Mitigasi Puncak Bencana Kekeringan

BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan kabar gembira sekaligus kabar buruk di penghujung September yang baru saja berlalu. Info gembiranya, bulan ini sebagian wilayah di Tanah Air akan mulai memasuki awal musim penghujan.

Siraman air hujan sudah sangat dinantikan setelah berbulan-bulan suhu begitu terik. Selama itu sumber-sumber air dan lahan tanaman pangan mengering. Kebakaran hutan (karhutla) juga meluas. Di perkotaan, kekeringan tidak hanya mengancam pasokan air bersih, tetapi juga memperparah dampak polusi.

Info buruknya, musim hujan yang dimulai Oktober diperkirakan baru dialami segelintir wilayah, tercatat hanya 14,39% luasan zona musim. Sebagian besar wilayah sisanya memasuki musim hujan paling cepat pada November.

Dengan prakiraan tersebut, bila tidak meleset, banyak wilayah yang harus menanggung dampak kekeringan yang memuncak bulan ini. Daerah tersebut, menurut BMKG, meliputi Sumatra bagian tengah hingga selatan, Pulau Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara. Kemudian, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, dan Papua bagian selatan.

Cek Artikel:  Ketidaknetralan di Luar Akal

Ancaman suhu panas juga menguat. Dalam pekan terakhir September, suhu terpanas di wilayah Indonesia menembus angka 37 derajat celsius. Hari-hari ke depan, suhu terpanas diperkirakan akan mencapai 42 derajat celsius, tepatnya di Kota Surabaya.

Ancaman gangguan kesehatan dan penyakit yang berhubungan dengan dampak polusi dan sengatan suhu panas semakin besar. Harga bahan pangan yang sudah naik bakal semakin mahal seiring dengan kian meluasnya lahan tanaman pangan yang mengering.

Pasokan air bersih akan semakin tersendat. Menurut pantauan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang periode 14-21 September 2023 saja, tidak kurang dari 166.415 penduduk mengalami krisis air bersih.

Di kawasan hutan, titik-titik api makin mudah muncul dan menjalar dengan cepat. Asap karhutla merambah wilayah yang lebih luas. Demi ini pun Provinsi Jambi tengah berkutat dengan bencana asap hingga terpaksa meliburkan sekolah-sekolah.

Cek Artikel:  Kasus Firli Ujian Polri

Pendeknya, situasi kekeringan akan mencapai titik kritis bulan ini. Langkah-langkah mitigasi yang sudah dijalankan harus diperkuat dan ditingkatkan sesuai dengan karakter pemasalahan di tiap wilayah.

Pemerintah pusat dan daerah mesti bergerak seirama mengatasi dampak kekeringan. Operasi-operasi pasar bahan pangan digelar secara terkoordinasi dan efektif untuk memastikan konsumen berpenghasilan rendah membayar sesuai dengan harga operasi pasar.

Itu berarti tidak semata menyerahkan kepada pedagang-pedagang besar. Pemerintah daerah bekerja sama dengan Perum Bulog perlu menggerakkan tim-tim operasi pasar langsung menjangkau konsumen. Bukan ada gunanya impor beras secara masif bila gagal menekan harga di pasar. Bikin rakyat bertanya-tanya untuk apa sebenarnya impor itu.

Pengerahan mobil-mobil tangki air juga harus sampai ke pelosok permukiman penduduk yang mengalami krisis air bersih. Jangan sampai ada yang terlewat.

Cek Artikel:  Segera Atasi Badai PHK

Jurus-jurus jitu mitigasi puncak kekeringan tentu memerlukan dana yang tidak sedikit. Sebaiknya, pemerintah mengalihkan anggaran jorjoran infrastruktur untuk itu.

Jangan sekali-kali menganggap enteng. Itu bukan sekadar upaya mencegah gejolak sosial menjelang puncak tahun politik. Tanggung jawab pemerintah menjalankan tugas negara melindungi segenap rakyat Indonesia kapan pun dan di mana pun, tidak terkecuali dari bahaya bencana kekeringan.(MAGELANG1337)

Mungkin Anda Menyukai