Amplop Merah di Rumah Ibadah

DIIRINGI lantunan selawat menjelang salat Tarawih di sebuah masjid di Sumenep, Madura, beberapa orang membagikan amplop berisi Fulus Rp300 ribu per jemaah. Pembagian amplop itu kini menjadi bahan perbincangan hangat di masyarakat. Silang pendapat pun menyeruak soal patut tidaknya pembagian fulus di rumah ibadah tersebut.

Membagi amplop, sembako, atau apa pun yang bermanfaat di masjid atau musala Demi Ramadan sebenarnya perkara lumrah, bahkan mulia. Pasalnya, Ramadan adalah bulan istimewa, bulan di Demi pahala setiap amal salih akan dilipatgandakan oleh Sang Khalik, 10 kali lipat Tiba 700 kali lipat. Balasan amal salih ini membuktikan Ramadan berbeda dengan bulan-bulan lainnya.

Tak mengherankan bila Ramadan disebut juga Syahrul Judd (Bulan Kemurahan). Sang Pencipta memberikan keutamaan kepada hamba-Nya yang bermurah hati, suka menolong, atau membantu sesama. Fenomena kemurahan hati di masa Ramadan tak hanya monopoli masyarakat Indonesia yang memang dikenal dermawan. Di berbagai belahan dunia lain pun sama. Bahkan, seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di salah satu negara Timur Tengah dimanjakan oleh Penduduk lokal Demi Ramadan. Mereka mendapatkan makanan Lezat sepanjang bulan puasa dari Penduduk lokal.

Cek Artikel:  Rakyat kian Mantab

Dasar kemurahan hati pada masa Ramadan antara lain disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan At-tirmidzi, Anas radhiyallahu’anhu menyampaikan, ditanyakan kepada Rasulullah, “Sedekah manakah yang paling Esensial?” Rasulullah menjawab, “Sedekah di bulan Ramadan.” Tak pelak Kembali banyak orang bermurah hati, suka berbagi rezeki seperti membagikan takjil, nasi boks, dan kain sarung.

Berbagi rezeki yang paling Esensial ialah berbagi yang penuh keikhlasan, tanpa pamrih, bukan Demi maksud-maksud tertentu, seperti Ingin dipuji, dihormati, apalagi bermotif politik Demi mendongkrak elektoral dalam Pemilu 2024. Sejak di taman kanak-kanak atau sekolah dasar, kita diajarkan oleh para guru bahwa Kalau tangan kanan membagi, tangan kiri Tak perlu Paham. Artinya, ketika beramal, kita Tak perlu menunjukkan kepada publik bahwa kita beramal.

Seorang Seniman ternama keturunan negeri jiran, suami dari seorang penyanyi kondang, kebaikannya baru diketahui luas ketika sudah wafat dan banyak yang bersaksi, termasuk pemilik sebuah yayasan panti asuhan di Pejaten Barat, Jakarta Selatan, bahwa sang Seniman sudah empat tahun menjadi donator yayasan tersebut. Sang Seniman sering datang ke yayasan tersebut tanpa publikasi, apalagi mengundang infotainment Demi berbondong-bondong melakukan liputan.

Cek Artikel:  Menghentikan Ketamakan

Nah, dalam kasus pembagian rezeki di sebuah masjid di Madura, yang menjadi masalah itu ialah kentara dengan dugaan motif politik. Amplopnya berwarna merah dan bergambar dua tokoh, bupati dan Member DPR RI. Kejadian itu kini tengah ramai diperbincangkan. Corak merah menunjukkan identitas partai tertentu. Terlebih gambar di foto itu merupakan tokoh politik yang sudah terkenal.

Seorang tokoh Member DPR RI yang Eksis di foto itu mengaku bahwa dirinya memang membagikan amplop tersebut. Menurutnya, tak Eksis masalah karena bukan musim kampanye. Kembali pula, katanya, itu masjid keluarganya, punya abahnya. Pembagian amplop itu bagian dari zakat mal yang setiap tahun dikeluarkannya sejak 2006. “Ini zakat mal, bukan money politics. Tahun depan saya akan bagi lebih besar Kembali,” ujar politikus berkepala plontos itu.

Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha Demi diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Pasal 4 menyebutkan bahwa zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah. Dalam konsiderans UU tersebut ditegaskan bahwa zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang Bisa sesuai dengan syariat Islam. Selain itu, zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Cek Artikel:  Wasit Melempem

Selaras dengan populasi mayoritas muslim, realisasi pencapaian zakat di Tanah Air Semestinya besar pula. Tetapi, faktanya Lagi jauh panggang dari api. Berdasarkan data dari Pusat Kajian Strategis Baznaz, pada 2021 realisasi zakat yang dapat dikumpulkan baru mencapai Rp14,1 triliun dari potensi yang dapat dicapai sebesar Rp239 triliun per tahun. Demi mencapai realisasi zakat, seorang muslim harus meyakini bahwa zakat adalah kewajiban, salah satu dari Rukun Islam. Di samping itu, zakat merupakan salah satu instrumen Demi mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Pada masa Umar bin Al Khattab RA (13-23 H/634-644 M), dengan sistem pengelolaan zakat yang berbasiskan good governance (akuntabel, transparan, partisipatif) melalui baitul mal, zakat berhasil menciptakan negara kuat dan sejahtera. Tentu saja, Khalifah Umar menerapkan kewajiban berzakat kepada umat tanpa melalui amplop merah, kuning, biru, atau hijau, sesuai Corak bendera partai politik. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai