Kasus Honor Hakim Akbar, IPW KPK Perlu Periksa Rekening Terlapor

Kasus Honor Hakim Agung, IPW: KPK Perlu Periksa Rekening Terlapor
Gedung KPK .(MI/Susanto)

KETUA Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Kokoh Santoso mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa seluruh rekening terlapor terkait kasus dugaan korupsi pemotongan honor hakim agung TA 2022-2023. Jumlah terlapor terkait kasus tersebut kemungkinan bertambah.

“Total sebesar Rp138 miliar itu sebagai gratifikasi yang tidak dilaporkan. KPK hanya tinggal menyandingkan jumlah uang yang ada direkening dengan hasil laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN)  para terlapor. Buat penerimaan dalam bentuk cash juga dapat dikejar,“ katanya, Senin (14/10).

Menurut dia, nominal sebesar Rp138 miliar diduga menjadi bancakan korupsi yang dibagi ke dalam tiga klaster. Pertama, klaster pimpinan Mahkamah Akbar (MA), kemudian klaster supervisor, dan klaster tim pendukung administrasi yudisial.

Baca juga : KPK Usut Korupsi Honor Hakim Akbar

Sebelumnya, Sugeng dan Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus melaporkan dugaan pemotongan tunjangan hakim agung secara sepihak ke Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (2/10).

Cek Artikel:  Doli Kurnia Berharap Kembali di Komisi II DPR, Dirikui sudah Cocok

Sugeng menuturkan pemotongan tersebut membuat hakim agung cuma menerima 60% dari total tunjangan. Fulus hasil pemotongan itu kemudian dibagi-bagikan ke sejumlah pihak bahkan ke orang yang tidak jelas. IPW juga sudah menyerahkan bukti pemotongan tersebut ke KPK

“Terdapat sekitar 14,05% diberikan kepada tim pendukung seperti panitera perkara, panitera muda kamar, staf, itu 14,05%. Terdapat sebesar 25,95% yang tidak jelas nih,” ucap Sugeng.

Baca juga : IPW: Potongan Tunjangan Hakim Akbar Rp90 M Beraroma Korupsi

IPW dan TPDI juga mememinta agar pemilihan Ketua MA pada pekan ini untuk menentukan pengganti Muhammad Syarifuddin, yang memasuki masa pensiun, harus betul-betul dapat menghasilkan calon yang bersih dan berintegritas serta dapat menjaga muruah lembaga.

Cek Artikel:  Mahfud MD Sebut Kerapuhan Etika Lahirkan Prilaku Korup

Menurut Petrus Selestinus, Mahkamah Akbar saat ini sedang dalam sorotan. Selain dugaan pemotongan honor hakim agung, ribuan hakim di seluruh Indonesia hidupnya menderita dan bahkan protes dengan aksi mogok kerja.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, menyatakan laporan dugaan korupsi pemotongan honorarium hakim agung dan/atau gratifikasi dan atau TPPU pada Mahkamah Akbar sebesar Rp97 miliar, mulai diusut.

Baca juga : KPK Soroti Pansel yang Buat Proses Wawancara Capim Tertutup

Lembaga antirasuah memastikan bakal memproses dan menindaklanjuti laporan IPW dan TPDI dengan memanggil semua pihak. “Tiba saat ini laporan dari IPW dan TPDI tersebut masih dalam proses telaah di Direktorat PLPM (Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat), belum ada di kami. Karena belum masuk penyidikan. Jadi tunggu saja,” ujar Asep, Sabtu (12/10).

Di lain pihak, MA membantah tudingan soal adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan honorarium penanganan perkara (HPP) hakim agung TA 2022-2023 sebesar Rp97 miliar di institusi itu.

Cek Artikel:  Penjelasan Kaesang tidak Hentikan Pengusutan Dugaan Gratifikasi

Jubir MA Suharto saat konferensi pers di Yogyakarta, Selasa (17/9), menyampaikan hal itu merespons rilis IPW. “Tak ada praktik pemotongan honorarium penanganan perkara hakim agung yang dilakukan secara paksa dengan intervensi pimpinan Mahkamah Akbar,” tukas Suharto.

Alih-alih menyunat honor secara paksa, menurut Suharto, fakta yang terjadi adalah para hakim agung bersepakat untuk menyerahkan secara sukarela sebesar 40% dari hak honorarium penanganan perkara yang diterimanya.

Sebagian honor tersebut, kata dia, diserahkan untuk didistribusikan kepada tim pendukung teknis dan administrasi yudisial. “Pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya (honor) tersebut dituangkan dalam surat pernyataan bermeterai yang diketahui oleh ketua kamar yang bersangkutan,” tandasnya. (Ant/J-2)

Mungkin Anda Menyukai