Hobi Menimbun Barang lelet Waspada, Bisa jadi Hoarding Disorder

Hobi Menimbun Barang Lama? Waspada, Bisa jadi Hoarding Disorder
Ilustrasi(freepik.com)

GANGGUAN Hoarding Disorder adalah penyakit mental kompleks yang ditandai dengan kesulitan Maju-menerus Buat melepaskan sesuatu barang, yang menyebabkan penumpukan dan kekacauan pada suatu tempat. Gangguan dapat berdampak signifikan pada fungsi dan kesejahteraan sehari-hari seseorang dan lingkungannya.

Hoarding Disorder merupakan salah satu bentuk gangguan kesehatan mental dengan kecenderungan mengumpulkan atau menimbun barang-barang. Seperti barang yang pada umumnya dianggap Enggak Berfaedah atau Enggak bernilai Tengah (karenanya Bisa disebut sampah),” Jernih Psikolog klinis, Ratih Ibrahim Demi dihubungi Media Indonesia di Jakarta beberapa waktu Lampau.

Meski demikian, menimbun dalam kerangka seseorang yang mengalami gangguan hoarding disorder, berbeda dengan kegemaran Buat mengumpulkan barang tertentu seperti yang dilakukan para kolektor.

Baca juga : Kesehatan Mental Generasi Muda Krusial dalam Proses Pembangunan Bangsa

“Hoarding Disorder berbeda dengan orang yang suka koleksi barang. Karena kalau kolektor itu Niscaya barang-barang rapi dan terorganisir, Lampau dipajang. Sementara HD berantakan karena barang yang disimpan adalah jenis barang yang sudah rusak, karatan, usang dan Enggak Eksis fungsinya Tetapi, Lagi ia simpan,” Jernih Ratih.

Cek Artikel:  Ini Rahasia Makanan yang Bikin Anda Awet Muda, Wajib Dicoba

Lebih lanjut Ratih menjelaskan  bahwa Hoarding Disorder juga berbeda dengan kegiatan dan pekerjaan para pemulung yang kerap mengumpulkan barang bekas dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi.

“Pada orang dengan hoarding disorder, penimbunan sering kali dilakukan secara acak dan sembarangan. Mereka merasa Terjamin Demi Bisa menumpuk sampah karena merasa sayang Demi membuangnya. Tetapi mengumpulkan barang bekas Buat dijual Tengah, seperti pemulung bukan gangguan HD, karena kalau pemulung Lagi memikirkan Eksis Unsur ekonomi,” jelasnya.

Baca juga : Studi HCC: Orang Indonesia dengan Emotional Eater 2,5 Kali Berisiko Stres

“Akan tetapi, apabila yang disimpan bukan sampah akan tetapi barang-barang Punya penderita sendiri yang bekas Guna atau Lagi sering dipakai maka menurutnya belum tentu dia hoarder,” lanjutnya.

Cek Artikel:  Inilah Argumen ASI Sedikit dan Langkah Mengatasinya

Ratih menjelaskan bahwa hoarding disorder termasuk dalam kategori gangguan mental yang langka. Secara Mendunia, hanya 2-5 persen orang terdiagnosis Mempunyai hoarding disorder. “Gangguan ini biasanya dimulai Kurang Lebih usia 15 hingga 19 tahun, cenderung memburuk seiring bertambahnya usia. Penimbunan lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih Sepuh dibandingkan dewasa yang lebih muda,” jelasnya.

Hoarding disorder, lanjutnya, terkait dengan kondisi kesehatan mental lain seperti depresi, gangguan kecemasan, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan attention-deficit and hyperactivity disorder (ADHD).

Baca juga : Psikolog Ingatkan Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

“HD ini adalah salah satu manifestasi OCD intens kronik. Biasanya gangguan ini akan muncul dan mulai terlihat di usia pra remaja. Karena di usia anak-anak, mereka belum Acuh, dan Lagi diurus oleh orangtua atau pengasuh. HD akan menjadi semakin menguat dengan pertambahan usia,” jelasnya.

Cek Artikel:  Mengapa Memakai Body Lotion Terbaik Setelah Mandi Ini Jawabannya

Menurut Ratih, gangguan mental ini melibatkan keterikatan emosional yang kuat dengan objek dan ketakutan Buat membuangnya bahkan Kalau barang-barang itu nilainya kecil atau Enggak Eksis nilainya. 

“Seorang penderita HD adalah orang yang pencemas dan insecure. Kemungkinan besar Eksis manifestasi irrasional pada dirinya, kalau dibuang takut kena musibah, takut kualat, takut orang yang punya nilai sentimental dengan benda tertentunya akan meninggal dan lainnya, Metode berpikir yang absurd itu kerap kali hadir di kepala pengidap HD,” katanya.

Meskipun penyebab hoarding disorder belum diketahui secara Niscaya, Ratih mengungkapkan beberapa Unsur dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi ini mulai dari genetik, pengalaman masa Lampau hingga pola asuh dan trauma pada diri seseorang. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai