Ilmu Bukanadab

WAJAH tertunduk lesu, mengenakan baju tahanan berwarna oranye, dan memakai masker. Itulah penampilan peneliti Badan Riset dan Ciptaan Nasional (BRIN) APH saat diperlihatkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, kemarin.

APH membetot perhatian publik saat menulis ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah dalam sebuah diskusi di media sosial (Facebook). “Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian,” demikian pernyataan AP Hasanuddin di Facebook.

Ancaman membunuh warga Muhammadiyah itu terjadi karena perbedaan penetapan 1 Syawal 1444 Hijriah. Ancaman itu diungkapkannya dalam media sosial di dinding halaman Facebook peneliti BRIN Thomas Djamaluddin. Ujaran di media sosial itu berbuntut, APH kemudian dilaporkan Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah ke Mabes Polri, Selasa (25/4).

Atas perbuatannya, APH ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 45 a ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Kemudian, Pasal 45 B jo Pasal 29 Undang-Undang ITE, dengan ancaman penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp750 juta.

Cek Artikel:  Jurnalisme Sampah

Meski polisi meyakini APH tidak akan benar-benar mewujudkan ancamannya karena tersangka seorang ilmuwan, peneliti muda itu tetap menjalani proses hukum. “Eksis kemungkinan yang bersangkutan melakukan untuk mewujudkan kata-katanya untuk membunuh? Saya rasa tidak karena yang bersangkutan latar belakangnya adalah keilmuan,” kata Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid.

Vivid mengatakan APH tidak betul-betul berniat membunuh warga Muhammadiyah terkait dengan beda pendapat soal penetapan Idul Fitri 2023. Pasalnya, ia memiliki latar belakang sebagai seorang ilmuwan. “Kemudian, ada kemungkinan yang bersangkutan melakukan untuk mewujudkan kata-katanya untuk membunuh? Saya rasa tidak karena yang bersangkutan latar belakangnya adalah keilmuan,” tandas Vivid.

APH sudah menyampaikan permohonan maaf. BRIN pun sudah memeriksanya dalam sidang etik. APH dinyatakan melanggar kode etik dan tengah menunggu sanksi yang akan dijatuhkannya. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) merekomendasikan kepada BRIN agar menjatuhkan sanksi disiplin berat terhadap peneliti BRIN APH dan Thomas Djamaluddin. Rekomendasi penjatuhan sanksi berupa hukuman disiplin berat itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Pahamn 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Menurut Ketua KASN Agus Pramusinto, hal yang memberatkan hukuman kedua peneliti BRIN itu ialah tindakan mereka berdampak negatif kepada masyarakat luas dan mengganggu stabilitas kehidupan beragama di Indonesia. Sebagai ASN, jelasnya, kedua peneliti tersebut semestinya memberikan keteladanan dalam bersikap, berperilaku, berucap, dan bertindak kepada setiap orang, baik saat berada di dalam maupun di luar kedinasan.

Cek Artikel:  Berkaca dari Argentina

APH ialah tersangka kesekian yang terjerat oleh hukum akibat tidak bijak bermedia sosial. Tetapi, untuk kategori seorang ilmuwan, itu termasuk peristiwa langka dalam perkara ancaman pembunuhan di media sosial meskipun main-main atau bercanda. Seorang ilmuwan sepatutnya tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji, baik di alam nyata atau media sosial, seperti ujaran kebencian dan menebar hoaks.

Bila disimak, pernyataan APH di media sosial itu tak ada kesan bercanda. Secara kebahasaan, narasinya tegas dengan diimbuhi tanda seru. Bahkan, dia siap meladeni siapa pun yang menyeretnya ke jalur hukum dengan ancaman pasal pembunuhan. Dia mengaku sudah capek dengan kegaduhan terkait dengan perbedaan penetapan 1 Syawal.

Seorang ilmuwan dalam ranah sosial kemasyarakatan bukan orang sembarangan. Dalam Engkaus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ilmuwan memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda. Artinya ada dua, yakni orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai ilmu dan orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Pahamn 1990 tentang Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, pengertian ilmuwan adalah orang yang menggali, menguasai, mengembangkan, dan menerapkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi demi mencari kebenaran serta meningkatkan kesejahteraan, harkat, dan martabat manusia.

Cek Artikel:  Sang Intelektual Sejati Menuju Keabadian

Tetapi, ilmu bukan segalanya. Sejak kecil kita diajari orangtua kita adab (akhlak) terlebih dahulu, seperti tidak boleh bicara kasar, keras, atau kotor, dan hormat kepada orangtua, teman sebaya, atau orang yang lebih tua, dan bila memberi atau menerima sesuatu dari orang lain harus dengan tangan kanan. Selain itu, sebelum makan atau tidur harus berdoa kepada Yang Mahakuasa. Serangkaian adab tersebut diajarkan sebelum kita dimasukkan ke sekolah taman kanak-kanak atau sekolah dasar.

Ilmuwan ialah makhluk istimewa. Ia tidak hanya kaya dengan ilmu, tetapi juga kaya dengan adab. Keadaban itu tak lepas karena sikap ilmiah yang harus dimiliki seorang ilmuwan, yakni bersikap terbuka (open mind), objektif, jujur, tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan, rasa ingin tahu yang tinggi, berpikir kritis, kreatif, dan tidak su’udzon (berprasangka buruk/suuzan). Di era media sosial ketika dunia dikendalikan dengan jari, di situlah kerawanan terjadi. Jari acap kali mendahului otak, dan otak sering kali menyalip perasaan (hati). Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menyatakan adab yang baik terbentuk karena tiga faktor, yakni watak, kebiasaan, dan pendidikan. Waspadalah, jarimu harimaumu. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai