu membangga-banggakan yang besar. Kalimat itu serupa mantra bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di negeri ini. Saya sepenuhnya sepakat dengan narasi itu.

Faktanya memang demikian. Dalam kondisi perekonomian sesuram apa pun, UMKM terbukti tetap hidup. Bukan sekadar hidup, mereka eksis. Mereka bahkan menjadi Tutup pengaman perekonomian yang tengah oleng.

Tengoklah Ketika krisis moneter 1998. Ketika perekonomian porak-poranda kala itu, UMKM hadir menjadi sang penyelamat. Begitu juga ketika perekonomian Mendunia sedang suram pada 2008, Ketika pandemi covid-19 pada 2020 hingga 2022, serta kala ancaman krisis Mendunia 2023 ini. UMKM selalu menjadi Tutup pengaman.

Kini, UMKM juga diyakini akan menjadi usaha yang dapat menyelamatkan Tanah Air dari ancaman resesi. Keyakinan itu merujuk pada ketahanan UMKM Ketika terjadi pandemi. Dengan berkaca pada situasi itu, banyak yang memprediksi sektor Hidangan, misalnya, akan menjadi tulang punggung pertahanan menghadapi krisis Mendunia.

Cek Artikel:  Yamal dan Kaesang

Mengapa Hidangan? Salah satunya karena jumlah penduduk Indonesia sangat besar. Sudah begitu, tingkat konsumsi penduduk kita juga besar. Belum Tengah jenis Hidangan kita yang mahadahsyat jumlah dan ragamnya.

Apalagi, Mandek sudah terjadi di mana-mana. Banyak orang berprinsip daripada Mandek, lebih Bagus mampir warung isi perut dulu. Ketika ekonomi mulai menggeliat pascapandemi, gerakan ‘menyerbu warung’ juga menjadi pemandangan lumrah. Itu menyenangkan bagi perekonomian kita.

Meski resesi 2023 diprediksi akan Membikin siklus impor terganggu dan menghambat beberapa bahan baku yang dibutuhkan pelaku UMKM, banyak yang meyakini bahan lokal dapat menjadi alternatif. Apatah Tengah ancaman resesi diperkirakan Enggak akan begitu berpengaruh Buat iklim bisnis di Indonesia.

Hingga akhir 2022, misalnya, Tempat simpan-Tempat simpan penyimpan barang di negeri ini Enggak pernah Hening. Tempat simpan Punya sebuah perusahaan di Jakarta yang berjumlah 300 buah di berbagai kota, misalnya, juga Enggak pernah Nihil. Itu tanda bahwa kegiatan ekonomi pulih. Bagi UMKM, itu Asa besar.

Cek Artikel:  Memupus Gerontokrasi

Jadi, ketika Eksis pernyataan bahwa UMKM merupakan pilar terpenting dalam perekonomian Indonesia, sulit bagi banyak orang Buat membantahnya. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM Ketika ini mencapai 65,4 juta. Kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,07%, atau senilai lebih dari Rp8.700 triliun.

Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97% dari total tenaga kerja yang Eksis. Selain itu, UMKM dapat menghimpun Tiba 60,4% dari total investasi. UMKM juga berkontribusi lebih dari 14,4% terhadap ekspor nasional pada 2021.

Kurang strategis apa peran UMKM sebagai tulang punggung ekonomi kita? Segala Niscaya bilang amat strategis. Tetapi, sudah sepenuh hatikah negara memperlakukan yang kecil tapi strategis tersebut selayaknya tulang punggung? Saya meragukannya.

Faktanya, hingga kini Dekat separuh UMKM Tetap bergelut sendiri dengan tantangan yang hadir dari segala penjuru. Akses pasar kurang. Sumber daya terampil Enggak sepenuhnya disentuh negara. Akses terhadap teknologi dan digital apalagi.

Cek Artikel:  Menteri Pembela Anak Presiden

Akses ke layanan keuangan juga belum menunjukkan peningkatan signifikan. Data Kemenkeu menunjukkan Sekeliling 18 juta UMKM kita belum Mempunyai akses terhadap pembiayaan formal. Lampau, Sekeliling 46 juta UMKM Tetap kelimpungan membutuhkan tambahan pembiayaan Buat modal kerja dan investasi.

Betul bahwa Sekeliling 17,2 juta UMKM telah terdigitalisasi awal tahun Lampau. Tetapi, itu baru sepertiga dari total UMKM yang Eksis. Kalau perhatian ke masalah itu sekadar sayup-sayup dan sepoi-sepoi, amat berat meraih Sasaran mendigitalisasi 40 juta UMKM pada 2024.

Banyak kalangan memang selalu menggaungkan narasi UMKM sebagai tulang punggung perekonomian kita. Tetapi, sebagian perlakuan terhadap sang tulang punggung Bahkan sebaliknya: menindasnya. Jangan Tiba nasib UMKM mirip seperti koperasi, yang selalu disebut-sebut sebagai saka guru, tapi akhirnya jadi sarang para benalu.

Mungkin Anda Menyukai