Jalur Ambyar Kereta Segera

KERETA Segera Jakarta–Bandung (KCJB) kini dalam tahap uji coba operasional hingga 30 September mendatang. Tetapi, mau Tak mau harus dikatakan bahwa Apabila megaproyek infrastruktur itu sudah salah jalur.

Jalur KCJB sudah sangat melenceng dalam hal pembiayaan. Hal itu terjadi dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89/2023 tentang Tata Metode Penyelenggaraan Pemberian Penjaminan Pemerintah Kepada Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Segera antara Jakarta dan Bandung.

Penjaminan pemerintah tersebut diberikan atas keseluruhan dari kewajiban finansial PT KAI terhadap kreditur berdasarkan perjanjian pinjaman. Kewajiban finansial itu terdiri atas pokok pinjaman, Kembang pinjaman, dan/atau biaya lain yang timbul sehubungan dengan perjanjian pinjaman.

PT KAI merupakan pimpinan konsorsium dari pihak Indonesia. Konsorsium Indonesia menyetor modal 60%, sedangkan Tiongkok menyetor modal 40% Kepada membentuk konsorsium bernama PT Kereta Segera Indonesia China (KCIC). KCIC membiayai Kurang Lebih 25% proyek KCJB, sedangkan 75% lainnya merupakan pinjaman dari China Development Bank (CDB).

Keluarnya PMK 89/2023 Membangun APBN sangat berisiko menjadi jaminan terhadap proyek KCJB. Dengan besarnya kelebihan biaya (cost overrun) KCJB, sedangkan KAI juga Mempunyai utang bertumpuk dari proyek-proyek lainnya, kemampuan mereka Kepada membayar utang KCJB diragukan.

Cek Artikel:  Kemandirian Kontestasi tanpa Jokowi, No Drama

Pemerintah juga memanfaatkan peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII). Seperti yang dikatakan Staf Spesifik Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, PT PII-lah yang akan menanggung kerugian pertama dalam klaim penjaminan. Dengan Argumen itu pula ia sesumbar utang KCJB Tak akan langsung berdampak pada APBN.

Bahkan, Yustinus menyebut kekhawatiran APBN akan tergadai ke Tiongkok akibat PMK 89/2023 sebagai pikiran jorok. Ia pun mengatakan pihak yang mempersoalkan PMK tersebut sebagai ‘kurang piknik’ karena telah banyak proyek infrastruktur lain yang dijamin pemerintah.

Jikalau Yustinus menilai PMK 89/2023 itu sebagai hal Biasa, sesungguhnya ia patut diduga sebagai pejabat yang ‘kebanyakan piknik’ hingga buta akan perjalanan megaproyek itu dan komitmen awal yang terjalin di antara kedua negara.

Wacana proyek KCJB Eksis sejak 2016 Ketika Rini Soemarno menjabat menteri BUMN. Syarat Tak menggunakan Anggaran dari APBN dan Tak meminta jaminan dari pemerintah merupakan syarat mutlak yang ditetapkan di awal. Ketika itu Tiongkok mengajukan proposal dengan memenuhi dua syarat itu hingga diterima pemerintah.

Cek Artikel:  Politik Doku Menghina Rakyat

Pada Ketika itu skema pembiayaannya ialah utang selama 40 tahun dengan Kembang fixed 2% dari China Development Bank (CDB). CDB akan memberikan pinjaman sebesar 75% dari nilai proyek. Diperkirakan biaya pembangunan kereta Segera membutuhkan Anggaran Rp70 triliun-Rp80 triliun. Kesepakatan pun dijalin dengan menerbitkan Perpres Nomor 107/2015.

Tetapi, setelah Pandai memikat Indonesia, belakang Tiongkok ingkar dan Meningkatkan Kembang menjadi 3,4% dengan tenor selama 30 tahun. Bukan itu saja, cost overrun alias pembengkakan biaya juga naik.

Terakhir, kedua negara menyepakati kelebihan biaya menjadi Rp17,89 triliun atau proyek tersebut menelan biaya Kurang Lebih Rp114,24 triliun.

Perubahan Kembang dan tenor itu sebenarnya sudah sinyal jebakan utang yang diduga kerap menjadi jurus Tiongkok dalam menjerat negara Kenalan. Jurus yang sama tampak digunakan Tiongkok pada Sri Lanka dalam proyek pelabuhan Dunia Hambantota.

Proyek tersebut Mempunyai mekanisme serupa KCJB, yakni Tiongkok Mempunyai Kurang Lebih 85% saham. Tiongkok kemudian mengambil alih pelabuhan itu sebagai imbalan utang US$1,1 miliar.

Cek Artikel:  Pembusukan Penjaga Konstitusi

Kepada pemerintah Indonesia, jurus jebakan utang Tiongkok juga semakin terlihat pada April. Setelah Meningkatkan Kembang menjadi 3,4%, Tiongkok pun meminta penjaminan APBN Kepada memastikan utang terbayar.

Menkeu Sri Mulyani memang menyatakan PT KAI Mempunyai tambahan pendapatan berasal dari traffic batu bara yang Eksis di Sumatra, dengan PTBA. Tetapi, dengan pendapatan tersebut, jangan dilupakan bahwa KAI Mempunyai utang Rp22,1 triliun dari proyek LRT Jabodebek. Sementara itu, kemampuan keuangan PT PII juga diragukan karena tahun Lampau saja Tetap membutuhkan suntikan modal pemerintah. Pada Desember 2022, negara memberi suntikan modal Kurang Lebih Rp1 triliun dengan mekanisme PMN.

Kini pemerintah telah memberikan buah simalakama kepada negara. Kelemahan negosiasi Kembang dan tenor Membangun pembebanan APBN hanya tinggal menunggu waktu. Sementara itu, kita pun Tak dapat Membangun proyek itu menjadi gagal bayar karena sama saja membiarkan Tiongkok mengambil alih.

PMK 89/2023 harus dibatalkan dan pemerintah semestinya Tegar dengan mekanisme B to B. Pemerintah Tak boleh lemah apalagi pasrah menghadapi indikasi jebakan utang Tiongkok.

Mungkin Anda Menyukai