Setan pun Ingin Pensiun

CERITA ini sebenarnya sudah lama menyebar, tetapi kiranya tetap relevan hingga sekarang. Cerita ini hanyalah fiktif, tetapi rasanya pas untuk kita jadikan bahan perenungan.

Cerita ini mengisahkan setan yang sedang gelisah, gundah, galau, berdialog dengan malaikat. Tentu, karena cuma karangan, perbincangan di antara keduanya imajiner. Berikut nukilannya.

Malaikat: Kenapa kamu wahai setan, kok murung seperti stres dan putus asa?

Setan: Wahai malaikat, sampaikan kepada Tuhan, saya mau mengajukan pensiun dini untuk menggoda manusia.

Malaikat: Kenapa kamu minta pensiun? Bukankah kamu yang meminta untuk selalu menggoda manusia sampai hari kiamat?

Setan: Wahai malaikat, amit-amit, sekarang kelakuan manusia sudah melebihi setan. Saya khawatir justru saya yang tergoda oleh manusia. Makanya, saya minta pensiun dini untuk menggoda manusia. Coba malaikat bayangin. Sosok berzina, yang ngerasain enak dia, yang disalahkan setan. Sosok korupsi, yang menikmati duit dia, katanya digoda setan. Sosok berbohong karena katanya pengaruh setan, padahal untung ruginya enggak ada buat setan. Sosok sekarang bener-bener kebangetan sekali. Pokoknya saya pengin pensiun dini untuk menggoda manusia. Saya benar-benar tobat memikirkan manusia.

Cek Artikel:  Bergegas Menyiapkan Pelampung

Setan adalah makhluk Tuhan yang jahat. Tugas dan misinya ialah menyesatkan manusia ke lembah kejahatan. Semakin banyak manusia yang tersesat, semakin berprestasilah ia. Kalau setan pengin pensiun dini, purnakarya lebih awal, kalau dia kapok, bahkan khawatir malah akan terpengaruh kejahatan manusia, berarti manusia memang sudah benar-benar jahat. Setan merasa kalah jahat.

Pertanyaannya, benarkah manusia sudah kelewat jahat? Tentu tidak semuanya. Lagi banyak yang baik-baik, yang taat pada ajaran kebaikan dan kebenaran. Akan tetapi, mereka yang jahat, bahkan sangat jahat, juga banyak, sangat banyak. Sekadar contoh, kurang jahat apa seorang dukun di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, yang mengaku bisa menggandakan uang tapi sebenarnya penipu sadis?

Tak Sekadar menipu, pak dukun juga merampas nyawa korban. Sedikitnya 12 orang yang tadinya berharap mendapatkan uang berlipat-lipat malah kehilangan nyawa. Mereka dibunuh saat meminta kembali uang yang hendak dilipatgandakan. Dan, kejahatan model ini bukan yang pertama, dikhawatirkan bukan pula yang terakhir.

Cek Artikel:  Akrobatik RUU Bebek Lumpuh

Amsal lain, kurang jahat apa ketika ada anak tega setega-teganya membuang sang ayah yang sudah tua dan sedang sakit di pinggir jalan di bilangan Palem Manis, Tangerang, baru-baru ini? Barangkali setan pun tak akan setega itu kepada bapaknya jika mereka punya bapak.

Tak cuma orang biasa, mereka yang berpunya dan berkuasa juga kerap pamer kejahatan. Tatkala seorang jenderal polisi membunuh anak buahnya, kejahatan yang dilakukan jelas tingkat tinggi. Ketika jenderal polisi yang semestinya memimpin perang melawan narkoba, tapi diduga malah menjual sabu hasil rampasan, kejahatan itu sungguh luar biasa.

Demikian halnya ketika para pengelola negara masih saja hobi korupsi. Ribuan triliun rupiah sudah mereka rampas dan entah berapa banyak lagi yang hendak digasak. Padahal, masih banyak rakyat yang sesak napas terimpit beban hidup.

Koruptor adalah penjahat kelas kakap. Yang membantunya, yang gemar meringankan hukumannya, yang demen mengistimewakannya di penjara, tak jauh beda. Korupsi kejahatan luar biasa, yang bisa jadi setan pun tak melakukannya di dunia persetanan sana.

Cek Artikel:  Wafatnya Kepakaran Wafatnya Kebenaran

Kata para bijak, dunia semakin tua. Salah satunya ditandai kejahatan yang merajalela dengan beragam wujudnya. Kata pujangga ternama Kasunanan Surakarta, Ronggowarsito, pada suatu kala manusia akan mengalami zaman edan, zaman penuh kegilaan. Pujangga kelahiran Surakarta pada 15 Maret 1802 dan meninggal pada 24 Desember 1873 itu menuangkan ramalannya dalam Serat Kalathida yang terdiri atas 12 bait.

Di bait ke-7 tertulis ‘Amenangi jaman edan, ewuh aya ing pambudi, melu edan nora tahan, yen tan melu anglakoni boya kaduman melik kaliren wakasanipun, dilalah kersa Allah, begja-begjaning kang lali luwih begja kang eling lan waspada’. (Menghadapi zaman edan, keadaan menjadi serbasulit, turut serta edan tidak tahan, apabila tidak turut serta melakukan, tidak mendapatkan bagian, akhirnya menderita kelaparan, sudah kehendak Tuhan, betapapun bahagianya orang yang lupa, lebih berbahagia mereka yang selalu ingat dan waspada.)

Era memang sudah edan. Dalam situasi seperti ini, tetap berpikir waras kiranya menjadi kunci untuk bertahan.

Mungkin Anda Menyukai