Memajukan Olahraga dengan IPO

Memajukan Olahraga dengan IPO
Ilustrasi MI(MI/DUTA)

PILKADA 2024 sudah di depan mata. Rencananya akan digelar pada 27 November 2024 dengan mengagendakan proses pemilihan kepala daerah secara serentak, yakni gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.

Pilkada memiliki arti yang sangat penting sebagai ajang ‘mendaulat’ sosok kepala daerah yang menjadi tumpuan lokomotif birokrasi di daerah. Terdapat beberapa aspirasi dan ekspektasi yang berkembang luas di masyarakat. Salah satunya ialah transformasi pembangunan olahraga berbasis intervensi fungsi birokrat daerah.

Berhasil, telah terbit Peraturan Menpora RI Nomor 1 Mengertin 2022 tentang Panduan Pengukuran Indeks Pembangunan Olahraga (IPO). Sebuah panduan teknis yang memberikan ruang bagi setiap daerah untuk mendapatkan data konkret tentang ukuran hasil pembangunan olahraga yang komprehensif. Komprehensivitas data pembangunan olahraga diperlukan bagi setiap daerah untuk mengakselerasi mutu kemajuan olahraga sebagai instrumen yang membangun bangsa secara utuh.

Baca juga : Sasaran Rp560 Miliar, PT Satu Dunia Investama Siapkan Dua Perusahaan IPO

 

Komprehensivitas olahraga

Pertama, wawasan komprehensif diperlukan oleh para birokrat olahraga di daerah agar arah jangka panjang pembangunan olahraga mencapai kemajuan kejayaan olahraga (development of sport) dan juga kesejahteraan olahraga (development trough sport). Olahraga dibangun dengan cara pembinaan dan pengembangan menuju prestasi cabang olahraga yang diprioritaskan. Olahraga juga didesain sebagai sebuah instrumen untuk menciptakan kesejateraan, yakni kesehatan, perdamaian, dan kemakmuran masyarakat.

Baca juga : Cocok untuk Lansia hingga Anak, Terapi Ling Tien Kung Bentukkan Tubuh Sehat dan Sehat

Cek Artikel:  Menjangkau Keadilan Pemilu Substantif

Kedua, olahraga bersifat multilingkup dalam kesemestaan proses dan produk pembangunan. Berkemajuan tidak dapat dicapai dengan dalih ‘konsentrasi’ yang secara politis menganakemaskan sebuah lingkup dan menganaktirikan lingkup yang lain.

Olahraga itu berkemajuan ketika lingkup-lingkupnya bergerak secara utuh, sistemik, untuk saling sinergi dan memperkuat satu sama lainnya. Hal inilah yang menjadi sebuah kerangka acuan, kenapa olahraga harus dikawal melalui proses panjang dan berharap dari peran birokrat olahraga di daerah.

Ketiga, fungsi birokrasi merupakan energi inti dalam proses eksekusi yang menggerakkan komponen lain di daerah. Komponen lainnya meliputi komunitas olahraga, akademisi, pengusaha, serta media (pentahelix olahraga). Dalam praktik selama ini, umumnya proses eksekusi dan peran birokrasi acap kali ‘didisposisikan’ ke komunitas karena olahraga dianggap sebagai wilayah teknis. Olahraga dalam kacamata birokrat tersederhanakan sebagai pertandingan dan perlombaan cabang olahraga. Loyalp daerah semata-mata disibukkan dengan persiapan partisipasi pada single event maupun multievent.

Baca juga : Berperan dalam Pembentukan Otot, Protein Jadi Bagian Krusial Nutrisi Olahraga

 

Basis intervensi

IPO merupakan sebuah orientasi dalam memfasilitasi, mengintervensi, dan mengakselerasi capaian pembangunan olahraga yang berbasis data. Sebagaimana telah tertuang dalam Permenpora RI Nomor 1 Mengertin 2022 tentang Panduan Pengukuran Indeks Pembangunan Olahraga, berlaku secara nasional dan bisa digunakan oleh setiap provinsi/kabupaten/kota untuk melakukannya secara mandiri.

Baca juga : Menteri PU-Pera Minta Pengerjaan Venue PON Aceh-Sumut Dipercepat

Dengan dimensi yang lebih lengkap, IPO kini memiliki makna yang mengintegrasikan dan mengakomodasi potret lingkup olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, dan olahraga prestasi secara parsial maupun simultan.

Cek Artikel:  Pendekatan Politik Santun Gen Z

Pertama, IPO mandiri di daerah menjadi sangat penting sebagai hasil pengukuran yang bermanfaat untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan olahraga daerah. Loyalp daerah akan memahami fluktuasi IPO dengan mengacu pada indikator yang meliputi prasyarat aksi masyarakat (partisipasi), sumber daya penggerak (SDM olahraga), aset dasar nonmateri (kebugaran), modal lingkungan open space/public space (ruang terbuka). Juga, modal sosial dan karakter/values (literasi fisik dan perkembangan persona), modal potensi berprestasi dan skuad atlet (performa), modal kesehatan fisik mental sosial spiritual (kesehatan), serta modal kemakmuran olahraga (ekonomi).

Kedua, IPO di daerah menjadi dasar evaluasi dan baseline penetapan dan formulasi intervensi kebijakan. Intervensi yang mengundang peran strategis dan ruang kontribusi pentahelix keolahragaan daerah. Tanggung jawab kolektif akan menghasilkan peran terbaik birokrat (pemerintah daerah), pengusaha daerah, akademisi di daerah, komunitas olahraga di daerah, serta media di daerah.

Tiap-tiap helix akan memberikan peran terbaiknya terhadap pertumbuhan indeks pada dimensi tertentu secara lebih leluasa, tanpa ada kendala tumpang tindih dalam memberikan peran. Pada saat yang bersamaan, tumbuh sinergi yang saling memperkuat dalam perencanaan by design untuk capaian key performance indicators.

Ketiga, data tahunan IPO mandiri dapat menjadi sebuah laporan rutin yang akuntabel untuk memproyeksikan kebijakan yang lebih tajam. Sebagai misal adalah data publik dalam ajang multievent PON. Potret prestasi daerah pada PON lebih mengacu berdasarkan perolehan medali emas dan pemeringkatan.

Cek Artikel:  Sekolah Penggerak Sebagai Pusat Transformasi Pembelajaran

Indeks performa (prestasi daerah) versi IPO lebih menjelaskan tentang seberapa besar kontribusi daerah terhadap prestasi nasional yang mengacu pada cabang prioritas DBON, yang selanjutnya bermanfaat besar untuk penyusunan substansi desain olahraga daerah (DOD) tiap-tiap daerah. Misalnya konkretnya, indeks performa Jawa Tengah ialah 0,62, berada di atas indeks performa nasional yang 0,39. Dengan indeks sebesar itu, Jawa Tengah memberikan kontribusi sebesar 6,5%. Sebagai pembanding, Jawa Barat merupakan pemasok terbesar untuk cabang prioritas, yakni berkontribusi sebesar 20,7%.

Keempat, kontribusi daerah untuk meningkatkan hasil pembudayaan olahraga dan ekonomi berbasis olahraga pun dapat bertumpu pada dimensi-dimensi yang sesuai di dalam IPO mandiri. Seluruhnya akan bergerak dan bertumbuh dari nilai fluktuasi indeks yang termonitor. Misalnya, pertumbuhan indeks partisipasi dan kebugaran jasmani masyarakat dapat menjedi referensi penting keberhasilan pembudayaan olahraga dalam kurun waktu tertentu di area tertentu. Demikian pula, untuk indeks yang lainnya akan menjadi data yang sangat berharga dalam intervensi kebijakan.

Dengan IPO, kepala daerah ke depan dituntut berkreasi memajukan hasil pembangunan olahraga dengan berbasis data yang komprehensif. Formulanya akan berorientasi pada kegeniusan lokal masing-masing. Bahkan dalam penyusunan RPJMD, setiap daerah sudah selayaknya menyusun program, yang salah satunya menyertakan kalkulasi IPO mandiri oleh tiap daerah. Memajukan olahraga dengan IPO mandiri menjadi sangat relevan pada seluruh provinsi/kabupaten/kota di Indonesia yang kini sedang menyusun DOD.

Mungkin Anda Menyukai