Muhammadiyah Mengadang Pemburu Kekuasaan dan Kerakusan

TELAH lama kekuasaan diperebutkan. Bahkan, demi kekuasaan, orang rela mati menumpahkan darah sahabat-sahabatnya. Mereka berebut tak kenal waktu: siang dan malam, bagaikan seekor musang. Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan era Orde Baru, pernah berujar pada 2014, “Malam masih menyelimuti kita. Tetapi, musang berbulu ayam sudah berkeliaran”.

Itu kiasan yang sangat dalam bagi para pengejar dan pemuja kekuasaan. Mereka telah bergerak merangsek mengatur segala strategi untuk merebutnya ketika orang lain masih terlelap dalam mimpi. Kebiasaan seperti itu, oleh Menteri Daoed Joesoef dikatakan sebagai tabiat para pengejar kuasa. Tampaknya lembut, tetapi beringas sebab khawatir tidak mendapatkan posisi yang diinginkan sejak semula. Tetapi, pada komunikasi publik, dia menampakkan dirinya seakan tidak akan merebut kekuasaan tersebut. Tampak alim, santun, sopan, dan merendah seakan-akan hendak memberikan kesempatan pada orang lain untuk mendapatkan kesempatan atau melanjutkan apa yang telah diukirnya.

Tetapi, itulah, para pemburu kekuasaan tidak akan berhenti bergerak dengan berbagai rencana (busuk sekalipun). Membunuh sahabat, kawan dekat, bahkan sanak saudara pun tidak segan dilakukan. Yang terpenting, hasratnya tercapai dengan segala upaya. Tetapi, sekali lagi, publik tidak mampu membacanya karena dilakukan dengan cara-cara yang tampak simpati, lembut, serta memberikan simpati pada mereka yang diajak bicara. Mungkin musang berbulu ayam sengaja berwajah manis, santun, lemah lembut, dan tidak banyak bicara sehingga dianggap dapat dengan setia membantu lawan-lawan politiknya. Bahkan, lawan politik pun terkesima karena rayuan musang berbulu ayam tersebut.

Baca juga : DPR Pertanyakan Sikap Muhamadiyah soal Terima Izin Tambang

Definisikel ini pada akhirnya hendak memberikan pesan moral etik pada Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial keagamaan, yang sudah cukup dewasa dan memiliki banyak urusan dalam dirinya sendiri serta berusaha membantu urusan orang lain. Oleh karena sering membantu urusan orang lain, urusan dalam tubuh Muhammadiyah sendiri agak terbengkalai. Itulah hal yang menurut hemat saya juga perlu diperhatikan oleh Muhammadiyah. Jangan terlena membantu urusan orang lain. Tetapiurusan dalam dirinya sendiri agak terlewatkan. Agak berbahaya nanti untuk kemajuan dan kebanggaan warganya.

 

Musang berbulu ayam

Baca juga : Muhammadiyah Bakal Kembalikan IUP Tambang, Ini Syaratnya

Kayu yang ada di dalam sungai tidak akan pernah menjadi buaya. Begitupun buaya di sungai, tidak akan pernah berubah menjadi kayu. Kayu tetaplah kayu. Buaya tetaplah buaya. Tak akan terjadi metamorfosis di antara keduanya. Kayu dapat tampak seperti buaya. Demikian pula buaya dapat tampak seperti kayu. Tetapi, sifat kayu dan buaya tidak akan terjadi perubahan. Itulah yang dikatakan tabiat, karakter, sehingga sampai kapan pun dinyatakan sulit terjadi perubahan. Sifat bengis tetap ada pada buaya. Serigala dan musang. Sifat lembut dan jinak akan tetap ada pada ayam dan domba.

Musang, sebagai binatang, merupakan binatang pemangsa yang ganas. Ayam, itik, kelinci, bahkan kucing dan tikus saja akan dimangsa jika dianggap berbahaya atas dirinya. Bahkan, tidak hanya karena dianggap membahayakan si musang, jika musang merasa perlu untuk memangsa, dengan sigap si musang akan memangsa dengan geram. Itulah perilaku musang, sebagai binatang buas, haus memangsa siapa pun yang berada di hadapannya. Musang akhirnya memperlihatkan watak aslinya yang bengis.

Cek Artikel:  Konsesi Tambang dan Ideologi Muhammadiyah

Ibarat yang sering dijadikan padanan ialah serigala berbulu domba. Serigala merupakan binatang sangat buas. Pemangsa binatang berdarah dingin. Tanpa ampun ia akan memangsa siapa pun yang berada di depannya. Tak perlu menjadi musuh serigala, binatang apa saja akan dienyahkan dari hadapannya, apalagi jika dianggap membahayakan dirinya. Itulah perilaku serigala dengan sikap kasar, keras, dan bengis, tapi tampak lemah lembut karena mempergunakan bulu domba.

Baca juga : Bahlil Lahadalia: Izin Pengelolaan Tambang PBNU sudah Beres

Ayam dan domba sebaliknya, merupakan binatang ternak yang sangat disenangi manusia. Ayam banyak manfaat bagi manusia. Bulunya, kokoknya membangunkan dari tidur pulas, dagingnya atau telurnya mengandung protein. Domba, demikian pula, ternak yang jinak. Sangat bermanfaat bagi petani. Pupuknya, anaknya, kulitnya, dagingnya, dan kepalanya, semuanya bermanfaat untuk manusia. Nyaris tidak ada manusia yang ketakutan dengan ayam atau domba sebagai binatang piaraan. 

Tetapi, mengapa kiasan tentang musang berbulu ayam dan serigala berbulu domba menjadi sangat popular dalam kosakata di negeri ini? Itu disebabkan perilaku para pemburu kekuasaan yang rakus tidak pernah hilang di negeri ini. Di kampus, partai politik, lembaga pemerintah, kementerian, ataupun lembaga swasta selalu muncul orang-orang yang berpura-pura baik, santun, lemah lembut, sederhana, tawadu, tidak membutuhkan pujapuji dari sesama, dan tidak menghendaki kekuasaan. Padahal, sejatinya orang tersebut memiliki hasrat yang sangat kuat dalam merebut dan memelihara kekuasaan yang telah diraih dan dimiliki.

Perilaku kasar, bengis dan urik, tidak jujur, ditutup dengan berbagai drama agar yang lain melihatnya sebagai sesuatu yang normal. Seakan tidak ada anomali dan keserakahan di sana. Sekalian itu dibungkus oleh perilaku ayam dan kambing yang memang santun, lemah lembut, dan asli: tidak dibuat-buat. 

Baca juga : Tak Goyah, KWI Tetap Tolak Tawaran Kelola Tambang Apapun Skemanya

Sungguh kita menghadapi perilaku banyak manusia yang menutup perilaku mereka dengan topeng-topeng kesederhanaan. Sekalian topeng itu dalam bahasa agama disebut sebagai perilaku kaum fasik, berbeda antara yang diucapkan dan yang dilakukan. Apa yang di depan kita dengan di belakang kita. Berbeda antara ucapan dan tindakan.

Mahluk yang penuh dengan topeng seperti itu sungguh membahayakan kita. Tetapi, perlu diingat pula banyak yang terkesima, termakan, dan larut dalam tarian irama manusia bertopeng karena bujuk rayuan, ungkapan, kosakata yang dipergunakan, serta gerak-gerik yang lembut. 

Cek Artikel:  Generating Meaning di Era Digital dalam Lanskap Mediamorfosis

Perilaku kaum fasik oleh agama dianggap sangat berbahaya sebab dapat mencelakakan umat manusia yang lebih banyak sekalipun dapat menyelamatkan segelintir orang demi meraih apa yang dikehendakinya. Mahluk bertopeng memang sering memberikan tipuan atas mereka yang berada di luar garisnya. Tertipu karena topeng yang dipakainya sehingga mereka kecewa karena topeng penuh dengan kepalsuan.

 

Tunanurani dan tunaetika

Tumbuhnya manusia-manusia bertopeng, musang berbulu ayam, dan serigala berbulu domba disebabkan hilangnya nurani yang dimiliki sebagian manusia. Bisikan nurani, yang suci, tertutup oleh ambisi yang terus menyelimuti dalam pikiran dan hatinya. Dalam bahasa agama, bisikan nurani, sebagai bisikan suci, bisikan ilahi, terhempas oleh kuatnya bisikan setan yang hendak menjerumuskan dalam kesesatan dan kezaliman yang nyata. Tetapi, demi meraih kejayaan semu, popularitas duniawi, serta kemewahan zahir, bisikan ilahi tertutup segalanya. 

Mahluk tunaetika itu lahir sebagai bentuk nyata dari sikap dan perilaku keras kepala yang dimiliki. Dengan demikian, sekalipun telah banyak sahabat, sanak saudara, teman karib, ataupun sesama atasan telah memberikan peringatan, nasihat, dan saran, itu tetap tidak didengarkan bahkan semuanya dianggap sebagai penghambat dalam memperjuangkan kemajuan cita-cita. Para penghamba kekuasaan dan rakus tidak akan pernah mendengar apa yang disampaikan orang lain. Orang yang menyampaikan sesuatu secara objektif sekalipun akan dituduh sebagai cerita bohong tidak sesuai dengan kenyataan.

Mahluk-manusia tunanurani dan tunaetika dapat juga dikatakan sebagai manusia yang ingin menang sendiri sekalipun dalam meraih kesuksesan sebenarnya banyak dibantu orang lain. Tetapi, seakan-akan kesuksesan yang diraih merupakan prestasi yang didapatkan karena perjuangan sendiri yang telah dilakukan selama ini. Inilah sesungguhnya keangkuhan manusia tunanurani dan tunaetika. Mereka beranggapan apa yang telah diputuskan merupakan yang terbaik. Tak perlu mengoreksi apa yang diputuskan sekalipun sebagai sebuah keteledoran dan kesalahan.

Hal yang paling hebat dari manusia-manusia tunanurani dan tunaetika dalam bertindak ialah menjadikan sahabat, kolega, atau teman sejawat mendapatkan posisi di sampingnya. Tetapi, sejatinya posisi yang diberikan pada para kolega, sahabatdan sejawat tersebut hanyalah untuk menutup segala ambisi yang dimilikinya.

Sekalian agenda telah dimiliki tanpa sepengetahuan sahabat, kolega, karib, dan teman sejawat. Agenda-agenda tersembunyi tidak pernah diutarakan pada sahabatnya. Dipendam sendiri dan hanya akan dikemukakan pada mereka yang memiliki agenda yang sama, yakni: sesama pemuja kekuasaan serta pencari kuasa. Mereka akan membuat persekongkolan dengan sesama pencari kekuasaan. Inilah sebenarnya kerakusan yang nyata, tapi tertutup selimut kemunafikan!

Para pemuja kekuasaan sebenarnya merupakan manusia yang perilakunya penuh dengan kerakusan duniawi. Namum, karena dibalut dengan sikap sopan, rendah hati, gaya bicara yang renyah, dan penampilan yang seadanya, orang lain akan beranggapan itulah sesunggunya pemimpin yang diharapkan. Padahal, semuanya ialah kepalsuan yang nyata dalam bungkus musang berbulu ayam, serigala berbulu domba. Kerakusan dibungkus dalam kesederhanaan. Kebengisan dibungkus dengan kebajikan. Sungguh berbahaya jika kita terus dikelilingi manusia-manusia demikian. Akan hancurlah peradaban umat manusia.

Cek Artikel:  Janji jokowi yang Tak Tiba: Pelajaran untuk Calon Pemimpin Masa Depan dalam Kasus Nusa Rempang

 

Gerakan moral Muhammadiyah

Sebagai organisasi masyarakat sipil, Muhammadiyah diharapkan mampu hadir untuk mengadang lahirnya para pemuja dan penghamba kekuasaan yang rakus. Para penghamba kekuasaan dan para pelaku politik yang rakus sungguh akan berupaya memperdaya rakyat dengan berbagai cara tanpa tedeng aling-aling, tanpa malu-malu. Aji mumpung benar-benar dipraktikkan sehingga tidak pernah memberikan kesempatan pada pihak lainnya. Apalagi jika pihak lainnya dianggap sebagai lawan politik dan kelompok kritis yang senantiasa berupaya memberikan perimbangan atas praktik-praktik culas yang dilakukan para pemuja dan penghamba kekuasaan.

Muhammadiyah tentu saja tidak dapat bekerja sendirian sebab para pemuja dan penghamba kekuasaan yang rakus telah berusaha menancapkan kuku tajam mereka di semua lini kehidupan umat manusia Indonesia. Apabila Muhammadiyah hendak bekerja sendiri, tentu saja kegagalan akan segera menghampirinya. Bahkan, jika Muhammadiyah tidak bekerja sama dengan para aktor dan kelompok strategis yang memiliki daya tahan dan daya juang memberikan suntikan moral, Muhammadiyah dapat diterkam para penghamba kekuasaan itu sendiri. Muhammadiyah terjebak dalam permainan para pemburu kekuasaan dengan dalih ingin membantu dan memberikan kesempatan pada organisasi sosial keagamaan yang telah mapan dan pengalaman.

Pro dan kontra atas persoalan praktik culas para pengusaha hitam, politikus busuk, dan akademisi tunaetika jelas memberikan beban pada Muhammadiyah. Apalagi organisasi itu merupakan salah satu organisasi yang memiliki beragam lembaga pendidikan, unit usaha, dan pekerja politik di dalamnya. Saya berharap bukan karena belas kasihan dan balas jasa politik‘ semata pada Muhammadiyah sehingga memberikan izin usaha tambang pada organisasi ini.

Muhammadiyah yang sejauh pengamatan saya tidak pernah atau belum secara profesional mengurus dunia pertambangan. Apabila urusan rumah sakit, pendidikan, dan panti asuhan, Muhammadiyah tidak ada tandingannya. Nomor wahid di muka bumi. Tetapi, urusan tambang, apalagi batu bara, agaknya Muhammadiyah masih mualaf. Dalam dunia politikpartai dan pemilihan kepala daerah saja Muhammadiyah agaknya masih mualaf dan sudra, belum menjadi kesatriaapalagi brahmana politik. Semoga Muhammadiyah bisa selamat. 

Ketika ini kita tengah berada pada situasi para pemuja kekuasaan sangat tampak jelas di hadapan hidung. Mereka berkeliaran siangmalam, pagi-sore. Di mana ada kesempatan, manusia haus kekuasan dan rakus, akan beraksi, menelikung, memfitnah, dan berbuat kasar pada mereka yang tidak direstui. Apalagi terhadap mereka yang dianggap sebagai ancaman dalam mendapatkan apa yang dikehendaki akan mudah memperkarakan. Inilah zaman yang mana pemuja dan rakus kekuasaan mendapatkan ruang karena kemunafikan merajai dunia! Mungkinkah Muhammadiyah mengadang? Semoga!

 

Mungkin Anda Menyukai