Ruang Kritik

BANYAK orang mulai merasakan ruang kritik yang kian sumpek. Meskipun alam demokrasi semakin terbuka, Enggak sedikit pejabat bersikap resisten terhadap kritik. Padahal, kritik dalam demokrasi merupakan manifestasi daulat rakyat.

Sesungguhnya, rakyatlah yang memberi kuasa kepada pemerintah. Seyogianya bila pemerintah, dalam berbagai Kedudukan dan institusi, Enggak tipis kuping terhadap kritik. Sekeras dan selantang apa pun kritik itu mestinya para pemimpin mesti berlapang dada. Enggak boleh ciut hati.

Maka, wajar belaka bila banyak yang kecewa Demi Terdapat kepala daerah baper ketika disapa dengan Julukan maneh atau ‘Engkau’. Sang kepala daerah mempersoalkan sapaan, bukan substansi kritik yang disampaikan. Ia baper. Terlalu sensitif.

Menyaksikan Muhammad Sabil Fadhillah, guru honorer di Cirebon, dipecat oleh yayasan tempat ia mengajar gara-gara mengkritik Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Instagram, hati ini menjadi kecut. Sabil secara terbuka mengomentari unggahan video Ridwan Kamil Demi pemberian hadiah kepada anak SMP yang patungan Demi membelikan sepatu bagi temannya.

Dalam komentarnya, Sabil menyoal jas Rona kuning yang dikenakan Ridwan Kamil. Rona jas itu dinilai identik dengan Rona Partai Golkar, tempat Ridwan Kamil menjadi pengurus di partai tersebut. Sabil lantas bertanya, dalam acara tersebut Ridwan Kamil berposisi sebagai Gubernur Jabar, kader Golkar, ataukah sebagai pribadi.

Cek Artikel:  Paus Fransiskus Sumur Inspirasi

Dalam unggahan Instagram-nya, pria yang akrab disapa Kang Emil tersebut mengunggah video Demi sedang melakukan zoom Serempak siswa-siswi SMPN 3 Kota Tasikmalaya. Kemudian Sabil berkomentar dalam unggahan Ridwan Kamil.

“Dalam zoom ini, maneh teh keur jadi Gubernur Jabar ato kader partai ato peribadi @ridwankamil?” tulis @sabilfadhillah, yang dalam bahasa Indonesia Pandai diartikan ia bertanya dalam zoom tersebut Ridwan Kamil menjadi gubernur atau kader partai atau pribadi.

Sontak, komentar Sabil langsung dibalas oleh Ridwan Kamil. “@sabilfadhillah ceuk maneh kumaha (menurut Engkau gimana)?”

Selain memberi balasan, Ridwan Kamil juga memberikan pin pada komentar Sabil tersebut sehingga komentar tersebut berada di posisi teratas kolom komentar. Oleh sebagian warganet, komentar Sabil dinilai tak Layak karena menggunakan kata maneh yang dianggap Enggak sopan.

Cek Artikel:  Absahabat Pengadilan

Bersamaan dengan itu, beredar pula tangkapan layar yang memperlihatkan Emil mengirimkan bukti komentar dari Sabil melalui Direct Message (DM) Instagram ke akun SMK Telkom Sekar Kemuning, sekolah tempat Sabil mengajar. Tangkapan layar itu diunggah oleh akun Twitter @zanatul_91.

“Enggak Layak seorang guru seperti itu,” tulis Emil setelah mengirim bukti komentar itu.

Pihak sekolah pun merespons dengan permohonan Ampun atas nama institusi dan menyebut akan menindak Sabil secara tegas dan terukur. “Hatur nuhun. Sekolahnya jadi kebawa-bawa oleh netizen,” balas Emil.

Hingga pada akhirnya, setelah berkomentar seperti itu, Sabil dipecat dari sekolah tempatnya mengajar. Jagat maya pun riuh. Pihak sekolah Lewat menganulir keputusan pemecatan tersebut begitu kegaduhan mencapai titik didihnya. Tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Sabil menolak kembali. Ia memilih tetap di luar. Ia merasa Enggak Terdapat yang salah dari sikap kritisnya.

Saya menjadi ingat pernyataan seorang Indonesianist, William Liddle, dalam ceramahnya di Jakarta, empat tahun Lewat. Liddle menyebut empat ancaman demokrasi dengan tindak pidana korupsi sebagai bahaya paling mengerikan bagi demokrasi. Tetapi, Liddle sepertinya luput memasukkan ‘pembonsaian’ kebebasan berpendapat sebagai ancaman yang Enggak kalah berbahayanya bagi demokrasi kita.

Cek Artikel:  Suhu kian Panas

Demi ruang kritik kian sempit, orang mulai bertanya ke mana keterbukaan pergi? Lagi di jalur yang tepatkah demokrasi? Orang-orang mulai bercakap, “Kita Mau tempat di mana percakapan Penduduk Enggak dicurigai. Kita Mau tumbuh di tempat di mana Pikiran sehat menjadi tuntunan.”

Terdapat banyak Metode kekuasaan mengepung pikiran kita. Tetapi, pikiran selalu Pandai lolos. Apalagi, kalau yang terbentuk ialah kumpulan pikiran, bukan sekadar kumpulan orang. Demokrasi akan tetap Tumbuh bila Lewat-lalang yang terbentuk ialah Lewat-lalang pikiran, bukan sekadar Lewat-lalang tubuh.

Sabil ialah bagian kecil dari Lewat-lalang pikiran itu. Ia membuka ruang kritis. Bila banyak Sabil lainnya, ruang kritis akan meluas kembali. Demokrasi berkecambah Kembali. Pikiran sehat menjadi penuntun Kembali.

Mungkin Anda Menyukai