Bioethanol Harus Dikembangkan dari Sumber Lain

Bioethanol Harus Dikembangkan dari Sumber Lain
Petugas bersiap melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax Green 95.(Antara)

 

DEMI terwujudnya bioethanol sebagai bahan bakar nabati (BBN), pemerintah diharapkan tidak hanya fokus pada tebu. Menurut pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori, banyak bahan baku yang bisa diolah menjadi ethanol sebagai bauran dari bioethanol.

Selain itu, kata Khudori, pemanfaatan berbagai bahan baku juga bisa mengatasi irisan kepentingan antara BBN (fuel) dan industri pangan. “”Harus dikembangkan dari beragam bahan baku. Selain tebu, ethanol juga bisa dihasilkan dari stevia seperti di Brasil. Selain itu, bisa dari aren, sawit, dan sebagainya,” ujar Khudori kepada media hari ini.
 
Khudori sependapat pengembangan bioethanol sebagai BBN memang harus didorong. Terutama, untuk membangun kemandirian energi demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, memperbaiki neraca perdagangan, serta mendukung target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

Cek Artikel:  Terapkan Teknologi Berbasis Industry 4.0, SIG Sabet Penghargaan dari Kemenperin

Baca juga : Kebijakan Komprehensif Pemerintah Diyakini Bisa Dorong Bioethanol Sebagai BBN

Hanya, jelasnya, guna mendorong pengembangan bioethanol sebagai BBN, memang selayaknya dilakukan melalui berbagai sumber. Alasan, jika hanya fokus pada satu bahan baku, seperti tebu, akan terkendala pada pasokan yang sangat terbatas.

Bukan hanya itu. Tak kalah penting, saat ini penggunaan tetes tebu juga dimanfaatkan untuk pangan seperti penyedap masakan, alkohol, dan bahkan kosmetik.

”Kalau hanya mengandalkan tebu, akan ada kompetisi dengan industri lain. Karena semua tetes produksi swasta dan juga PTPN III, selama ini sudah digunakan untuk bahan baku industri pangan seperti bumbu masak, alkohol, dan kosmetik. Apakah mungkin industri-industri tersebut tidak lagi menggunakan tetes? Sepertinya tidak,” lanjut Khudori.  

Cek Artikel:  Airlangga Ungkap Rencana Perusahaan UAE Bangun PLTS 1,2 GW di IKN

Baca juga : Eceng Gondok Dapat Jadi Sumber Kekuatan Terbarukan

Begitu pula dengan target produksi ethanol 1,24 juta kiloliter pada 2030 seperti diamanahkan Perpres Nomor 40 Mengertin 2023, sebenarnya diperkirakan masih menjadi ranah persaingan antara BBN dan industri lain.

Itu sebabnya, jelas Khudori, pemanfaatan berbagai bahan baku, diharapkan bisa jadi solusi dari kompetisi tersebut dan memperlancar program bioethanol sebagai BBN.

Selain mengatasi kompetisi dengan industri lain, penggunaan berbagai bahan baku perlu dilakukan karena pengembangan bioethanol memang tidak sederhana.

Baca juga : Rusia Berencana Membatasi Pasokan Gas Alam, Emas dan Nikel

“Buat tebu misalnya, proses dari membuka lahan hingga ditanami tebu dan menghasilkan gula juga relatif tidak sebentar. Dapat 5 atau bahkan 8 tahun. Apalagi dengan perluasan 700 ribu hektare, pabrik gula yang dibutuhkan juga banyak sekali,” ujar Khudori.

Cek Artikel:  Terapkan GCG Prinsip Bisnis Keberlanjutan, bank bjb dan bank bjb Syariah Raih ARA 2023

Kondisi demikian yang menurut Khudori, membuat Indonesia belum pernah mencapai swasembada gula. Padahal, lanjutnya, ketersediaan tetes atau molase sebagai bahan baku bioetanol sangat tergantung dengan keberhasilan swasembada gula tersebut. ”Apalagi, jika harus mengejar target 1,2 juta kiloliter etanol pada 2030,” imbuhnya. (Ant/N-2)

 

Mungkin Anda Menyukai