Alih Fungsi Lahan Pangan Semakin Mengkhawatirkan

Alih Fungsi Lahan Pangan Semakin Mengkhawatirkan
Petani sawit memanen sawit di kebunnya. Banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi kebun sawit.(MI/Dwi Apriani)

ALIH fungsi lahan pangan di Indonesia semakin mengkhawatirkan terutama perubahan fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan sawit. Kebijakan sektor pangan seringkali Enggak menjawab persoalan pangan dalam negeri bahkan berdampak pada kerusakan lingkungan.

Direkrur Sawit Watch, Achmad Surambo, Rabu (16/10) mengatakan fakta perubahan lahan pangan ditemukan Sawit Watch dalam analisis spasial dan Pengusutan di sejumlah daerah. “Tren alih fungsi lahan pangan semakin mengkhawatirkan terutama dalam konteks perubahan fungsi lahan dari pertanian menjadi perkebunan sawit,” ungkap pria yang akrab disapa Rambo itu.

Proses alih fungsi lahan pangan menjadi sawit berujung pada berkurangnya lahan pangan,  kekurangan bahan pangan yang menyebabkan kelaparan, serta menghilangkan kearifan lokal masyarakat dalam memanfaatkan hutan sebagai sumber pangan yang telah dilakukan secara turun temurun. Terlebih ancaman perluasan sawit di depan mata, mengingat ambisi biofuel yang Lalu meningkat akan membahayakan keberadaan lahan pangan.

Cek Artikel:  Gerojok Program Insentif, Pemerintah Optimis Penjualan Mobil Listrik 2024 Naik Tiga Kali Lipat

Tercatat sepanjang 2023, produksi beras Indonesia menghasilkan 31,10 juta ton beras, turun sebesar 439,24 ribu ton dibandingkan 2022 yang sebesar 31,54 juta ton. Sementara kebutuhan Indonesia akan beras Kurang Lebih 35,3 juta ton pertahun. Disisi lain pengembangan industri sawit juga berdampak pada keberadaan lahan pangan.

Sawit Watch juga menyoroti kebijakan pemutihan perkebunan kelapa sawit oleh pemerintah yang dinilai menjadi celah terjadinya tindak pidana korupsi dalam tata kelola sawit di kawasan hutan. Karena itu pihaknya mendesak keseriusan penegakan hukum bagi korporasi yang melakukan kegiatan ilegal sawit.

Rambo mengatakan pihaknya mendapatkan sejumlah fakta menarik terkait kebijakan pemutihan sawit. “Berdasarkan data terdapat 3.690 subjek hukum pemutihan sawit yang tertuang pada 15 (lima belas) Surat Keputusan Menteri LHK yang telah dikeluarkan pada rentang Juni 2021 hingga Oktober 2023. Tetapi dari Bilangan tersebut hanya 17 subjek hukum yang diberikan pelepasan kawasan hutan dan hanya 35 subjek hukum yang dikenakan Denda administratif (Denda, Provisi Sumber Daya Hutan/PSDH dan Biaya Reboisasi/DR,” ujarnya.

Cek Artikel:  Putaran Pertama Perundingan Perjanjian Dagang Indonesia-GCC Berjalan Fasih

Adapun rincian perkembangan Denda administratif periode 1 Januari 2023 Tamat dengan 28 Oktober 2023 berupa Denda Administratif berdasarkan PP 24/2021 yang telah terbayar berjumlah sebesar Rp239 miliar, PSDH dari Keterlanjuran Tebang sebesar Rp61 miliar, dan DR dari Keterlanjuran Tebang sebesar Rp13 juta. Atas fakta tersebut Sawit Watch Menonton Eksis keterhubungan antara proses pemutihan sawit dengan celah tindak pidana korupsi dalam tata kelola sawit di kawasan hutan.

“Bahwa proses ini Enggak berjalan maksimal, hanya segelintir perusahaan saja yang dikenakan mekanisme ini. Artinya kebijakan ini dipertanyakan efektifitasnya karena berjalan Enggak sesuai Cita-cita. Sudah Sebaiknya proses penegakan hukum kembali ditegakkan bagi korporasi yang melakukan kegiatan ilegal sawit, alih-alih melakukan pemutihan,” kata Rambo. (N-2)

Cek Artikel:  Mentan Bawa Investor Vietnam Investasi Pembangunan Industri Sapi Peras

 

Mungkin Anda Menyukai