Arti Kunjungan Paus Fransiskus

Makna Kunjungan Paus Fransiskus
Tokoh muda Gereja-gereja Injili di Tanah Papua Yosua Noak Douw(dok pribadi)

PEMIMPIN umat Katolik sedunia dan Kepala Negara Vatikan, Paus Fransiskus, memulai perjalanan apostolik di Jakarta pada Rabu (3/9). Kunjungan apostolik Sri Paus di Indonesia, negara dengan penganut Muslim terbesar dunia, tentu bukan saja sekadar untuk terciptanya sejarah baru bagi umat Katolik dan masyarakat Indonesia. Sejarah yang tentu akan tercipta negara-negara lain seperti Papua Nugini, Republik Demokratik Timor Leste, dan Singapura mulai 3 hingga 13 September 2024.

Sunyintas semangat persaudaraan dan persahabatan antara Paus Fransiskus dan Presiden Joko Widodo kian terawat dalam ziarah kemanusiaan kemudian menjadi pedoman bagi umat beragama dan masyarakat kedua negara. Kehadiran Paus juga menjadi kebanggaan dan kebahagiaan masyarakat yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote.

Sebagai Kepala Negara Vatikan, negara paling kecil di dunia yang berada di jantung kota Roma, kunjungan apostolik Paus bernama asli Jorge Mario Bergoglio menegaskan aspek penting lainnya dalam hubungan bilateral Indonesia-Vatikan dan upaya merawat persahabatan dan persaudaraan dalam berbagai aspek yang luas. Bahwa relasi persaudaraan sesama umat beragama merupakan aspek penting dan strategis yang perlu terus dipupuk dan dirawat di tengah kehidupan dunia yang terus mengglobal ditaburi hedonisme dan konsumerisme.

Baca juga : Uskup Akbar Mandagi Undang Paus Fransiskus ke Merauke

Miniatur keberagaman

Dapat saja, banyak umat Katolik bahkan umat beragama lainnya di Indonesia Indonesia bertanya-tanya, aspek urgensi apa yang melatari opsi Paus Fransiskus melakukan kunjungan apostolik. Jawaban atas pertanyaan itu dapat diteropong berikut ini yang tentu menjadi makna hakiki kunjungan Paus.

Pertama, dalam level dunia, Indonesia sangat dikenal sebagai miniatur keberagaman dan toleransi. Rakyat Indonesia beraneka suku, agama, ras, antar golongan bertebaran di hampir seantero negeri dan sangat kaya raya sumber daya alamnya. Negeri dengan relasi sosial keagamaan masih terjaga baik meski kerap direcoki tindakan intoleran yang segera diatasi pemerintah.

Cek Artikel:  Pancaroba

Kedua, baik Paus Fransiskus maupun Jokowi sungguh memiliki kesamaan cara pandang bahwa saling mengunjungi dan menyapa sesama pemimpin negara dengan hati tulus di hadapan umat dan masyarakat menjadi pelajaran penting di tengah kehidupan sosial yang ditaburi aneka perang, konflik antaretnis di berbagai belahan dunia, dan ancaman pemanasan global (global warming) menyusul pengelolaan sumber daya alam yang tidak memperhitungkan daya dukung alam serta lingkungan yang merupakan ibu bumi.

Baca juga : Umat Siap untuk Kunjungan Kepausan Pertama sejak Pahamn 1989

Ketiga, Paus Fransiskus juga hendak meneruskan tradisi kunjungan apostolik seperti para Paus terdahulu. Kita semua tentu mencatat, Paus Fransiskus adalah Paus ketiga dalam sejarah kepausan yang melakukan kunjungan apostolik di Indonesia. Pertama adalah Paus Santo Paulus VI yang berkunjung pada 3-4 Desember 1970. Sembilan belas tahun kemudian, Paus Santo Yohanes Paulus II berkunjung ke Indonesia pada 9-14 Oktober 1989. Kemudian, setelah 35 tahun, Paus Fransiskus melakukan kunjungan apostolik ke Indonesia.

Menuju gereja impian

Eksis hal menarik dalam kunjungan apostolik Paus Fransiskus. Sri Paus menjadikan iman, persaudaraan, dan bela rasa menjadi tema sentral dalam lawatannya di Indonesia. Dalam konteks iman Kristiani, Paus hendak mengajak umat Kristiani untuk teguh dalam iman.

Gereja atau umat juga diajak setia merawat persaudaraan di antara sesama dan antar umat beragama sebagai teman dalam ziarah kemanusiaan universal. Sikap bela rasa kepada kaum lemah menjadi keutamaan gereja, umat di tengah kehidupan nyata.

Cek Artikel:  Mungkinkah BPJS Gratis

Baca juga : Pengembangan Desa Wisata di Papua Selatan Merupakan Keniscayaan

Tetapi, ada kerinduan besar masyarakat, khususnya umat Kristiani di tanah Papua terkait kunjungan apostolik Paus Fransiskus. Kini, bumi Cenderawasih bertabur aneka kekerasan yang terus terjadi dan seolah membuat negara dan gereja secara hierarki maupun kelembagaan takluk tak berdaya di bawah aneka kekerasan. Kebijakan pemerintah membagi tanah Papua dengan sejumlah daerah otonom baru pun alpa menjadikan Papua tanah damai.

Dalam Jejak Kekerasan Negara dan Militerisme di Tanah Papua (2021), tokoh gereja lokal Socratez Sofyan Yoman menegaskan, konflik terus terjadi karena Pemerintah Indonesia menggunakan pendekatan keamanan (security approach) kemudian diubah Presiden Jokowi dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) melalui pembangunan infrastruktur.

Kunjungan apostolik Paus tentu juga diharapkan agar masyarakat dan tanah Papua ada dalam doa dan pergumulan Sri Paus. Kehadiran Paus juga memberi optimisme dan spirit bagi pemerintah terutama umat Kristiani dan masyarakat di tanah Papua untuk bangkit. Tanah Papua juga menjadi motivasi secara tidak langsung bagi masyarakat yang mayoritasnya umat Kristiani di tengah Indonesia dengan mayoritas pemeluk Islam terbesar dunia.

Baca juga : Mosaik Hati Indonesia Dibangun Spesifik untuk Paus Fransikus, Simbol Keberagaman Indonesia

Tetapi, lepas dari itu meski umat Kristiani di Indonesia tergolong minoritas namun memiliki juga tanggung jawab besar merawat Indonesia sebagai miniatur keberagaman. Sikap moderasi juga sangat diperlukan di tengah masyarakat. Hal yang juga selalu diingatkan para ulama Muslim kepada para penganutnya.

Dalam Pandangan Muslim Moderat (2010) karya intelektual muda Muslim Zuhairi Misrawi, imam besar Masjid Istiqlal Prof Dr Nasaruddin Umar menegaskan, sikap moderat diperlukan umat Islam sebagai kelompok mayoritas di Indonesia dapat menjadi teladan dalam membangun toleransi dalam konteks kebangsaan.

Cek Artikel:  Dewan Keamanan PBB dalam Konflik Israel-Palestina

Toleransi dalam ruang kebangsaan tidak akan hadir tanpa membangun toleransi di lingkungan internal umat Islam sendiri. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mewujudkan tujuan tersebut yaitu meneladani para ulama terdahulu dalam membangun toleransi. Setajam apapun dalam perbedaan di antara mereka, mereka masih dan senantiasa saling memuji, menghormati, dan menerima perbedaan tanpa ada ancaman sedikitpun.

Kehadiran Paus Fransiskus dalam kunjungan apostoliknya juga segera mengajak umat Kristiani menyadari tugas dan tanggung jawab sebagai bagian tak terpisahkan sebagai warga negara. Keputusan Paus datang dan menyapa langsung umat Kristiani dan masyarakat Indonesia dalam Misa yang diadakan di Gelora Bung Karno meski dengan kondisi keterbatasan kesehatan dan usianya merupakan sebuah penghormatan dan penghargaan besar sebagai pemimpin umat Katolik sedunia dan kepala negara.

Tak berlebihan, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Antonius Subianto Bunjamin menyebut, Gereja Indonesia sangat bersyukur dan bersuka cita menyambut kedatangan Paus Fransiskus. Gereja Indonesia juga diminta berdoa demi kelancaran kunjungan Paus.

KWI juga setia mendorong umat Katolik memaknai dan merefleksikan nilai-nilai hidup yang dianut dan diajarkan Paus berpijak tema iman, persaudaraan, dan bela rasa. Iman yang teguh menghasilkan persaudaraan sejati dan persaudaraan sejati diungkapkan dalam bela rasa kepada sesama dan alam semesta. Ini juga jadi makna penting di balik kunjungan Sri Paus. Selamat datang di Indonesia, Bapa Paus. Doa terdaras dari umat Kristiani di tanah Papua, surga kecil yang jatuh ke bumi.

Mungkin Anda Menyukai