Produk Capekl Terjungkal

PRESIDEN Joko Widodo secara terbuka kembali mengungkapkan kegelisahannya terkait nasib produk dalam negeri. Mantan Wali Kota Solo tersebut khawatir dengan semakin masifnya produk impor yang diperjualbelikan secara mudah kepada konsumen di perdagangan elektronik atau e-commerce.

Menurut Jokowi, apabila situasi ini terus dibiarkan, masyarakat Indonesia bakal dijajah secara ekonomi. Karena itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengajak rakyat Indonesia menjadi produsen ketimbang hanya sekadar konsumen demi menghindari praktik kolonialisme era modern.

Di satu sisi pernyataan Jokowi memberikan sinyal kepada publik apabila pemerintah ingin membatasi masuknya produk impor ke pasar domestik secara langsung melalui e-commerce. Apalagi, sejumlah kalangan menyarankan pemerintah melarang semua produk impor di bawah harga Rp1,5 juta untuk dijual di e-commerce. 

Dengan wacana tersebut, diharapkan pelaku usaha lokal tidak terus dirugikan dan bisa bertahan di tengah situasi ekonomi dunia yang tidak sedang baik-baik saja ini. Apalagi, kalangan pengusaha dalam negeri menduga produk-produk impor tersebut, terutama yang berasal dari China, dijual di bawah harga pokok produksi.

Cek Artikel:  Konsistensi Perjuangan Demokrasi

Kalau terus dibiarkan, produk lokal, baik dari industri besar maupun UMKM, menjadi tidak bisa bersaing dalam menghadapi serbuan produk impor. Buntutnya angka pengangguran bakal semakin besar yang menyebabkan daya beli masyarakat semakin menurun akibat tak punya pendapatan.

Belum lagi daya beli masyarakat selama setahun belakangan ini sudah terpukul akibat dampak kenaikan BBM bersubsidi pada September 2022.

Pertanyaan yang kemudian muncul, yaitu apakah dengan membatasi produk impor murah di e-commerce bisa segera menyelamatkan produsen lokal dan UMKM dari keterpurukan. Sebaiknya pemerintah juga perlu mempertanyakan mengapa selama ini harga jual produk dalam negeri relatif mahal walaupun kualitas produknya relatif sama dengan produk impor.

Cek Artikel:  Rekor Bukan baik Impor Beras

Pemerintah mungkin bisa berdalih murahnya harga produk impor akibat politik dumping (jual murah) yang dilakukan negara pengekspor seperti China. Tetapi, hal tersebut tidak sepenuhnya bisa dijadikan alibi untuk mengatakan produk lokal boleh menjadi lebih mahal.

Hingga saat ini kalangan pengusaha, baik lokal maupun asing, yang berusaha di Indonesia masih mengeluhkan praktik ekonomi biaya tinggi seperti premanisme yang belum juga berhasil diatasi pemerintah saat ini. Bahkan premanisme ekonomi yang salah satunya berbentuk pemintaan komisi kepada pengusaha lokal dan UMKM justru seringkali dilakukan aparat pemerintah.

Kalau ingin menggenjot penggunaan produk dalam negeri berkualitas tinggi dengan harga terjangkau, langkah yang dilakukan pemerintah seharusnya juga fokus pada upaya untuk menghilangkan ekonomi biaya tinggi.

Cek Artikel:  Mempertanyakan Urgensi DPA

Bukan hanya menyalahkan produk asing yang masuk ke Indonesia dengan harga murah. Karena kalau negara pengekspor melakukan tindakan balasan dengan membatasi masuknya produk asal Indonesia, pengusaha lokal pun bakal gigit jari. Sebaiknya pemerintah segera menyelesaikan problem indutrialisasi di Indonesia secara menyeluruh dan tidak parsial.

Mungkin Anda Menyukai