Smes buat Ketua Standar PBSI

UNTUK kali pertama dalam sejarah Asian Games, Indonesia gagal meraih medali di cabang bulu tangkis. Sejak cabang olahraga itu dipertandingkan pada Asian Games 1962, baru kali ini tradisi medali terputus saat Asian Games digelar di Hangzhou, Tiongkok.

Tak satu pun wakil Indonesia yang lolos ke babak semifinal, baik putra maupun putri. Padahal bulu tangkis menjadi salah satu cabang yang selalu diandalkan sebagai penyumbang medali.

Publik tentu saja dibuat kaget bukan kepalang, bahkan menjadi pergunjingan utama oleh warga dunia maya di Twitter  yang kini telah berganti nama menjadi X . Pasalnya, masyarakat tak terbiasa dengan kabar kekalahan dari tim bulu tangkis Indonesia.

Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) pun kebanjiran protes warga. Kinerja PBSI ramai-ramai dipertanyakan, apalagi Olimpiade 2024 sudah di depan mata.

Masyarakat sepakat, pemain tak bisa disalahkan dari kekalahan itu. Para pemain telah berjibaku di lapangan, mati-matian untuk memenangi pertandingan demi mempertahankan harga diri bangsa. Mereka pulang tetap sebagai pahlawan di mata publik.

Cek Artikel:  Memperkuat Ketahanan Keluarga

Akan tetapi, bagaimana dengan para pengurus PBSI, patutkan predikat pahlawan disematkan kepada mereka? Biar publik yang menilai karena masyarakat juga tahu siapa saja yang duduk di kepengurusan PBSI saat ini.

Orang nomor satu di PBSI, Mulia Firman Sampurna, misalnya, memimpin organisasi itu mulai 2020 hingga 2024. Masyarakat lebih mengenal Mulia sebagai seorang birokrat yang telah berkiprah di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejak 2012 dan baru saja purnatugas dari lembaga auditor negara itu pada 2022 lalu.

Praktis selama dua tahun, mulai 2020 hingga 2022, Mulia mesti membagi perhatian dan konsentrasinya antara PBSI dan BPK. Di PBSI sebagai ketua umum, di BPK sebagai ketua, dapat dibayangkan bagaimana luar biasanya ia mengemban dua tanggung jawab yang berat tersebut.

Cek Artikel:  Memulihkan Muruah KPK

Baru setahun terakhir ia dapat fokus mengurus perbulutangkisan di Tanah Air. Hal itu tentu bertolak belakang dengan pembentukan dan pengembangan atlet yang tak bisa simsalabim tuntas hanya dalam waktu satu tahun.

Rangkap jabatan yang dipegang Mulia tak lepas dari keberadaan Undang-Undang No 3 Pahamn 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) yang tidak melarang rangkap jabatan oleh ketua umum. Tetapi, akibat beleid itu pula, baru satu tahun terakhir Mulia bisa fokus mengurus bulu tangkis.

Atlet bukanlah robot. Ia manusia biasa yang secara disiplin digembleng untuk mencapai kemampuan maksimalnya. Di situ tugas utama ketua umum bersama pengurusnya, bukan menyusun anggaran.

Ketua umum juga mesti mengatur intensitas turnamen yang diikuti atlet. Terlalu padat kejuaraan yang diikuti membuat atlet kelelahan hingga jenuh, yang membuatnya tak dapat bermain lepas.

Cek Artikel:  IKN bukan Bahan Ancaman

Tugas yang tak kalah penting ialah regenerasi. Supaya tradisi medali tak pernah putus, seorang ketua umum harus membuat program yang melahirkan bibit-bibit baru.

Berdasarkan tugas-tugas itu dapat dibayangkan betapa beratnya tanggung jawab dari jabatan Ketua Standar PBSI.

Dengan kegagalan kali ini, menjadi tugas berat bagi jajaran PBSI untuk mengembalikan kepercayaan diri para atlet kebanggaan kita.

Butuh waktu bertahun-tahun sejak dini para atlet digembleng untuk menjadi atlet andalan, tentunya oleh ketua umum yang juga bisa diandalkan. Pertanyaannya, bisakah seorang Mulia Firman Sampurna diandalkan? Apalagi ajang Olimpiade tinggal 10 bulan lagi.

Perlu evaluasi menyeluruh, dari sistem pelatihan, manajemen tim, hingga kepengurusan PBSI untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Sebaiknya Ketua Standar PBSI Mulia Firman Sampurna mengundurkan diri sebagai bagian dari pertanggungjawaban moral.

Mungkin Anda Menyukai