Netralitas Amtenar Ambyar

DALAM memasuki tahun politik dan penyelenggaraan pemilihan Lazim (pemilu) pada 2024, netralitas aparatur sipil negara (ASN) kembali menjadi sorotan publik. Seorang ASN dituntut Independen serta harus bebas dari segala bentuk pengaruh mana pun dan Kagak memihak pada kepentingan politik mana pun.

Mengapa netralitas ASN Krusial? Netralitas ASN harus Lalu dijaga dan diawasi agar pemilu/pemilihan kepala daerah dapat berjalan secara jujur (fairplay) serta adil antara calon yang Mempunyai akses kekuasaan dan calon yang Kagak Mempunyai Rekanan kuasa di lingkungan birokrasi pemerintahan.

Selain itu, dengan jumlah ASN yang mencapai 4.344.552 orang dan fasilitas negara yang dikuasakan pada mereka, ASN Dapat dimobilisasi Buat menjadi mesin politik demi memenangkan salah satu tokoh yang mengikuti kontestasi.

Netralitas ASN dalam pemilu juga menjadi Krusial Buat menjaga layanan publik tetap berjalan sebagaimana mestinya. Mereka harus konsisten menjalankan roda pemerintahan dan pelayanan publik sehingga tetap Konsisten dan berkeadilan di tengah tahapan Pemilu 2024.

Dengan bersikap Independen, ASN Kagak gaduh bermain Whatsapp, Facebook, atau media sosial lainnya Buat mendukung calon mereka. Dengan demikian, mereka Dapat Konsentrasi pada tugas melakukan pelayanan publik dan bersikap profesional pada tugas mereka.

Cek Artikel:  Penguasa Pembuat Gaduh

Pemilu yang digelar pada 14 Februari 2024 dan pilkada serentak 27 November 2024 akan berlangsung di 548 daerah. Dapat dibayangkan bagaimana gaduhnya Kalau para ASN Kagak Independen dalam tugas mereka. Karena itu, ASN dituntut Buat Pandai menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

Buat menjaga netralitas ASN tersebut, pemerintah sejatinya telah Membikin rambu-rambu dan barikade, Bagus melalui undang-undang, peraturan pemerintah, maupun undang-undang pemilu.

Misalnya, Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS Pasal 4 Bilangan 12–15 PNS dilarang memberi dukungan atau melakukan kegiatan yang mengarah pada politik praktis pada kontestasi pilkada/pileg/pilpres.

Pun pada UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang isinya menyatakan salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN ialah netralitas. Asas netralitas itu berarti setiap pegawai ASN Kagak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan Kagak memihak kepada kepentingan siapa pun.

Cek Artikel:  Audit Total Smelter Nikel

Sementara itu, dalam UU Pemilu Pasal 282 dinyatakan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang Membikin keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Kendati telah dibuatkan rambu-rambu dan barikade, pelanggaran ketidaknetralan ASN Lalu terjadi. Paling banyak terjadi Ketika pemilihan kepala daerah atau pilkada. Potensi pelanggaran asas negralitas ASN juga makin besar Kalau pemilu dipercepat.

Berdasarkan Intervensi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), ketidaknetralan ASN dilakukan dengan mempromosikan calon tertentu, menyatakan dukungan secara terbuka di media sosial, menggunakan fasilitas negara Buat mendukung calon petahana, memberikan dukungan pada grup aplikasi pesan singkat seperti Whatsapp, serta terlibat secara aktif ataupun pasif dalam kampanye calon.

Hasil pemetaan yang dilakukan Bawaslu menunjukkan di tingkat provinsi, netralitas ASN jadi isu paling rawan, yakni di 22 provinsi. Sementara itu, di tingkat kabupaten kota, isu netralitas ASN menjadi yang paling rawan di 347 kabupaten kota.

Cek Artikel:  Pemilu bukan Ajang Intimidasi

Hasil pemetaan menunjukkan Maluku Utara sebagai provinsi dengan kerawanan tertinggi isu netralitas ASN dengan skor 100. Urutan kedua ditempati Sulawesi Utara (55,87), Banten (22,98), Sulawesi Selatan (21,93), Nusa Tenggara Timur (9,4), Kalimantan Timur (6,01), Jawa Barat (5,48), Sumatra Barat (4,96), Gorontalo (3,9), dan Lampung (3,9).

Banyak Misalnya ketidaknetralan ASN. Misalnya, promosi yang dilakukan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Wali Kota Medan Bobby Nasution. Dalam video yang beredar, keduanya terang-terangan mempromosikan jagoan mereka, bakal calon presiden Ganjar Pranowo.

Sialnya, meskipun Bawaslu menyatakan terjadi pelanggaran atas video dukungan tersebut, lembaga pengawas pemilu itu Kagak Dapat menindak atau memidanakan pelanggaran tersebut. Bawaslu hanya menyerahkan kepada atasan keduanya, yakni Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Buat melakukan pembinaan. Apakah Mendagri berani membina keluarga Presiden atas sebuah pelanggaran hukum? Enggak bahaya tah…

Mungkin Anda Menyukai